Kongres Yahudi Dunia baru-baru ini memutuskan hendak menghormati Kanselir Jerman Angela Merkel dengan Penghargaan Theodor Herzl-nya yang bergengsi. Keputusan itu memantik kemarahan sekaligus kebingungan di antara para pemimpin Yahudi di Amerika Serikat dan Eropa (Foto oleh Thomas Lohnes/Getty Images). |
Kongres Yahudi Dunia (World Jewish Congress ---WJC) baru saja membuat keputusan untuk menghormati Kanselir Jerman Angela Merkel dengan menganugerakan Hadiah Theodor Herzl yang bergengsi. Namun, keputusan itu memicu kemarahan dan kejengkelan di kalangan para pemimpin Yahudi di Amerika Serikat dan Eropa.
WJC didirikan Agustus 1936. Di Jenewa, Swiss. Pendiriannya bertujuan untuk melawan bangkitnya Adolf Hitler dan penganiayan atas masyarakat Yahudi di Eropa. Penganugerahan hadiah tahunan diberikan kepada orang-orang yang beraksi mempromosikan tujuan-tujuan dari almarhum Theodor Herzl, pendiri gerakan Zionis modern, "bagi terciptanya dunia yang lebih aman dan lebih toleran bagi masyarakat Yahudi."
Menutut para pengkritiknya, Merkel tidak pantas memperoleh penganugerahan ini, Karena, menurut mereka, kebijakan domestik dan luar negerinya selama beberapa tahun terakhir membuat dunia justru menjadi kurang aman bagi masyarakat Yahudi. Kebijakan-kebijakan itu termasuk;
- Pemerintah Jerman gagal menaklukan bangkitnya anti-Semitisme. Seluruhnya ada 1.799 kejahatan karena kebencian anti-Semitis. Jadi lima kasus kejahatan, rata-rata. Itulah yang dilaporkan di Jerman selama 2018 menurut Menteri Dalam Negeri Jerman. Angka itu merepresentasikan peningkatan 40% selama 2013, ketika 1.275 kasus itu dicatatkan. Angka kejahatan karena kebencian anti-Semit yang sesungguhnya di Jerman agaknya lebih tinggi. Sebuah survei yang dibuat oleh Badan Uni Eropa bagi Hak Funamental (European Union Agency for Fundamental Rights---FRA) yang berbasis di Wina menemukan bahwa 80% warga Yahudi yang mengaku mereka adalah korban anti-Semit tetapi tidak melaporkan kejahatan itu kepada polisi. Hampir separuh warga Yahudi yang berdiam di Jerman mengaku tidak merasa aman di negeri itu sehingga sedang mempertimbangkan untuk beremigrasi, menurut FRA.
Jerman adalah rumah bagi sekitar 120.000 warga Yahudi. Sebuah survei baru-baru ini oleh Univeristas Bielefeld menemukan bahwa 85% warga Yahudi Jerman yakin sudah ada gelombang anti-Semit di negeri itu selama 12 bulan sebelumnya. Sebanyak 70% dari orang-orang yang disurvei mengaku menghindari "simbol-simbol Yahudi yang secara publik bisa diidentifikasi". Soalnya mereka takut diserang. Sebanyak 58% responden mengaku sengaja menghindari lingkungan-lingkungan tertentu.
Walau Merkel kerapkali mengecam anti-Semitisme, pemerintahannya tidak mampu atau tidak bersedia menjalankan langkah-langkah yang efektif untuk menangani persoalan.
Pemerintah Jerman mendukung migrasi massal dari dunia Muslim. Meningkatnya anti-Semitisme di Jerman terjadi bertepatan dengan keputusan Pemerintah Jerman untuk mengizinkan lebih dari satu juta migran dari negara Muslim memasuki negara itu. Meski demikian, Pemerintah Jerman menyangkal bahwa keduanya terkait. Statistik Kementerian Dalam Negeri Jerman, misalnya, mengklaim bahwa 90% kejahatan karena kebencian anti-Semit yang dilaporkan di Jerman pada 2018 dilakukan oleh orang-orang berhaluan "esktrim kanan". Sementara, survei Universitas Bielefeld, mengungkapkan bahwa 81% serangan fisik terhadap warga Yahudi selama 12 bulan sebelumnya berkaitan dengan para penyerang Muslim.
Badan Hak Asasi Fundamental Uni Eropa (FRA) bagaimanapun, menemukan bahwa sebagian besar anti-Semitisme di Eropa masa kini dilakukan oleh imigran Muslim. Atau oleh mereka yang berhaluan kiri: . Sebanyak 30% serangan anti-Semit di Eropa selama lima tahun terakhir berkaitan dengan "para ekstremis Muslim" dan 21% dengan mereka yang "berpandangan politik sayap kiri," menurut laporan itu. Hanya 13% serangan yang dikaitkan dengan mereka yang "berpandangan politik sayap kanan." Survei FRA lain menemukan bahwa enam dari sepuluh warga Yahudi menjadi korban "kekerasan fisik anti-Semitisme" mempertautkan kejahatan itu dengan "seseorang yang berpandangan Muslim yang ekstrem."
Pemerintah Jerman mendukung resolusi anti-Israel di PBB. Pada tahun 2018, misalnya, dari 21 resolusi anti-Israel yang dibuat PBB, Jerman menyetujui 16 resolusi dan abstain pada empat resolusi lainnya. Pada bulan Mei 2016, Jerman menyetujui resolusi PBB yang memalukan, yang disponsori bersama oleh kelompok negara-negara Arab dan delegasi Palestina. Pada pertemuan tahunan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), para delegasi itu menetapkan Israel sebagai satu-satunya pelanggar "kesehatan mental, fisik dan lingkungan."
Pemerintah Jerman mendukung boikot anti-Israel. Jerman menyediakan dana jutaan euro setiap tahun bagi organisasi yang mempromosikan BDS anti-Israel (Boikot, Divestasi dan Sanksi) serta melakukan kampanye "perang melalui sistem hukum untuk melawan Israel" (lawfare), anti-Zionisme, antisemitisme dan kekerasan, menurut LSM Monitor.
Pemerintah Jerman menolak mengakui Yerusalem sebagai Ibu Kota Israel. Setelah Presiden AS Donald J. Trump memindahkan Kedutaan Besar AS ke Yerusalem Mei 2018, Merkel malah meluncurkan kampanye yang menekan untuk menghentikan negara-negara Eropa Tengah dan Timur supaya tidak memindahkan kedutaan besar mereka ke Yerusalem.
Pemerintah Jerman mendukung Perjanjian Nuklir Iran. Merkel gigih membela Perjanjian Nuklir Iran, Juli 2015. Resminya perjanjian itu dikenal sebagai Rencana Aksi Komprehensif Gabungan (JCPOA). Menurut para kritikus, perjanjian itu menempatkan Iran "di jalur sah menuju pembuatan bom." Pada Mei 2018, Presiden Trump menarik Amerika Serikat keluar dari kesepakatan lalu kembali menjatuhkan sanksi. "JCPOA memperkaya rezim Iran sehingga memungkinkan perilaku jahatnya. Pada pihak lain, pengunduran diri itu paling baik menunda kemampuannya untuk memperoleh senjata nuklir dan memungkinkannya untuk mempertahankan penelitian dan pengembangan nuklirnya," urai Trump.
Pemerintah Jerman bungkam dan lamban soal ancaman Iran untuk menghancurkan Israel. Pada 30 September 2019 lalu, Mayjen Hossein Salami, Pimpinan Korps Pengawal Revolusioner Islam Iran (IRFC) mengatakan Iran telah menciptakan kondisi-kondisi yang perlu untuk "menghancurkan Rezim Zionis yang tidak sah." Dalam pernyataannya yang diterbitkan Harian Tehran Times yang dikendalikan oleh Pemerintahan Iran, Salami mengatakan, "Rezim ini [Israel] harus dihapuskan dari peta bumi. Dan ini bukan mimpi lagi." Pada 1 Oktober, Menteri Luar Negeri Jerman melukiskan berbagai komentar Salami sebagai "retorika anti-Israel." Tetapi meski demikian, dia menolak mengecamnya sebagai "anti-Semit."
Dalam sebuah wawancara dengan Harian Jerusalem Post, Presiden LSM Monitor, Profesor Gerald Steinberg mengatakan:
"Jerman dan Merkel, khususnya, seharusnya menjadi pihak pertama yang mengecam ancaman pembantaian massal oleh Iran atas Negara Yahudi sebagai anti-Semitisme. Sebaliknya, mereka berlindung di balik omong-kosong bahwa bahasa "anti-Israel bisa dibedakan dari anti-Semitisme. Dengan cara itu, mereka justru meremehkan konsensus international di balik defenisi kerja Aliansi Mengenang Holocaust Internasional (IHRA) [yang anti-Semitisme]. Setiap aspek kampanye Iran untuk menghancurkan Israel bertumpu pada kebencian terhadap masyarakat Yahudi dan penentuan nasib sendiri nasional Yahudi. Termasuk bertumpukan pada banyak gambaran yang menggemakan propaganda Nazi. Selama masih menduduk jabatan, Merkel seharusnya memberikan prioritas yang tinggi pada upaya untuk menghapuskan kerusakan yang ditimbulkannya karena tidak berani melawan Iran."
Ketua Pusat Kajian Simon Wiesenthal, Rabbi Abraham Cooper mengatakan kepada Harian Jerusalem Post bahwa perilaku Merkel untuk "melakukan kegiatan seperti biasa terhadap Rezim Ulama Iran (Mullocracy) menjadi olok-olokan terhadap tanggung jawab historis Jerman atas masyarakat Yahudi setelah Shoah dan jaminan solidaritasnya dengan Israel."
Pemerintah Jerman berupaya supaya Iran terhindar dari sanksi AS. Pada Januari 2019, Jerman, bersama dengan Perancis dan Inggris, mendirikan INSTEX (Instrumen untuk Mendukung Pertukaran Perdagangan). Semacam sistem barter Uni Eropa yang memungkinkan perusahaan-perusahaan Eropa menghindari sanksi AS atas Iran. Presiden Dewan Sentral Yahudi Jerman, Dr. Josef Schuster lantas menyerukan supaya segera mengakhiri relasi bisnis Iran-Jerman. Ia pun menuduh bahwa perdagangan tersebut menguntungkan terorisme Republik Islam dan bertentangan dengan janji Berlin bahwa keamanan Israel tidak dapat dinegosiasikan:
"Tampaknya paradoks bahwa Jerman - sebagai negara yang konon telah belajar dari masa lalu yang mengerikan dan yang berkomitmen kuat untuk memerangi antisemitisme - adalah salah satu mitra ekonomi terkuat sebuah rezim yang terang-terangan menyangkal Holocaust dan melakukan pelanggaran HAM setiap hari. Padahal, Jerman telah memasukkan keamanan Israel sebagai bagian dari raison d'etre (baca: alasan terpentingnya). Sebagai wacana, ini seharusnya disingkirkannya ketika berbisnis dengan diktator fanatik yang menyerukan penghancuran Israel, berupaya mendapatkan senjata nuklir dan membiayai organisasi teror di seluruh dunia."
Pemerintah Jerman menolak menganggap Hizbullah sebagai organisasi penjahat. Merkel berulang kali menolak permintaan soal organisasi antek yang didukung Iran, Hizbullah. Organisasi berbasis Libanon itu memiliki lebih dari seribu mata-mata di Jerman, menurut intelijen Jerman. Merkel tampaknya enggan melarang kelompok itu karena takut memusuhi Iran.
Keputusan WJC untuk memberi penghargaan kepada Merkel memang belum resmi diumumkan. Biasanya diselenggarakan pada November. Tetapi, para tokoh Yahudi Eropa mengungkapkan bahwa mereka telah menerima undangan pribadi untuk upacara itu. Kontrovesi seputar masalah itu pun sudah diliput oleh media Israel, termasuk oleh Jerusalem Post dan Israel Hayom.
Keputusan untuk memberikan penghargaan tahun ini kepada Merkel tampaknya merupakan hasil karya Charlotte Knobloch, seorang wanita Yahudi berumur delapan puluhan yang diselamatkan dari Holocaust oleh keluarga Kristen di Franconia, sebuah wilayah di Bavaria utara. Dia aktif di komunitas Yahudi Bavaria selama lebih dari 30 tahun. Sekarang ia menjadi Ketua Komunitas Yahudi Munich dan Upper Bavaria (Israelitische Kultusgemeinde München und Oberbayern). Dia juga Komisaris WJC untuk Kenangan atas Holocaust.
Knobloch menolak keras gagasan bahwa migrasi massal dunia Muslim berkontribusi pada bangkitnya anti-Semitisme di Jerman. Sebaliknya, ia mengecam partai "berhaluan ekstrim kanan" yang anti-migrasi massal, Partai Alternatif untuk Jerman (AfD), partai terbesar ketiga di Parlemen Jerman.
Pada Oktober 2018, masyarakat Yahudi Jerman membentuk sekelompok masyarakat Yahudi dalam lingkungan Partai AfD. Namanya Juden in der AfD (Warga Yahudi dalam AfD, atau JAfD). Pembentukannya merupakan sebentuk respon terhadap kebijakan imigrasi terbuka yang dipromosikan oleh partai-partai arus utama Jerman. Sebuah kebijakan yang memungkinkan jutaan Muslim masuk negeri itu yang memicu anti-Semitisme Islam di negara itu.
Emanuel Bernhard Krauskopf, seorang Yahudi Jerman berusia 69 tahun bergabung dengan AfD pada 2013. Dikatakannya, ia mendirikan JAfD karena partai-partai arus utama Jerman tidak berbuat cukup banyak untuk mengatasi anti-Semitisme. "Setiap warga Yahudi yang dibunuh di Eropa sejak tahun 2000, dibunuh oleh kaum Fasis Islam (Islamofacists)," urai Krauskopf. Keluarga Krauskopf sendiri melarikan diri dari Polandia selama Holocaust dan kehilangan 50 anggota keluarganya di kamp-kamp konsentrasi Nazi. Ditambahkannya bahwa banyak orang Yahudi di Jerman Timur dan Barat menjadi anggota Partai AfD karena yakin bahwa migrasi massal berkelanjutan akan membahayakan masa depan kehidupan Yahudi di Jerman. Akibat pernyataannya itu, Krauskopf pun dituduh para pencelanya sebagai "Nazi Yahudi."
Kemunculan JAfD bagaimanapun menantang narasi jangka panjang yang didukung oleh lembaga politik Jerman bahwa AfD itu "anti-Semit."
Pada 2016, Knobloch menganugerahkan Medali Ohel Jakob kepada Merkel. Penghargaan dari komunitas Yahudi di Munich itu diberikan atas karya Merkel "yang mempromosikan dan melindungi kehidupan Yahudi di Jerman dan komitmennya kepada Negara Israel."
Dalam pidato penganugeraannya, Knobloch mengatakan bahwa tidak seperti pemimpin Jerman lain pendahulunya, Merkel "berdiri bersama komunitas Yahudi dan bersama Israel dengan tekad dan sikap yang tegas." Sikap ini, "merupakan ungkapan kemanusiaan dan kesadarannya terhadap tanggung jawab sejarahnya," urainya, lalu menambahkan:
"Keselamatan dan kesejahteraan setiap orang Yahudi di Jerman bagi kalian menjadi bagian dari alasan Negara Jerman. Dan itu tidak bisa dinegosiasikan. Bagi kalian, semua ini lebih dari kata-kata omong kosong."
Menanggapi Knobloch, dalam pidato penerimaan penghargaan Merkel mengatakan bahwa baginya menerima penghargaan semacam itu "tidak terbukti dengan sendirinya."
Mengingat rekam jejak panjang Merkel tentang kebijakan dan posisi anti-Israel, komentator politik Jerman Henryk Broder mengaku heran dengan keputusan WJC untuk menganugerahkan Merkel dengan Penghargaan Theodor Herzl:
"Beberapa hari lalu, saya temukan undangan di kotak surat saya yang mungkin dikirim kepada saya secara tidak sengaja. Presiden Kongres Yahudi Dunia, Ronald S. Lauder dan Presiden Komunitas Yahudi Munich dan Bavaria, Charlotte Knobloch, 'merasa terhormat' untuk mengundang saya menghadiri acara makan malam yang meriah pada saat Yang Mulia, Kanselir Republik Federal Jerman Angela Merkel menerima Theodor Herzl Award.
"Mengapa Merkel diberi Theodor Herzl Award? Karena wakilnya di PBB abstain ketika hendak menjatuhkan resolusi anti-Israel dan dengan demikian secara de facto mendukung resolusi? Karena pejabat yang sama ini menyamakan serangan roket Hamas terhadap warga sipil Israel dengan pembongkaran rumah para teroris Palestina oleh Israel? Karena tidak memindahkan Kedutaan Jerman dari Tel Aviv ke Yerusalem, seperti yang dilakukan Amerika Serikat sehingga memperingatkan negara-negara lain agar tidak mengambil langkah seperti itu? Untuk semua ini, ia memperoleh Theodor Herzl Award?"
Sikap Organisasi Zionis Amerika berbeda. Mereka mengeluarkan pernyataan yang menyatakan menentang Merkel yang menerima penghargaan:
"Organisasi Zionis Amerika (ZOA) menentang keputusan Kongres Yahudi Dunia untuk menghormati Kanselir Jerman Angela Merkel dengan Penghargaan Herzl. ZOA sangat percaya bahwa seorang pemimpin asing yang terus mendukung Perjanjian Nuklir Iran 2015 yang cacat, yang memungkinkan Rezim Iran pada waktunya menjadi negara senjata nuklir, adalah penerima yang sungguh tidak patut menerima penghargaan WJC yang paling bergengsi. "
Presiden ZOA Morton Klein menjelaskan:
"Dengan tolok ukur masuk akal manapun, sedikit sekali yang sudah Kanselir Merkel lakukan jika ada yang bisa membenarkan pemberian penghargaan ini. Tetapi ada banyak hal juga yang harus mendiskualifikasi dia sebagai kandidat untuk penghargaan ini.
"Kebijakan apa yang dia jalankan, yang WJC yakini membuat Kanselir Merkel pantas sebagai penerima penghargaan ini? Apakah karena dia menolak menutup operasi kelompok teroris Hizbullah yang berlumuran darah yang kejam di Jerman? Apakah karena dia menentang pengakuan Yerusalem sebagai Ibu Kota Israel? Apakah karena dukungannya yang keras kepala untuk perjanjian nuklir Iran yang ditentang secara bipartisan di Israel? Apakah karena klaimnya yang tidak malu-malu bahwa Iran tidak anti-Semit, meskipun negara itu berulang kali menyerukan menghancurkan Negara Yahudi.
"Apa pun yang bisa dikatakan tentang Kanselir Merkel, dia benar-benar penerima penghargaan yang tidak pantas dihiasi dengan nama bapak pendiri Zionisme Politik."
Penerbit majalah bulanan Yahudi Jerman, Jüdische Rundschau, Dr. Rafael Korenzecher, karena itu menyambut berita penghargaan Merkel dengan sebuah postingan yang sarkastik di blognya:
"Kanselir kita yang luar biasa, Frau Merkel, menerima dari perwakilan Yahudi tertinggi Penghargaan Theodor Herzl yang tinggi untuk layanannya yang khusus kepada orang-orang Yahudi dan Israel.
"Saya pikir sudah dia dapatkan. Soalnya, karena jasanya dan jasa rombongan politiknya, maka eksodus orang Yahudi dari Jerman akhirnya membawa Aliyah (imigrasi) yang signifikan ke Israel. Organisasi Zionis Jerman (ZOD) hanya bisa memimpikan tingkat keberhasilan seperti itu dalam semua dekade kerja di negara ini.
"Dan itu baru permulaan. Ada kemungkinan besar bahwa berkat politik hari ini Jerman akan menjadi Judenrein [bebas dari orang Yahudi]. Wir schaffen das (Kita bisa melakukannya)."
Soeren Kern adalah Mirta Senior Lembaga Kajian Gatestone Institute yang berbasis di New York.