Analisa dan Komentar Terbaru
oleh Majid Rafizadeh • 16 Februari 2020
Foto: Majid Rafizadeh. (Sumber foto: Valter Schleder/Wikimedia Commons)
Sama sekali saya tidak terkejut ketika menerima sebuah surat dari seorang dai Islam Shiah yang relijius dari Inggris. Soalnya, saya menerima banyak surat serupa dari para Muslim ekstremis dari seluruh dunia, termasuk dari para liberal, sosialis, dan kalangan lainnya dari Barat. Tiap kali, membuka surat-surat ini, saya sudah mempersiapkan diri menghadapi kritik terhadap penelitian saya yang hati-hati terhadap agama saya sendiri. Seperti diharapkan, surat itu dimulai dengan saran yang sudah sangat akrab dan biasa. "Berhentilah mengkritik agamamu sendiri." Surat pun berlanjut dengan mendukung saran ini dengan berbagai janji dari berbagai media dan orang-orang Barat progresif yang menyukai saya untuk lebih jauh lagi mendukung saya, jika saya mempertautkan pandangan-pandangan saya dengan poin-poin pembicaraan yang disukai.
Lanjutkan Baca Artikel
oleh Raymond Ibrahim • 12 Februari 2020
"Kami ini komunitas cinta damai dalam kota kecil ini. Tidak pernah kami menyakiti orang. Tetapi kami tidak tahu dari mana banyak kebencian ini berasal." --- Seorang pria Kristen penyintas tragedy pemboman di Gereja Santo Sebastianus, Morningstar News, 22 April 2019, Negombo, Sri Lanka.
"Salib-salib di atas kuburan di sebuah pemakaman Italia di Pieve di Cento ditutupi dengan kain hitam supaya tidak menyakit perasaan hati orang-orang yang mungkin berasal dari agama lain." – Il Giornale, 4 April 2029 and Harian Breitbart; Bologna, Italy.
"Saudara saya, yang masih Muslim, kasihan kepada saya. Dia [memberitahu saya] rencana yang sudah ayah siapkan. Minta supaya saya dipenggal di Qatar karena menolak kembali menganut Islam."--- Charles Mudasir, Persecution.org (International Christian Concern), 22 April 2019, Mombasa, Kenya.
"Saya perlu waktu sekitar satu tahun untuk menabung mempersiapkan dana yang dibutuhkan untuk membuka toko kelontong. Namun, umat Kristen dalam....masyarakat Islam ini tidak diijinkan untuk memulai sebuah usaha. Pelanggan sedang ada di toko ketika Fiaz Khattak memimpin sekelompok orang bersenjata...."--- Kenneth Johnson, seorang buruh tani miskin yang merawat tiga anaknya, setelah dia berusaha hendak membuka sebuah toko kelontong kecil; Persecution.org (International Christian Concern), 10 April 2019, Pakistan.
Tanggal 25 April 2019."Penduduk Desa Kristen Jifna dekat Ramallah yang ketakutan" tulis sebuah berita, "diserang oleh para lelaki Muslim bersenjata....setelah seorang wanita desa itu melaporkan kepada polisi bahwa anak seorang pemimpin kenamaan yang berafiliasi dengan Fatah menyerang keluarganya." Para lelaki bersenjata itu "meminta penduduk [Kristen] untuk membayar jizya, semacam pajak kepala yang sepanjang sejarah ditetapkan atas kaum minoritas non-Muslim di bawah kekuasaan Islam." Foto: Sebuah gereja di Jifna. (Sumber foto: Soman/Wikimedia Commons).
Pembantaian Umat Kristen Sri Lanka: Minggu Paskah 2019. Para teroris Islam melancarkan kampanye pemboman atas umat Kristen. Jumlah korban yang meninggal dunia mencapai 253 orang. Dengan ratusan lebih orang lain terluka. Ada delapan ledakan terpisah terjadi. Sedikitnya ada bom bunuh diri: tiga bom menyasar gereja-gereja yang tengah merayakan Misa Minggu Paskah. Empat ledakan menyasar hotel-hotel yang kerapkali dikunjungi oleh para turis Barat. Peristiwa itu mungkin terkait dengan liburan Paska. Satu ledakan terjadi di sebuah rumah. Menewaskan tiga polisi selama operasi kemanan. Sedikitnya, 39 orang asing – termasuk warga negara Amerika Serikat, Inggris, Austalia, Jepang, Denmark dan Portugal --- ada di antara orang-orang yang meninggal dunia.
Lanjutkan Baca Artikel
oleh Raymond Ibrahim • 4 Februari 2020
Boko Haram telah " menteror komunitas Kristen Nigeria selama satu decade terakhir. Kini, mereka memisahkan diri dari organisasi induknya dan menyebarluaskan ideologinya yang kejam ke Kamerun, Niger, dan Chad." Staff penulis, Christian Today, 8 Agustus 2019.
"Mereka paksa dia menyangkal Kristus. Ketika dia menolak, mereka memotong tangan kanannya. Dia tolak [lagi], mereka potong lagi tangannya sampai siku. Dia tetap menolak, sebelum mereka menembaknya dua kali. Di kepala, dahi, leher, dan dada."--- Enoch Yeohanna, berbicara di Televisi CBN News, 29 Augustus 2019. Nigeria.
"Setiap tahun setidaknya seribu gadis diculik, diperkosa, dan dipaksa masuk Islam. Bahkan dipaksa menikahi penyiksanya." ---Tabassum Yousaf, seorang pengacara Katolik setempat seperti dikutip dalam Newsbook MT. 12 Agustus 2019. Pakistan.
Di Turki, Gereja St. Theodoros Trion, sebuah gereja bersejarah yang ditinggalkan dirusak pada Bulan Agustus lalu. Tulisan-tulisan di tembok gereja termasuk berbagai slogan berbau genosida atau pembunuhan massal. Jemaan Yunani yang sebenarnya memiliki gereja itu sudah dibersihkan oleh Kekaisaran Utsmaniyah. Foto: St. Gereja St. Theodoros Trion, pada 2018. (Sumber foto: Chanilim714/Wikimedia Commons).
Kebencian dan Aksi Kejam Terhadap Umat Muslim militan, yang diduga berafiliasi dengan kelompok teror Islam berbasis di Nigeria, Boko Haram, "mencapai puncak kebiadaban moral tertingginya yang baru." Setelah menghancurkan desa Kristen Kalagari dalam sebuah serangan dan menculik delapan wanita, kelompok itu "memotong" telinga beberapa korbannya. Kemudian membebaskan mereka (gambarnya bisa dilihat di sini). Berita itu menambahkan bahwa Boko Haram juga " menteror komunitas Kristen Nigeria selama satu decade terakhir. Kini, kelompok penjahat itu memisahkan diri dari organisasi induknya guna menyebarluaskan ideologinya yang kejam ke Kamerun, Niger, dan Chad."
Lanjutkan Baca Artikel
oleh Raymond Ibrahim • 28 Januari 2020
"Seberapa siapkah pemerintah melawan kelompok-kelompok tertentu yang mencoba memaksakan kehendak mereka pada orang lain,"— Pendeta Timotheus Halim, Kepala Gereja Keluarga Allah, ucanews.com, 25 July 2019, Indonesia.
Fatemeh Azad, seorang wanita Muslim berusia 58 tahun yang beralih masuk Kristen menentang keinginan suaminya yang Muslim dideportasi kembali ke Iran. Sebelumnya, dia melarikan diri ke Jerman. Namun, permohonan suakanya ditolak. Setibanya di Iran dia langsung ditahan oleh pihak berwenang yang memang menunggu pesawatnya mendarat. "Ketika Fatemeh mengajukan permohonan suaka, pengacaranya berdalih bahwa perpindahan agama bisa dihukum dengan hukuman mati di Iran." Pernyataan itu, bagaimanapun, tidak memadai bagi Jerman...Persecution.org; 25 Juli 2019, Iran, Jerman.
Akhirnya, seorang gadis Kristen berusia 14 tahun diculik, dipaksa masuk Islam, serta dipaksa menikahi seorang laki-laki Muslim. Kemudian dia diantar kepada seorang hakim Muslim untuk menandatangani pernyataan yang menyatakan dia bertindak atas kemauan sendiri. "Para gadis kerapkali memberikan pernyataan itu karena mereka sudah hidup bersama dengan para penculik mereka." Juga, "ancaman mati sudah dilancarkan kepada keluarga mereka. Dan karena itu, korban tidak punya pilihan selain mengatakan apa yang diinginkan penculik mereka ingin mereka katakan di pengadilan...Kami sudah melihat ini pada masa lalu sehingga banyak gadis yang melarikan diri kapan pun mereka mendapat kesempatan."---Seorang pengacaa, AsiaNews,it, 26 Juli 2019; Pakistan.
Tanggal 27 Juni 2019. Orang-orang bersenjata yang tidak teridentifikasi memasuki Desa Bani, Burkina Faso. Mereka mencari umat Kristen. Ketika menemukan empat laki-laki mengenakan kalung salib, "para penyerang menarik mereka keluar barisan. Semua empat orang itu dibawa keluar lalu ditembak mati. Foto: Desa Bani, Burkina Faso. (Sumber foto: Adam Jones/Flickr/CC BY-SA 2.0)
Pembantaian Umat Kristen Suriah: Para pejihad Islam beramai-ramai memperkosa seorang wanita Kristen berusia 60 tahun sebelum merajamnya dengan batu sampai mati. Korbannya, Susan Grigor (atau "Gregory"). Insiden menyedihkan itu terjadi di Taqoubiya, sebuah desa Kristen kecil di Propinsi Idlib. Jenazahnya ditemukan 19 Juli lalu setelah pastor gereja setempat yang cemas mengirim umatnya menyelidiki keberadaannya setelah tidak seorang jemaat pun melihatnya dalam waktu lama. Jemaat akhirnya menemukan jenazahnya tergeletak terkoyak-koyak bersimbah darah di lahan sebuah ladang dekat rumahnya.
Lanjutkan Baca Artikel
oleh Soeren Kern • 26 Januari 2020
Jerman, bagaimanapun menolak melarang "sayap politik" Hizbullah, yang terus mengumpulkan dana di negara itu. Seorang pejabat Kementerian Luar Negeri Jerman, Niels Annen, pernah mengatakan bahwa larangan semacam itu bakal kontraproduktif karena "kita fokus pada dialog." Komentarnya dipahami sebagai berarti bahwa Pemerintah Jerman tidak ingin merusak hubungan sekaligus reputasinya dengan negara sponsor Hizbullah, Republik Islam Iran.
"Kami tidak punya sayap militer dan sayap politik. Kami tidak punya Hizbullah di satu sisi dan partai perlawanan di sisi lain .... Setiap elemen Hizbullah, mulai dari komandan hingga anggota serta berbagai kemampuan kami siap melayani perlawanan. Kami memang tidak punya apa-apa namun perlawanan sebagai prioritas."---Wakil Sekretaris Jenderal Hizbullah, Naim Qassem.
Menteri Luar Negeri Jerman yang berasal dari Partai Sosial Demokrat, Heiko Maas, menolak bahwa pihaknya sudah melarang Hizbullah secara keseluruhan. Dia malah baru-baru ini mengulangi lagi sikap Pemerintah Jerman untuk membedakan antara kegiatan Hizbullah yang sah dan tidak sah di Jerman.
"Masih tetap perlu dilihat sejauh manakah Pemerintah Federal Jerman mematuhi usulan Bundestag sehingga sungguh-sungguh 'menguras semua sumberdaya aturan hukum' untuk menghentikan pencucian uang Hizbullah dan pemberian dana kepada teroris di Jerman." --- Harian Bild, 19 Desember 2019
Pemerintah Jerman menolak melarang seluruh kelompok teroris Hizbullah. Menteri Luar Negeri Heiko Maas baru-baru ini mengulangi pernyataan bahwa Pemerintah Jerman membedakan antara aktivitas Hizbullah yang sah dan tidak sah di Jerman. Foto: Parlemen Jerman dalam sebuah sesi, 18 Desember 2019. (Sumber foto: Michele Tantussi/Getty Images).
Parlemen Jerman mengeluarkan resolusi yang tidak mengikat yang menyerukan Pemerintah Jerman untuk melarang kegiatan kelompok teroris Libanon yang didukung Iran, Hizbullah di Jerman. Dalam Bahasa Arab, Hizbullah berarti "Partai Allah". Langkah itu dipuji sebagai "penting," "signifikan," dan " krusial." Partai Demokrat Kristen yang berhaluan moderat kanan dan Partai Demokrat Sosial yang berhaluan moderat, dua partai besar pembentuk koalisi yang berkuasa di Jerman pun mendukung. Selain keduanya, Partai Demokrat Bebas yang berhaluan liberal klasik pun turut mendukung. Resolusi tersebut, bagaimanapun, tidak sepenuhnya melarang Hizbullah. Sikap itu tampaknya hendak memberikan perlindungan politik kepada Pemerintah Jerman. Dengan demikian, Jerman bisa mengklaim bahwa dia sudah melarang keberadaan kelompok itu bahkan meski jika dia tidak melakukannya sekalipun.
Lanjutkan Baca Artikel
oleh Guy Millière • 20 Januari 2020
Segera setelah itu, organisasi Muslim yang meminta siswa untuk memiliki hak mengenakan jilbab di sekolah juga meminta kurikulum sekolah diubah. Dalam hal ini, kurikulum sejarah, sehingga peradaban Muslim disajikan dengan cara yang lebih "tepat" dan "positif".
"Jika cara saya berpakaian menganggumu, tinggalkan negeriku" ---Tanda tangan pada sebuah sebuah demonstrasi, 27 Oktober 2019 lalu.
"Setiap kritik terhadap Islam sekarang dianggap penistaan agama."--- Ivan Rioufol, kolomnis, Le Figaro, 4 Nopember 2019.
Rincian berbagai aksi itu membuat orang melihat bahwa aksi anti-Kristen sebagian besar adalah tindakan vandalisme atas gereja. Aksi anti-Semit seringkali terdiri dari penodaan kuburan dan serangan kekerasan terhadap masyarakat Yahudi. Juga bahwa aksi anti-Muslim nyaris hanya melibatkan grafiti anti-Muslim atau menaruh irisan daging babi di pintu masuk masjid atau di kotak surat organisasi Muslim. Tidak ada Muslim yang diserang secara fisik.
"Kita tidak sedang ada dalam proyek asimilasi." — Yassine Belattar, mantan penasehat Presiden Prancis, Emmanuel Macron, 27 Oktober 2019.
Éric Zemmour pernah mengatakan bahwa Prancis terancam bukan oleh risiko "pemisahan wilayah", tetapi oleh "kolonisasi" yang terbalik.
(Sumber gambar: iStock)
Tanggal 12 Oktober 2019. Pertemuan Dewan Regional Bourgogne-Franche-Comté diselenggarakan di Dijon, sebuah kota yang tenang di Prancis tengah. Seorang wanita berkerudung hitam panjang berada di antara hadirin. Tampaknya tengah menemani sekelompok siswa. Tiba-tiba, Ketua Kelompok Partai National Rally di Dewan Regional, Julien Odoul, bangkit. Dia lalu mengatakan bahwa kehadiran seorang wanita berkerudung di gedung publik tidak sesuai dengan nilai-nilai Republik Prancis: "Kita sedang berada dalam gedung publik. Kita berada di kandang demokratis. Setiap waktu, nyonya itu bisa berkerudung di rumah, di jalanan. Tapi tidak di sini. Tidak hari ini. Ini Republik. Ini sekularisme. Ini hukum negara Republik. Tidak ada tanda-tanda yang mencolok. "
Lanjutkan Baca Artikel
oleh Denis MacEoin • 14 Januari 2020
"Seperti Iran, para wanita Arab Saudi dan wanita Muslim lain di seluruh dunia berjuang supaya bebas dari jilbab. Soalnya, mereka menganggapnya sebagai simbol politik yang tidak ada hubungannya dengan kesalehan. Reaksi kaum liberal di Barat pun membingungkan. Namun, di sini terlihat semakin banyak feminis, kalangan kiri dan media liberal yang memuja jilbab sebagai simbol eksotis pembebasan perempuan yang harus dipeluk."--- Tarek Fatah, The Toronto Sun, 29 Agustus 2019
"Para pengawal sedang berkumpul hendak menyingkirkan reformis dari kekuasaan."--- Najmeh Bozorgmehr, wartawan Iran, Financial Times, 13 Oktober 2019.
Kampanye anti-korupsi dipimpin tidak lain oleh ulama garis keras Ebrahim Raisi. Ia sendiri luas dianggap sebagai ulama yang paling mungkin untuk menggantikan peran Pemimpin Tertinggi ketika Khamanei pensiun atau meninggal dunia. Tetapi dia punya reputasi yang mengganggu karena kekerasan yudisial.
Salah satu sandera Barat yang Iran tahan adalah seorang ibu Inggris yang lugu, Nazanin Zaghari-Ratcliffe. Putrinya yang berusia lima tahun, Gabriella, juga disandera di Iran sampai rezim membebaskannya bulan lalu. Gambar: Nazanin Zaghari-Ratcliffe dan suaminya Richard Ratcliffe pada 2011. (Sumber foto: Wikimedia Commons).
Tanggal 10 Oktober tahun ini. Ketika sebuah pesawat terbang dari Teheran dan tiba larut malam di London. Kala itu, di antara para penumpangnya, ada seorang gadis kecil berusia lima tahun. Namanya Gabriella. Terlepas dari namanya yang mirip, Gabriela bukan orang Spanyol, Portugis atau Italia. Ayahnya, Richard, orang Inggris. Ibunya Nazanin, orang Inggris berkewarganegaraan Inggris. Nazanin Zaghari-Ratcliffe termasuk di antara orang-orang paling terkenal di antara lautan orang yang terkurung dalam penjara-penjara Iran. Statusnya dwi-kewarganegaraan. Dia dipenjara lima tahun karena tuduhan spionase tanpa sepotong bukti pun. Berkat kampanye pembebasannya oleh suaminya dan Kantor Urusan Luar Negeri Inggris, kasusnya berkali-kali terungkap ke publik dalam pers dan media Inggris lainnya.
Lanjutkan Baca Artikel
oleh Benjamin Weingarten • 12 Januari 2020
Bagaimana bisa AS bertransaksi dengan Cina dalam bidang strategis apa pun mengingat tujuan rezim komunis serta kekuatannya atas setiap lembaga di Cina? Apakah AS akhirnya memperjual-belikan kebebasannya?
"Yang benar-benar ingin saya ketahui adalah soal kekayaan intelektual [Intelectual Property --IP] yang menjadi bagian perjanjian ini...bukankah benar bahwa mereka [Cina] baru melembagakan aturan keamanan cyber baru sendiri yang sudah siap bekerja sehingga katakan saja tidak ada perusahaan asing dapat mengenkripsi data. Dengan demikian, data tidak dapat dibaca pemerintah pusat dan Partai Komunis Cina? Dengan kata lain, dunia usaha diharuskan menyerahkan kunci enkripsi. Apakah aturan baru yang Cina berlakukan itu pada dasarnya meniadakan peluang apapun bagi AS untuk melindungi IP-nya?--- Maria Bartiromo, dalam Program Sunday Morning Futures, Televisi Fox News Channel, Real Clear Politics, 15 Desember 2019.
Undang-Undang (UU) Keamanan Nasional Cina 2015... mengatakan bahwa semua warga negara, perusahaan dan organisasi "bertanggung jawab dan berkewajiban menjaga keamanan negara." UU Intelijen Nasional Cina 2017 juga mewajibkan orang dan lembaga tersebut untuk "mendukung, membantu dan bekerja sama dalam pekerjaan intelijen nasional..." Tidaklah sulit untuk melihat bagaimana Cina menerapkan aturan bahkan sampai jauh melebih UU Enkripsi untuk membenarkan pelanggaran atas perjanjiannya dengan AS dengan kedok "prihatin terhadap keamanan nasional" (national security concerns) dan "aturan hukum" (rule of law).
Menurut Jaksa Agung A.S. William Bar, "perusahaan pemasok yang tidak bisa dipercaya bisa memfasilitasi adanya spionase (termasuk spionase ekonomi) serta gangguan terhadap infrastruktur penting kita karena tingkah kekuatan asing. Ringkasnya, rekam jejak mereka sendiri, termasuk praktek Pemerintah Cina memperlihatkan bahwa Huawei dan ZTE tidak bisa dipercaya." (Foto oleh Ed Zurga/Getty Images).
Dunia kini tengah menantikan informasi rinci "fase pertama" perjanjian dagang Cina – AS dari Pemerintahan Trump dilaporkan. Para pejabat AS berharap perjanjian dijalankan Januari 2020. Namun di tengah penantian itu, muncul pertanyaan yang jauh lebih mendasar: Haruskah Amerika berbisnis dengan Cina dalam bidang-bidang yang secara strategis penting atau bahkan di luar bidang-bidang itu?
Lanjutkan Baca Artikel
oleh Burak Bekdil • 11 Januari 2020
Erdoğan tampaknya berpikir bahwa pertahanan terbaiknya dalam permainan kekuasaan di Kawasan Mediterania adalah dengan menyerang.
Namun, satu kekuatan yang sedang berkembang di Libya bukanlah aktor negara Barat. Rusiaberpeotensi untuk memasuki teater Libya dengan antek yang lebih besar dan kekuatan langsung, untuk membangun kehadiran militernya yang permanen kedua kalinya di Mediterania.
Juga seperti di Suriah, agenda kaum Islam radikal Turki mungkin gagal di Libya. Tetapi pada saat memahaminya, Erdogan mungkin sudah terlambat untuk keluar dari orbit Moskow.
SEJAK 2011, Turki menginvestasikan miliaran dolar uangnya dalam teknologi kelautannya, dalam upaya yang jelas untuk membangun perangkat keras yang bakal suatu hari dibutuhkannya. Gambar: Fregat Angkatan Laut Turki, TGG Fatih. (Departemen Pertahanan Amerika Serikat).
Sejak 2011, Turki, melancarkan perang proksi pro-Sunni di Suriah dengan harapan suatu saat, Turki bisa membangun rezim Islam radikal yang pro-Turki di Damaskus. Ambisi ini gagal. Ia malah menyebabkan Presiden Recep Tayyip Erdogan mengalami kerugian karena kedua sisi perbatasan Turki-Suriah sepanjang 911 km bergolak. Selain itu, miliaran dolar uang dihabiskan untuk lebih dari 4 juta pengungsi Suriah yang tersebar di seluruh tanah Turki. Di Mesir, selama 2011-2012, Erdogan agresif mendukung Pemerintahan Ikhwanul Muslim yang gagal di Mesir pada 2011-2012. Akibatnya, dia pun sangat memusuhi jenderal yang berkuasa yang kini presiden, Abdel Fattah al-Sisi. Sejak upayanya gagal di Suriah dan Mesir, ambisi Islam Sunni Erdogan menemukan teater perang proksi baru: Libya.
Lanjutkan Baca Artikel
oleh Soeren Kern • 5 Januari 2020
Para pengkritik mengatakan kawat berduri itu penting untuk mencegah imigrasi illegal. Dengan demikian, pembongkarannya bukan saja menyebabkan Pemerintah Spanyol berisiko melepaskan gelombang baru migrasi massal dari Afrika, tetapi juga memberikan kontrol yang efektif terhadap perbatasan Spanyol kepada Maroko. Padahal, hubungan Spanyol dengan Maroko sedang tegang.
Pagar perbatasan yang dipersoalkan itu mencakup pagar berduri di enklaf Ceuta dan Melilla milik Spanyol di Afrika Utara. Dua kawasan itu menjadi magnet bagi orang Afrika yang mencari kehidupan yang lebih baik di Eropa.
Pembongkaran pagar kawat berduri ini sejalan dengan sikap pemerintah sosialis negeri itu yang berkuasa yang pro-imigrasi.
"Kami tidak menentang imigrasi. Kami bahkan tidak menentang imigran ilegal. Bukan salah mereka bahwa pemerintah yang tidak bertanggung jawab memanggil mereka untuk datang ke sini secara ilegal." — Iván Espinosa de los Monteros, Jurubicara parlemen untuk Partai Konservatif Vox.
Pihak berwenang Spanyol mulai membongkar kawat berduri berbentuk silet dari pagar perbatasan sepanjang garis perbatasan Spanyol dengan Maroko. Pemerintahan Sosialis negeri itu memerintahkan pembongkarannya setelah para migran yang berupaya melompati pagar supaya bisa memasuki Eropa secara illegal menderita luka-luka. Foto: pagar ganda Spanyol yang memisahkan enklaf Ceuta milik Spanyol dari Maroko. Foto diambil 23 Agustus 2018. (Foto oleh Alexander Koerner/Getty Images).
Pemerintah Spanyol sudah mulai membongkar kawat berdurinya yang berbentuk silet sepanjang perbatasan Spanyol dengan Maroko. Orang mengenal kawat berduri itu sebagai kawat berduri concertina. Pemerintahan sosialis negeri itu memerintahkan pembongkaran pagar setelah migran yang mencoba melompati pagar untuk memasuki Eropa secara ilegal menderita luka-luka karena memegangnya Menteri Dalam Negeri Spanyol Fernando Grande-Marlaska membenarkan pembongkarannya. Dikatakannya, Maroko baru-baru ini memasang kawat berduri pada pagar sisi perbatasannya. Oleh karena itu, pagar tidak diperlukan lagi di pihak Spanyol.
Lanjutkan Baca Artikel
oleh Raymond Ibrahim • 28 Desember 2019
"Peraturan ini [dari tahun 2006] menetapkan bahwa semua tempat ibadah non-Muslim harus mendapatkan ijin. Namun, pemerintah belum mengeluarkan ijin pembangunan gereja [sic] berdasarkan peraturan ini dan mengabaikan permohonan ijin dari gereja untuk mengatur status mereka sesuai dengan peraturan."---Organisasi International Christian Response, 25 September 2019, Aljazair.
Dewan Imigrasi dan Pengungsi Kanada berusaha mendeportasi keluarga pengungsi. Terdiri dari seorang ibu dan tiga anak. Mereka sudah melarikan diri dari negara asalnya Nigeria setelah diserang dan diancam mati karena meninggalkan Islam dan pindah masuk Kristen. "Mereka menghadapi satu fatwa melawan mereka. Karena berpindah dari Islam dan masuk Islam. Mereka yakin pasti mati jika kembali ke Nigeria. Karena itu, mereka sangat takut."Para pendukung keluarga mengatakan pemerintah tidak meluangkan waktu untuk menetapkan status kemanusiaan keluarga atau melakukan penilaian risiko yang tepat. "Mereka berupaya mengusir [mereka] dari negara ini sebelum itu." Status keluarga saat ini tidak jelas.
Sekitar pertengahan September 2019. Polisi Inggris di Preston, Lancashire, mengumumkan bahwa mereka tidak akan mengambil tinfakan atas seorang laki-laki yang sebelumnya mengancam hendak mensodomi siapa saja yang berani beralih masuk Kristen. Gambar: Pusat Kota Preston. (Sumber gambar: Andrew Gritt/geograph.ork.uk/Wikimedia Commons)
oleh Denis MacEoin • 25 Desember 2019
Mengapa harus dianggap anti-Muslim atau "Islamofobia" untuk menulis tentang efek jihad atau perlakuan Muslim konservatif terhadap kaum kafir? Faktanya diketahui sangat baik oleh badan-badan internasional, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), komisi nasional serta laporan jurnalistik yang dapat diverifikasi. Para reformis Muslim sendiri sangat kritis terhadap hukum dan perilaku diskriminatif di negara-negara tempat mereka atau leluhur mereka berasal.
Memang, justru Muslim reformis dan liberal yang paling vokal berbicara tentang pembatasan yang sangat radikal terhadap nilai-nilai yang diklaim Muslim lain sebagai universal.
Mari kita perjelas. Tidak diragukan lagi, mungkin selalu ada orang yang menyebut diri sungguh-sungguh "fobia terhadap Islam", yang menggunakan masalah di negara-negara atau komunitas Muslim untuk mencoba menjerat Islam atau Muslim secara keseluruhan. Namun masalah ini dan masalah lainnya masih harus dihadapi sebagai masalah hak asasi manusia yang otentik.
Persoalan yang sangat tersebar luas di kalangan umat Kristen di berbagai negara Muslim adalah larangan atas umat Kristen untuk mengajak orang supaya masuk agamanya. Sementara negara-negara Kristen dan sekular membiarkan Muslim bebas berdakwa, mengajak orang pindah agama dan mengajar non-Muslim 25 negara Muslim melarang orang berpindah agama. Mereka juga menetapkan undang-undang yang mengatakan bahwa kaum Muslim yang beralih masuk agama lain bisa dihukum mati sebagai murtad.
Belum pernah terjadi sebelumnya, di Timur Tengah, umat Kristen diserang dan diusir keluar dari kawasan itu. Gambar: Sebuah gereja yang dibakar dan dirusak oleh ISIS di Kota Qaraqosh, Irak. Foto diambil 27 Desember 2016. (Foto oleh Chris McGrath/Getty Images)
Negara-negara sekuler yang tidak menindas (non-coersive states) yang mengakui kebebasan beragama seharusnya menjadi persoalan yang sangat penting bagi umat Islam di seluruh dunia. Ia menjadi kritik serius terhadap praktik Islam. Baik secara historis maupun pada era modern. Kritik bahwa banyak negara Muslim tampaknya tetap saja sangat tidak toleran terhadap pengikut agama lain atau pengikut berbagai cabang agama mereka sendiri. Sangat tidak toleran terhadap orang yang mereka anggap meninggalkan Islam. Atau kepada orang yang mereka anggap "menyinggung" pengikutnya. Entah dengan tidak sengaja ataupun sengaja. Penganiyaan terhadap kaum minoritas agama dan Muslim lainnya tampaknya umum di banyak negara Muslim. Mulai dari Arab Saudi yang sangat ketat hingga Indonesia yang lebih liberal, terutama di negara-negara tempat agama terkait erat dengan negara.
Lanjutkan Baca Artikel
oleh Soeren Kern • 14 Desember 2019
Keputusan Mahkamah efektif mendorong persyaratan pelabelan yang ketat di Prancis untuk diterapkan di seluruh Uni Eropa. Berbagai pihak pun menyambutnya dengan kecaman keras. Mereka mengecam putusan itu sebagai merefleksikan sikap bias anti-Israel. Banyak pengamat politik mencatat bahwa ada banyak kawasan konflik di dunia. Mulai dari Krimea sampai Siprus Utara ke Tibet ke Sahara Barat. Namun, Uni Eropa memilih Israel sebagai satu-satunya negara yang dikenai persyaratan pelabelan khusus.
" Ada lebih dari 200 perdebatan seputar kawasan yang sedang berlangsung di seluruh dunia, namun ECJ tidak memberikan satu putusan tunggal terkait dengan pelabelan produk yang berasal dari wilayah ini. Putusan hari ini karena itu bersifat politis dan mendiskriminasi Israel."---Menteri Luar Negeri Israel.
"Keputusan itu juga bertentangan dengan standar internasional perdagangan yang ditetapkan oleh Organisasi Perdagangan Dunia...Ia menjadi sejenis tipuan paling yang mengerikan ketika Roma terbakar. Tindakan Mahkamah Eropa yang menjatuhkan hukuman (quoting) Israel karena 'melanggar aturan hukum kemanusiaan internasional' ketika Hamas dan anteknya membom populasi sipil tak berdosa di Israel menjadi salah satu ironi terburuk yang pernah saya saksikan sekian lama." — Menachem Margolin, Ketua Asosiasi Yahudi EropaBrussels.
Mahkamah Eropa memerintahkan supaya produk-produk makanan yang dibuat di apa yang disebut sebagai Pemukiman Yahudi di Yerusalem Timur, Tepi Barat dan Dataran Tinggi Golan, harus secara khusus diberi label sedemikian rupa. Tidak boleh diberi label umum "Buatan Israel." Keputusan ini bersumberkan pada tuntutan hukum yang dibuat oleh Pabrik Anggur Psagot Winery (gambar) dan Organisasi Yahudi Eropa. Pabrik Anggur Psagot Winery selama ini mengelola kebun anggur di kawasan yang disebut kawasan pendudukan Palestina. (Sumber foto: iStock)
Mahkamah Uni Eropa, pengadilan tertinggi Uni Eropa memutuskan bahwa produk makanan yang dibuat di pemukiman Yahudi di Yerusalem Timur, Tepi Barat dan Dataran Tinggi Golan harus diberi label khusus. Tidak boleh ditempeli label umum "Buatan Israel." Putusan untuk mengkhususkan Israel mungkin tidak termotivasi oleh kekhawatiran atas keamanan pangan atau perlindungan konsumen. Tetapi lebih pada preferensi kebijakan luar negeri Uni Eropa yang anti-Israel. Karena itu, keputusan itu pun banyak dikritik sebagai bias, diskriminatif dan anti-Semit. Kasus pemberian label itu berawal dari pertanyaan mengenai interpretasi terhadap Regulasi UE No. 1169/2011, tanggal 25 Oktober 2011 berkaitan dengan informasi konsumen tentang produk makanan. Peraturan itu sendiri, tidak jelas membahas soal masalah pelabelan produk makanan dari Israel.
Lanjutkan Baca Artikel
oleh Soeren Kern • 28 Nopember 2019
Statistik Kementerian Dalam Negeri Jerman, mengklaim bahwa 90% kejahatan karena kebencian anti-Semit yang dilaporkan di Jerman pada 2018 dilakukan oleh orang-orang berhaluan "esktrim kanan". Bagaimanapun, Badan Hak Asasi Fundamental Uni Eropa (FRA) menemukan bahwa hanya 13% serangan yang bisa dikaitkan dengan mereka yang "berpandangan politik sayap kanan."
Jerman menyediakan dana jutaan euro setiap tahun bagi organisasi yang mempromosikan BDS anti-Israel (Boikot, Divestasi dan Sanksi) serta melakukan kampanye "perang melalui sistem hukum untuk melawan Israel" (lawfare), anti-Zionisme, antisemitisme dan kekerasan, menurut LSM Monitor.
"Mengapa Merkel diberi Theodor Herzl Award? Karena wakilnya di PBB abstain ketika hendak menjatuhkan resolusi anti-Israel dan dengan demikian secara de facto mendukung resolusi? Karena pejabat yang sama ini menyamakan serangan roket Hamas terhadap warga sipil Israel dengan pembongkaran rumah para teroris Palestina oleh Israel? Karena tidak memindahkan Kedutaan Jerman dari Tel Aviv ke Yerusalem, seperti yang dilakukan Amerika Serikat sehingga memperingatkan negara-negara lain agar tidak mengambil langkah seperti itu? Untuk semua ini, ia mendapatkan Theodor Herzl Award?" --- Henryk Broder, German Political Commentator, Die Achse des Guten.
"Dan itu baru permulaan. Ada kemungkinan besar bahwa berkat politik hari ini Jerman akan menjadi Judenrein [bebas dari orang Yahudi]. Wir schaffen das (Kita bisa melakukannya)."
Kongres Yahudi Dunia baru-baru ini memutuskan hendak menghormati Kanselir Jerman Angela Merkel dengan Penghargaan Theodor Herzl-nya yang bergengsi. Keputusan itu memantik kemarahan sekaligus kebingungan di antara para pemimpin Yahudi di Amerika Serikat dan Eropa (Foto oleh Thomas Lohnes/Getty Images).
Kongres Yahudi Dunia (World Jewish Congress ---WJC) baru saja membuat keputusan untuk menghormati Kanselir Jerman Angela Merkel dengan menganugerakan Hadiah Theodor Herzl yang bergengsi. Namun, keputusan itu memicu kemarahan dan kejengkelan di kalangan para pemimpin Yahudi di Amerika Serikat dan Eropa. WJC didirikan Agustus 1936. Di Jenewa, Swiss. Pendiriannya bertujuan untuk melawan bangkitnya Adolf Hitler dan penganiayan atas masyarakat Yahudi di Eropa. Penganugerahan hadiah tahunan diberikan kepada orang-orang yang beraksi mempromosikan tujuan-tujuan dari almarhum Theodor Herzl, pendiri gerakan Zionis modern, "bagi terciptanya dunia yang lebih aman dan lebih toleran bagi masyarakat Yahudi." Menutut para pengkritiknya, Merkel tidak pantas memperoleh penganugerahan ini, Karena, menurut mereka, kebijakan domestik dan luar negerinya selama beberapa tahun terakhir membuat dunia justru menjadi kurang aman bagi masyarakat Yahudi. Kebijakan-kebijakan itu termasuk;
Lanjutkan Baca Artikel
oleh Soeren Kern • 24 Nopember 2019
Pemerintah Yunani pernah mengatakan bahwa Erdogan secara pribadi mengendalikan arus migrasi ke Yunani. Tetapi kadangkala dia membiarkannya supaya bisa menguras lebih banyak uang dan konsesi politik lain dari Uni Eropa. Selama beberapa bulan terakhir, Pemerintah Turki berulangkali mengancam akan membuka pintu-pintu banjir migrasi massal ke Yunani, dan, selanjutnya, ke seluruh Eropa lainnya.
"Jika mereka [Uni Eropa] tidak memberikan kepada kita dukungan yang perlu untuk perjuangan ini, maka kami tidak akan mampu menghentikan 3,5 juta pengungsi dari Suriah dan dua juta orang lainnya yang bakal mencapai perbatasan negara kita dari Idlib," urai Erdogan kepada massa yang berunjukrasa di Malatya, kawasan Timur Anatolia, Turki.
"Jika kami buka pintu air (migrasi), maka tidak ada Pemerintah Eropa yang mampu bertahan selama lebih dari enam bulan. Kami nasehati mereka untuk jangan main-main dengan kesabaran kami."---Menteri Dalam Negeri Turki Süleyman Soylu.
Lebih dari enam juta migran diyakini tengah menunggu di negara-negara di sekitar Mediterania. Siap menyeberang ke Eropa, menurut laporan rahasia Pemerintah Jerman yang bocor ke Surat Kabar Bild.... Lebih dari tiga juta migran lainnya sedang menunggu di Turki.
Presiden Turki President Recep Tayyip Erdoğan dan para anggota pemerintahannya lainnya sudah berulangkali mengancam hendak membanjiri Eropa dengan migran. Pada 5 September, dia mengatakan bahwa Turki berencana merepatriasi satu juta migran Suriah di sebuah "zona aman" di Suriah utara dan karena itu dia mengancam hendak membuka kembali rute para migran menuju Eropa jika tidak memperoleh dukungan internasional yang memadai untuk rencananya itu. "Ini akan terjadi. Atau sebaliknya, kami akan terpaksa membuka pintu-pintu banjir migran." Gambar: Erdoğan berbicaa di PBB, 24 September 2019. (Foto oleh Stephanie Keith/Getty Images).
Yunani sekali lagi menjadi "ground zero," titik awal krisis migrasi Eropa. Lebih dari 40.000 migran tiba di Yunani selama sembilan bulan pertama tahun 2019. Selain itu, lebih dari separuh migran tiba tepat selama tiga bulan sebelumnya, demikian menurut data baru yang dikumpulkan oleh Organisasi Internasional untuk Migrasi (International Organization for Migration -- IOM). Kedatangan migran di Yunani meningkat tajam selama tiga kwartal pertama 2019. Sebanyak 5.903 migran tiba selama Juli, 9.341 selama Agustus dan 10.294 orang tiba selama September. Peningkatan kedatangan ini bertepatan dengan berulangnya ancaman dari Presiden Turki Recep Tayyip Erdoğan beserta anggota pemerintahannya lainnya untuk membanjiri Eropa dengan migran Muslim.
Lanjutkan Baca Artikel
|