Tanggal 25 April 2019."Penduduk Desa Kristen Jifna dekat Ramallah yang ketakutan" tulis sebuah berita, "diserang oleh para lelaki Muslim bersenjata....setelah seorang wanita desa itu melaporkan kepada polisi bahwa anak seorang pemimpin kenamaan yang berafiliasi dengan Fatah menyerang keluarganya." Para lelaki bersenjata itu "meminta penduduk [Kristen] untuk membayar jizya, semacam pajak kepala yang sepanjang sejarah ditetapkan atas kaum minoritas non-Muslim di bawah kekuasaan Islam." Foto: Sebuah gereja di Jifna. (Sumber foto: Soman/Wikimedia Commons). |
Pembantaian Umat Kristen
Sri Lanka: Minggu Paskah 2019. Para teroris Islam melancarkan kampanye pemboman atas umat Kristen. Jumlah korban yang meninggal dunia mencapai 253 orang. Dengan ratusan lebih orang lain terluka. Ada delapan ledakan terpisah terjadi. Sedikitnya ada bom bunuh diri: tiga bom menyasar gereja-gereja yang tengah merayakan Misa Minggu Paskah. Empat ledakan menyasar hotel-hotel yang kerapkali dikunjungi oleh para turis Barat. Peristiwa itu mungkin terkait dengan liburan Paska. Satu ledakan terjadi di sebuah rumah. Menewaskan tiga polisi selama operasi kemanan. Sedikitnya, 39 orang asing – termasuk warga negara Amerika Serikat, Inggris, Austalia, Jepang, Denmark dan Portugal --- ada di antara orang-orang yang meninggal dunia.
Sebagian besar kematian terjadi dalam tiga pemboman gereja. Yang pertama terjadi di Gereja St. Sebastianus, sebuah Gereja Katolik di Negombo. Di sana, lebih dari 100 umat Kristen terbunuh. Di Gereja St. Antonius, sebuah Gereja Katolik lain di Kolombo, ibukota negeri itu, sedikitnya 52 orang dibunuh. Dan di Gereja Injili Zion, sedikitnya 28 orang dibunuh.
"Saya tidak punya kata-kata untuk bisa mengungkapkan kepedihan saya," urai seorang pria Kristen penyintas pembom di Gereja Katolik St. Sebastianus di Negombo:
"Kami kehilangan banyak orang....Aroma daging ada di mana-mana sekitar saya. Kami ini komunitas cinta damai dalam kota kecil ini. Tidak pernah kami menyakiti orang. Tetapi kami tidak tahu dari mana banyak kebencian ini berasal. Kota ini menjadi makam. Darah dan jenasah bergelimpangan di mana-mana. Sejak tiga tahun silam, kami tidak tahu mengapa, tetapi kami lihat cara berpikir ekstremis berkembang di antara kaum Muslim. Saya kenal banyak kaum Muslim yang baik. Tetapi ada banyak juga yang membenci kami. Mereka tidak ada sebelumnya. Dalam tiga tahun ini kami melihat ada bedanya."
"Manusia terpotong-potong," kenang Silvira, 26 tahun, terkait dengan pemboman Gereja St. Antonius di Kolombo. "Darah berceceran di mana-mana. Saya tutup mata anak saya. Dia saya bawa keluar gereja, melewati jenasah seorang anggota keluarga, lalu kembali masuk mencari keluarga saya."
Nigeria: Minggu 14 April 2019. Para pengembala Muslim membantai 17 umat Kristen ketika mereka tengah berkumpul setelah seorang bayi dibaptis di sebuah gereja. Ibunda bayi ada di antara orang-orang yang dibantai. Sang ayah dibawa ke rumah sakit dalam kondisi kritis.
Pada 17 April 2019, kaum militan Fulani melancarkan serangan terhadap sebuah desa mayoritas Kristen. Empat orang dibunuh, enam terluka. Lebih dari seratus rumah dan lumbung penyimpangan makanan dibakar.
Pada 19 April, para perazia Muslim membunuh 11 umat Kristen yang tengah kembali dari Ibadat Jumad Agung (sebelum Paskah) Mereka juga menculik kemudian membantai seorang wanita Inggris petugas pemberi bantuan (aid worker).
Pada Minggu, 1 April, sepuluh remaja laki-laki dibunuh ketika tengah mengikuti prosesi Paskah. Dalam emailnya, Emmanuel Ogebe, seorang pengacara hak asasi manusia Nigeria menjelaskan,
"Pembunuhan Pekan Suci (baca: Minggu sebelum Paskah) di Nigeria tidak menjadi berita utama media massa seperti yang terjadi di Sri Lanka. Tetapi umat Kristen Nigeria sedang sekarat menunggu mati akibat 1000 sayatan luka karena berangsur-angsur dilukai."
Penulis sebuah berita terpisah yang terbit 21 April lalu, seorang pria Kristen Nigeria, berbicara tentang terus berlangsungnya pembunuhan umat Kristen di sana:
"Selama melakukan penyidikan atas kekerasan anti-Kristen di seluruh Nigeria, saya sudah menyaksikan hal-hal yang membuat saya menangis. Sudah saya masuki kamar dan rumah yang penuh genangan darah. Sudah saya saksikan jenazah yang ditembak dan dibantai; jenazah wanita hamil yang perutnya dipaksa dirobek [sic], jenazah-jenazah bayi belum lahir dilemparkan keluar; rumah-rumah dihancurkan: kuburan-kuburan massal. Dalam beberapa serangan ini, seluruh keluarga dibunuh. Dalam suatu kunjungan ke sebuah negara bagian di Nigeria, saya bepergian ke 13 desa yang sunyi pasca-serangan para penggemba. Di negara bagian lain, saya kunjungi delapan gereja yang dibom dalam sehari. Dan di satu kota saya saksikan, hanya empat umat Kristen yang lolos dari pembantaian Boko Haram. Mereka bersembunyi setelah semua umat Kristen lain meninggalkan tempat itu."
Berita lain mengutip reaksi seorang pastor lokal Nigeria soal serangan gereja lainnya pada Bulan April:
"Pasca-serangan itu, saya datang mengunjungi desa-desa dalam kawasan dua mil sekitar gereja saya. Sudah seperti makam saja. Soalnya, puluhan orang dibunuh. Saya punya puluhan anak kecil, tidak ada peralatan sekolah, tidak ada seragam dan bangku sekolah. Saya perlu membangun sekolah untuk mereka."
Kerajaan Inggris: Sebuah pengadilan di Inggris "menjatuhkan hukuman penjara kepada seorang pencari suaka Muslim dari Iran," tulis sebuah berita, 5 April lalu, "karena menikam istrinya sampai mati. Sebagian lagi alasannya karena dia, sang isteri beralih menjadi Kristen." Dana Abdullah, 35 tahun, menikam Avan Najmadiein, istrinya yang orang asing. Ibu empat anak berusia 32 tahun ditikam sebanyak 50 kali dengan pisau dapur karena sang wanita menolak mendukung pengajuan suakanya. Dia kemudian dideportasi dari Inggris pada 2013 lalu karena secara seksual menyerang seorang gadis 13 tahun namun sudah kembali ke Inggris secara illegal. Dan kini dia "mengancam hendak membunuh isterinya karena "mempermalukannya" dengan menjadi Kristen, urai pihak berwenang." Seorang detektif yang terlibat dalam kasus itu menjelaskan Abdullah sebagai seorang "laki-laki sombong dan suka mengendalikan orang lain," yang "membunuh Najmadiein karena jengkel dengan penolakannya. Wanita itu menolak mendukung permohonan suakanya serta peralihannya menjadi Kristen." Abdullah dijatuhi hukuman sampai minimal 18 tahun satu bulan di penjara.
Serangan atas Gereja dan Salib
Italia: Seorang migran Muslim berusia 37 tahun di Roma ditangkap. Karena berupaya melakukan aksi bunuh diri setelah dia menikam seorang pria Kristen di lehernya. Karena pria itu memakai kalung salib di lehernya. "Kebencian karena agama" dikutip sebagai "faktor pengganggu" dalam kejahatan ini.
Beberapa hari sebelumnya, sebuah berita terpisah mencatat bahwa "salib-salib di atas kuburan di sebuah pemakaman Italia di Pieve di Cento ditutupi dengan kain hitam supaya tidak menyakit perasaan hati orang-orang yang mungkin berasal dari agama lain." Pernyataan itu jelas merujuk kepada kaum migran Muslim. Beberapa dari mereka diketahui menodai makam-makam Kristen. "Makam" berita itu menambahkan, "juga sudah memasang tirai otomatis di kapel (terletak dalam kompleks makam dan digunakan di Eropa dan Amerika sebagai tempat upacara pemakaman, J.E.L.), karena sedang direnovasi supaya bisa menyembunyikan simbol-simbol Gereja Katolik Roma ketika ada upacara yang melibatkan denominasi lain."
Indonesia: Beberapa salib di Pemakaman Kristen Bethesda di Mrican, Jogyakarta, dirusak, dipatahkan dan dibakar di kawasan populasi Muslim terpadat ini. Penjaga makam mengaku, "Selama sepuluh tahun sejak dia menjalani pekerjaan ini, tidak pernah dia melihat ada aksi vandalisme seperti itu." Berita mencatat bahwa;
" insiden itu masuk dalam daftar panjang kasus intoleransi yang terjadi dalam beberapa bulan terakhir....Pada Desember 2018, beberapa penduduk di Purbayan memotong bagian atas salib yang dipasangkan di makam Albertus Slamet Sugihardi, setelah memberi tahu jandanya, Maria Sutris Winarni, bahwa pemakaman itu 'digunakan eksklusif oleh kaum Muslim.' Sebelum itu, keluarga Katolik itu dipaksa mengadakan pemakaman sendiri guna menghindari ketegangan dengan komunitas Islam. Beberapa minggu kemudian, makam-makam Kristen dirusak di beberapa pemakaman di Magelang, 30 kilometer utara Yogyakarta, Jawa Tengah. "
Jerman: Sambil memaki-maki "allah babi"-korbannya, segerombolan migran Muslim menghajar dan berulangkali menikam seorang pria yang tidak punya tempat tinggal tetap di Berlin. Tampaknya karena dia memperlihatkan beberapa simbol Kristen. Menurut berita,
"Anak-anak muda yang berbahasa Arab tertangkap basah dalam video tengah menyerang dan menikam seorang pria Berlin yang tidak punya tempat tinggal tetap. Pers Jerman berspekulasi aksi itu sebagai serangan bermotifkan sikap anti-Kristen...Setelah secara fisik menyerang korban, salah seorang dari laki-laki itu mengeluarkan pisaunya lalu menikamnya beberapa kali. Kemudian meninggalkannya dengan luka-luka serius pada pantat, paha, lengan, demikian dikatakan oleh para penyidik."
Kata-kata Arab yang mereka teriakan diterjemahkan sebagai "Kami perkosa saudarimu. Kami bunuh kau!" dan "Allah babimu, kami perkosa Allah babimu!" Berita itu menambahkan bahwa "insiden ini bukanlah yang pertama, di mana seorang umat Kristen berlatarbelakang migran diserang secara fisik oleh anak-anak muda berbahasa Arab karena memperlihatkan simbol-simbol Kristen di depan umum di Ibukota Jerman. Baru-baru ini, seorang berusia 39 tahun dipukul karena memakai kalung salib."
Terpisah, di Jerman juga, seorang laki-laki migran, tampaknya keturunan Somalia, memasuki sebuah gereja di Munich ketika Ibadat Paskah (Easter Mass) sedang berlangsung. Ia lemparkan benda-benda berbahaya kepada jemaat (beragam dijelaskan sebagai batu atau kembang api) sambil berteriak, "Allahu akbar." Jemaatpun tergesa-gesa meninggalkan keranjang makanan mereka di lantai dan dalam keadaan panik berlari keluar gereja. Beberapa jemaat terluka; anak-anak ditinggalkan dalam "keadaan shock." Pihak berwenang menyimpulkan bahwa laki-laki migran itu "sakit mental" dan karena itu tidak bertanggung jawab terhadap tindakannya.
Mesir: Usai sekelompok besar massa Muslim menganiaya dua umat Kristen, seorang imam Koptik di depan 200 anak-anak yang ketakutan yang berkumpul untuk mengikuti pelajaran Alkitab, pihak berwenang menanggapinya dengan menangkap pastor Kristen yang dianiaya serta menutup gereja mengikuti keinginan massa. Sehari sebelumnya, walikota melihat kelanjutan pembangunan gereja itu. Marah dengan apa yang dianggapnya sebagai "bangunan tambahan" yang tidak bisa diterima, walikota lantas menuding pihak gereja "berkhianat." Dan itu membuat kaum Muslim setempat menentang pembangunan gereja. Pada titik itu, menurut berita,
"Dewan kota langsung datang. Mereka menghentikan pengerjaan gereja dan menyita bahan-bahan bangunan termasuk semen serta besi bangunan. Keesokan harinya pada pukul 4 petang...puluhan demonstran yang marah berusaha memasuki kompleks gereja tetapi tidak bisa masuk melewati pintu besi. Sambil membawa pentung dan parang, mereka mulai berteriak, mengutuk dan melemparkan bangunan itu dengan batu, demikian dikatakan oleh Lembaga Swadaya Masyarakat Solidaritas Koptik. Pasukan tambahan pun datang. Pastor Basilious dihajar ketika dia dan dua pastor lain dibawa keluar dari gereja yang sedang dibangun. Para orangtua beserta pemimpin gereja tak mampu memindahkan 200 anak kecil dari warga desa yang marah namun bernyanyi-nyanyi sampai pasukan keamanan membubarkan massa. Meski menyaksikan aksi penganiayaan pastor, polisi tidak melakukan penangkapan terhadap massa. Pastor Basilious dan Pastor Bakhoum malah dibawa untuk diinterogasi sampai sore. Polisi mengeluarkan perintah penutupan gereja itu tanpa batas waktu, menghentikan penyidikan dan membekukan semua aktivitas gereja berusia 10 tahun itu, termasuk tempat penitipan anak dan Sekolah Minggunya."
Seorang wanita Kristen setempat mengatakan, "Emosi yang terkuat dalam insiden itu adalah anak-anak mengenang insiden itu secara nyata. Mereka saksikan kaum ekstremis menyerang gereja dan bagaimana mereka melukai para pastor. Insiden ini bakal melukai mereka secara psikologis pada masa datang." Ini situasi yang sangat keras," ungkap yang lainnya. "Kalian bisa lihat anak-anak berdoa sambil menangis karena perasaan takut mereka...sangatlah menyakitkan bagi kami sebagai umat Kristen secara pribadi. Saya tidak percaya kepada janji-janji pemerintah. Tetapi kami harus terus berdoa supaya gereja bisa dibuka kembali."
Amerika Serikat Amerika: Sebuah Gereja Presbyterian di Midway, South Carolina, AS dirusak. Aksi itu juga mencakup pemecahan kaca-kaca gereja yang sudah berusia 125 tahun. Tulisan semprotan cat berwarna hitam di sisi gereja adalah, "TUNDUK KEPADA ALLAH LEWAT ISLAM" dan "MUHAMAD ADALAH NABINYA." "Sangat mengganggu. Soalnya, kami merasa sepertinya ini tindak pribadi. Kami tidak bisa minta pertanggungjawaban kelompok agama manapun atas kasus itu," urai Bob Harrell, seorang pemimpin gereja. "Kami pikir, sangat mungkin itu adalah beberapa anak muda yang salah didik."
Serangan atas Umat Muskim yang beralih masuk Kristen
Kyrgyzstan: Tiga laki-laki Muslim nyaris memukul sampai mati seorang mantan Muslim karena dia beralih masuk Kristen. Setelah mereka menerobos masuk ke dalamnya Eldos, yang berusia 20 tahunan,
"Mereka meneriakinya. Kata mereka, dia kafir. Dan bahwa dia mengkhianati Islam (pandangan Islam klasik tentang Muslim yang meninggalkan Islam). Mereka mencoba memaksanya mengucapkan Kalimat Syahadat, yang dianggap sebagai bertobat atau kembali bertobat kepada Islam. Tetapi Eldos dengan berani menolak. Mereka kemudian berulangkali menendang kepalanya ketika dia terbaring tak berdaya di lantai, mematahkan rahangnya, menghancurkan gigi sehingga membuatnya sampai nyaris tidak sadarkan diri. Mereka kemudian mengancam akan kembali untuk membunuhnya jika dia tidak meninggalkan desa pagi itu. "
Eldos melaporkan kejadian itu ke pihak berwenang setempat. Tetapi hanya untuk mengetahui bahwa mereka memihak para penyerang. Dia sendiri malah "ditahan selama sepuluh jam di kantor kejaksaan di Ibukota Bishkek oleh pengacara para penyerang. Pengacara itu mencoba memaksa Eldos membatalkan tuntutan terhadap tiga pria yang dengan kejam menyerangnya." Di antara ancaman yang dibuat selama penganiayaan atasnya, pengacara pembela mengatakan kepada Eldos, "Kami mau jebloskan kau ke dalam penjara. Dan kau akan mengemis pada saya agak kau bisa hidup." Eldos dan pamannya, yang juga pindah agama menjadi Kristen, melarikan diri dari negara mayoritas Muslim itu dua hari kemudian.
Uganda: Seorang mantan imam Muslim yang secara rahasia berpindah menjadi Kristen, Sheikh Hassan Podo, 28, mengisahkan apa yang menimpanya setelah seorang informan mengatakan kepada keluarganya bahwa ia tidak sholat di masjid dan terlihat memasuki sebuah gereja. "Saudara-saudara lelaki saya segera mulai mengepung saya, sambil membawa tongkat. Sulit untuk lari [dari rumah keluarga]. Mereka mulai berteriak-teriak, memukul dan memaki-maki saya sebagai 'kafir' dan musuh Agama Islam." Seorang warga setempat mendengar "teriakan keras yang berasal dari rumah Podo. Para tetangga yang berdatangan di lokasi serangan itu pun sangat khawatir. Mereka kemudian membantu Podo melarikan diri. Badannya berdarah-darah saat melarikan diri menyelamatkan nyawanya. Belakangan dia ditemukan tergeletak dalam genangan darah, satu kilometer dari rumahnya, Tidak sadarkan diri." Istri dan dua anaknya berhasil melarikan diri ke tetangga Kristen terdekat. Podo segera dilarikan ke klinik, tempat dia dirawat karena luka di kepala dan tubuhnya. Dua hari kemudian dia dipulangkan ke rumah seorang pendeta. Menurut pendeta, ayah Podo sejak itu mengumpulkan sekelompok Muslim dari masjid yang berbeda "untuk memburu nyawa putranya, menyatakan fatwa. Juga tidak menganggapnya sebagai anak. Tanah yang menjadi hak Podo diberikan kepada saudara-saudaranya karena dia dianggap membawa nista agama ke dalam keluarga."
Kenya: Charles Ndingi Mudasir, seorang mantan Muslim yang beralih menjadi Kristen pada 2014 silam, membagikan beberapa dari apa yang terjadi ketika ayahnya tahu bahwa murtad dari Islam:
"Satu Minggu pagi, [ayahku] mengikuti saya dari belakang. Dia saksikan saya masuk gereja. Sore itu, dia memanggil dua imam dan paman-paman saya. Mereka semua merendahkan martabat saya, dengan pukulan, tamparan dan cambukan. Saya mereka sebut kafir...Mereka paksa saya mengulangi Kalimat Syahafat [beberapa kali]. Tanpa belas kasihan, mereka terus menghajar saya. Ayah yang marah menghajar kepala saya. Saya pingsan. Saat sadar, saya mendapati diri terkunci dalam sebuah ruangan gelap. Badan saya sangat kesakitan. Tersadar, saya tahu, saya masih seorang Kristen dan jika mati saya masuk surga. Sesudah dua hari saya dibebaskan. Hidup tidak pernah sama lagi. Saya tidak diijinkan meninggalkan kompleks itu pada Hari-Hari Minggu."
Kemudian, "pada 2015, ayah mengatur supaya saya dan paman saya Mohamad bepergian ke Qatar. Sebulan kami ada di sana lalu kembali ke Kenya," lanjut Charles. Tatkala sedang berada di Bandara bersama pamannya, Charles bertanya kepada saudaranya mengapa dia menangis:
"Saudara saya, yang masih Muslim, kasihan kepada saya. Dia [memberitahu saya] rencana yang sudah ayah siapkan. Minta supaya saya dipenggal di Qatar karena menolak kembali menganut Islam. Dengan sangat cepat, saya pun melarikan diri dari paman di Bandara. Saya tergesa-gesa kembali ke gereja."
Belakangan, "tatkala sedang berselancar di sebuah kafe internet di Mombasa [dengan] teman masa kanak-kanak, beberapa orang menbekap menutup mata saya. Mereka menyeret saya menuju sebuah mobil yang sedang menunggu," urai Charles:
"Saya dibawa berputar-putar oleh orang-orang [yang] memuji Allah karena berhasil menemukan saya. Akhirnya, saya dibawa ke sebuah masjid. Ikatan penutup mata saya pun dilepas...Belakangan saya dipindah ke rumah lain dan dikunci dalam sebuah ruangan kecil yang gelap. Tujuh hari saya diberi kesempatan bertobat dan kembali di-Islam-kan. Tiap hari, saya diberi pil biru dengan sedikit air. Para penangkap mengatakan ayah mengirim pil itu guna membantu saya melepaskan sikap tidak percaya dari kepala saya yang tebal. Ya, ayah lagi. Hati saya tambah kecut....Pada hari kedelapan, saya diberitahu bahwa mereka akan membawa saya ke masjid, untuk dibunuh atau [untuk dibuang setelah] menyuntikkan racun ke dalam tubuh saya. Saya sadar, akhir hidup saya sudah sangat dekat. Saya pun mengucapkan doa terakhir saya minta dibebaskan dari cakar-cakar musuh atau sambutan yang ramah di hadirat Allah surgawi. Tuhan menjawab doa saya. Para penangkap bertanya ke mana saya ingin pergi. Kepada mereka saya katakan ingin pergi ke South Coast.
Mendengar jawabannya, dia pun sekali lagi ditutupi matanya, didorongkan ke dalam mobil, dibawa ke South Coast. Saya dibuang dekat Word of Life di Mombasa.
Diskriminasi dan Penganiayaan Umum
Otoritas Palestina: Tanggal 25 April. "Penduduk Desa Kristen Jifna dekat Ramallah yang ketakutan," tulis sebuah berita, "diserang oleh orang-orang Muslim bersenjata.... setelah seorang wanita dari desa tersebut melaporkan kepada polisi bahwa putra seorang pemimpin terkemuka yang berafiliasi dengan Faksi Fatah menyerang keluarganya. Menanggapi laporan itu, puluhan laki-laki anggota Fatah bersenjata datang ke desa. Mereka menembakkan ratusan peluru ke udara, melemparkan bom bensin sambil meneriakkan kutukan sehingga beberapa bangunan umum rusak parah. Mukjizatlah bahwa tidak ada yang mati atau terluka. " "Para perusuh," lanjut berita itu lagi, "meminta penduduk [Kristen] untuk membayar jizya — semacam pajak kepala yang dipungut sepanjang sejarah pada minoritas non-Muslim di bawah pemerintahan Islam. Para korban terakhir jizya adalah komunitas Kristen di Irak dan Suriah di bawah pemerintahan ISIS. " Selain itu, seperti yang seringkali terjadi ketika Muslim menyerang umat Kristen di negara-negara Islam, "Terlepas dari permintaan warga [Kristen] untuk meminta bantuan ... polisi PA tidak melakukan intervensi selama jam-jam kekacauan meledak. Mereka belum menangkap satu tersangka pun."
Malaysia: Setelah pindah ke sebuah desa Muslim, Slamet Sumiarto, seorang seniman Katolik dan keluarganya "diusir dari sebuah desa karena mereka bukan Muslim." Sumiarto membuat video tentang situasi tersebut:
"Saya baru saja pindah ke sini, ke Pleret membawa semua barang dan lukisan saya ke Karet. Hari ini saya sangat sedih setelah tahu bahwa saya tidak punya 'hak' untuk tinggal dan hidup di sini hanya karena saya bukan Muslim dan seluruh keluarga saya Katolik. Dari sudut pandang emosional, saya benar-benar lelah dengan pengalaman yang tidak terduga ini. Istri dan anak-anak saya yang malang dan saya sendiri berharap bisa segera menemukan solusi yang baik untuk masalah ini sehingga saya bisa tinggal di sini, di rumah sewaan di Pleret ini. "
Beberapa pejabat setempat kemudian mencoba terlibat dalam kasus itu setelah melihat video. Namun, pada akhirnya, Sumiarto dan keluarganya memilih untuk berhati-hati lalu pindah.
Pakistan: Karena identitas Kristennya, Kenneth Johnson, seorang Kristen berusia 27 tahun diserang dan dihajar oleh beberapa Muslim. Mereke menyerang menghajarnya ia berusaha membuka toko kelontong kecil. Menurut Johnson, seorang buruh tani miskin yang merawat tiga anaknya,
"Saya perlu waktu sekitar satu tahun untuk menabung mempersiapkan dana yang dibutuhkan untuk membuka toko kelontong. Namun, umat Kristen di masyarakat Islam ini tidak diijinkan untuk memulai sebuah usaha. Pelanggan sedang ada di toko ketika Fiaz Khattak memimpin sekelompok orang bersenjata sekitar selusin Muslim [sic]. Mereka menyerang toko, merusak barang, memukul saya, menghina umat Kristen dan Agama Kristen. Bagaimanpun, saya berhasil melarikan diri dari tempat kejadian dan melindungi diri sehingga tidak mengalami luka-luka yang serius."
Kepada Johnson, kaum Muslim menyampaikan kata-kata, "Berani-berainya kau, orang Kristen, memulai bisnis toko kelontong di desa ini. Kau lahir untuk bersih-bersih jalan dan rumah-rumah kami. Bukan untuk berbisnis," lanjut Johnson:
"Polisi tidak tiba di tempat kejadian pada waktunya, ketika kami menelepon jalur bantuan. Alih-alih melakukan tindakan hukum, perwira polisi merujuk kasus itu kepada pemimpin komunitas. Namun, pemimpin komunitas bahkan lebih tidak berdaya lagi di depan seorang tokoh Muslim yang berpengaruh. Karena itu, saya tidak merasa lega. Sangatlah sulit bagi umat Kristen untuk memajukan hidup mereka sendiri. Hak mereka dicabut dan ditakut-takuti pada berbagai tingkat dan mengalami diskriminasi. Kaum Muslim sering menolak memberikan peluang kepada umat Kristen. Sebaliknya, mereka menghambat untuk mempertahankan mereka tetap berada di posisi yang rendah dalam masyarakat."
Mesir: Tanggal 16 April lalu, parlemen Mesir mengesahkan rancangan akhir amandemen yang diusulkan terhadap Konstitusi Mesir tahun 2014. Walau Pemerintahan Sisi sudah menegaskan bahwa perubahan konstitusi ini bakal membantu menjamin hak umat Kristen, bahasa akhir konstitusi mengecewakan banyak umat Koptik. Berdasarkan Pasal 244 ---- satu-satunya pasal yang membahas tentang umat Kristen --- "negara akan menjamin bahwa kaum muda, umat Kristen, warga asing (ekspatriat) dan Mesir yang terganggu secara fisik, terwakili seusai dengan undang-undang yang mengatur aspek ini (perwakilan yang memadai)." Selain menyamakan umat Kristen dengan kaum cacat dan anak-anak di bawah umur, "bahasa konstitusi itu sendiri dalam dirinya problematik karena populasi Kristen dianggap rahasia negara dan karena itu tidak mungkin memastikan seperti apa perwakilan yang wajar itu bagi kaum beriman," tulis sebuah berita.
"Sebagian besar orang Kristen Mesir tinggal di Kegubernuran Minya. Di sana, mereka diyakini mewakili hampir 50% dari populasi. Perubahan konstitusi yang diusulkan juga mengabaikan tantangan lain yang dihadapi umat Kristen. Seperti misalnya diperlakukan sebagai warga negara kelas dua dan sulit mendapatkan persetujuan atas gereja baru. "
***
Raymond Ibrahim, pengarang buku baru, Sword and Scimitar, Fourteen Centuries of War between Islam and the West (Pedang dan Badik, Empatbelas Abad Perang Antara Islam dan Barat). Ia adalah Distinguished Senior Fellow di Gatestone Institute dan di the Middle East Forum.
Tentang Seri Ini
Memang tidak semua, atau bahkan tidak bisa dikatakan sebagian besar, kaum Muslim terlibat namun penganiayaan terhadap umat Kristen terus meningkat. Seri "Kaum Muslim Menganiaya Umat Kristen" dikembangkan untuk mengumpukan berbagai contoh aksi penganiayaan yang mengemuka setiap bulan walaupun tentu saja tidak semua.