Seorang pastor Katolik di Milk Groto di Betlehem (gambar) menderita luka-luka ringan, 1 Juni lalu ketika seorang laki-laki menghajarnya dengan apa yang tampaknya sebuah pisau. (Sumber gambar: Bashar Nayfeh/Wikimedia Commons). |
Jihad terhadap umat Kristen Nigeria
Dalam apa yang disebut oleh Asosiasi Kristen Nigeria sebagai "pembantaian murni," sebanyak lebih dari 238 umat Kristen terbunuh dan berbagai gereja dinajiskan oleh kaum Muslim sepanjang Juni tahun ini. Ini mengakibatkan angka kematian umat Kristen mencapai lebih dari 6.000 orang antara Januari hingga Juni 2018 saja. Menurut sebuah pernyataan bersama oleh Asosiasi Kristen, sebuah kelompok yang melindungi berbagai denominasi Kristen, "Tidak diragukan lagi bahwa berbagai serangan itu bertujuan melakukan pembasmian etnis, merampok tanah sekaligus menolak pribumi Kristen dari tanah dan warisan nenek moyang mereka." Dalam salah satu serangan, "lebih 200 orang terbunuh secara brutal dan gereja-gereja kami dihancurkan. Badan-badan keamanan sama sekali tidak mau campur tangan meski ada permintaan penuh kesedihan disampaikan kepada mereka."
Mayoritas 6.000 umat Kristen yang dibunuh tahun ini sebagian "besar adalah anak-anak, wanita dan para lansia ...Yang sedang terjadi... di Nigeria murni genosida/pembantaian etnis yang harus dihentikan segera." Rincian pembunuhan atas ribuan orang itu, meski jarang diberikan, kerap mengerikan. Banyak korban ditetak atau dipenggal dengan parang; yang lain dibakar hidup-hidup (termasuk dalam gereja atau rumah-rumah yang terkunci). Para wanita kerapkali diserang secara seksual atau diperkosa sebelum dibantai.
Serangan Islam yang tidak berhenti menyebabkan populasi umat Kristen di negara Afrika Barat merosot --- sampai pada tingkat musnah pada tahun 2043, urai Bosun Emanuel, Sekretaris Forum Penatua Kristen Nasional Nigeria meningatkan. Pada 23 Juni lalu, dia diberitakan mengatakan bahwa Pemerintahan Presiden Muhammadu Buhari yang kini berkuasa di Nigeria "secara terbuka mengejar agenda anti-Kristen sehingga tidak terhitung jumlah pembunuhan atas umat Kristen di seluruh penjuru negeri termasuk perusakan komunitas-komunitas Kristen yang rawan diserang." Dengan demikian, "gereja diperlemah sehingga tidak mampu menghadapi musuhnya. Secara realistis bisa dikatakan, Agama Kristen sudah berada di ambang musnah di Nigeria. Berkuasanya ideologi Shariah di negeri itu memberikan alarm angka kematian bagi Gereja Nigeria."
Muslim Menyerang Gereja Kristen
Bosnia: Sejumlah orang tidak dikenal membakar sebuah Gereja Orthodoks Serbia di kota mayoritas Muslim yang padat penduduk, Visoko. Serangan berbuntut pembakaran itu terjadi kira-kira Minggu dinihari, 24 Juni. Menurut berita, "sebagian besar barang-barang dalam Gereja Kelahiran Bunda Tuhan (Nativity of the Theotokos) beserta sebagian atapnya dihancurkan. Berbagai ikon dan buku suci termasuk dalam berbagai barang yang dirusak... [B]agian utama altar dirusak." Bahwa gereja itu baru "diperbaiki selama dua tahun" mungkin perlu diungkapkan. Dan menurut Regulasi Umar (Conditions of Omar) yang berisi kutipan persyaratan yang diskriminatif, umat Kristen harus patuh supaya bisa hidup di bawah kekuasaan Islam. Umat Kristen dipersyaratkan "untuk tidak boleh mendirikan gereja di kota kami – atau biara rahib/ rubiah (monastery), biara, rumah rahib/rubiah di daerah sekitarnya --- dan tidak boleh perbaiki semua yang runtuh atau yang berada di kawasan Muslim."
Indonesia: Umat Muslim setempat memaksa sebuah Gereja Kristen lain di Banjarmasin ditutup. "Kaum Muslim mengklaim bahwa persetujuan yang diberikan kepada gereja oleh pihak yang berwenang setempat tidak sah dan harus dibatalkan," ungkap sebuah berita." Akibat ketegangan yang meningkat, gereja menghentikan pelayanannya, membiarkan 100 jemaahnya yang kuat tidak punya tempat di mana pun untuk bertemu." Undang-undang Indonesia mempersyaratkan sedikitnya 60 keluarga non-Kristen setempat untuk menandatangani surat persetujuan sebelum permohonan gereja Kristen diterima. ---itu artinya para penandatangan adalah umat Muslim. Akibat persyaratan seperti ini, gereja lain yang didirikan tahun 1995 di kota yang sama terpaksa memindahkan tempat pertemuannya tujuh kali. "Umat Kristen terdiri dari sedikitnya 15% populasi Indonesia. Sampai satu generasi lalu, umat Kristen dan Muslim hidup damai dan sederajat," urai berita tersebut. "Bagaimanapun, umat Kristen kini menghadapi diskriminasi dan kekerasan. Ada sejumlah serangan atas gereja, termasuk tiga bom bunuh diri di gereja yang dilakukan oleh para anggota keluarga yang sama, Minggu. 13 Mei 2018 lalu."
Pakistan: Setelah berbulan-bulan masyarakat setempat dirundung, umat Kristen akhirnya diperintahkan untuk menghancurkan gereja mereka. Termasuk di dalamnya, pemberitahuan supaya "mencopot semua tanda Agama Kristen yang kelihatan dari gereja mereka. Alasannya, karena "kaum Muslim mayoritas di desa itu [dan] kami tidak bisa ijinkan ada gereja di sini," mengutip pernyataan seorang pemimpin Muslim setempat. Dikatakannya, empat puluh keluarga Kristen perlu membangun gereja di luar desa. "Ketika gereja itu selesai dibangun, kami akan minta umat Kristen membuat perjanjian bahwa mereka menjual bangunan gereja ini atau sedikitnya bangunan gereja dan salibnya dibongkar," urainya. Gereja itu milik Persekutuan Injil Sepenuh, sebuah kelompok gereja evanggelis yang bekerja di Pakistan dan dibangun di atas tanah milik [seorang] umat Kristen berusia 70 tahun" yang mewariskannya kepada gereja, urai sebuah berita. Menurut Rafaqat Masih, yang merepresentasikan perjuangan Umat Kristen: "Pembangunan gereja dimulai tahun 2012. Kami sudah mengadakan ibadah-ibadah sejak itu. Tetapi, Desember 2016, kaum Muslim lokal melarang. Mereka ajukan permohonan menentang kami di kepolisian setempat. Pada saat itu, tercapai kesepakatan sehingga kami boleh kembali mulai beribadat. Tetapi, sekali lagi, Desember 2017, mereka mengajukan permohonan pada pihak kepolisian setempat setelah kami diminta datang dan disuruh menandatangani kesepakatan "menghentikan semua pengggunaan bangunan sebagai gereja." Setelah umat Kristen diperintah untuk menghadiri pertemuan lain, pada tanggal 2 Juni, Masih mengatakan:
"Kami dipaksa menghancurkan bangunan gereja yang ada. Dan sebagai penggantinya ini, mereka mengijinkan kami membangun gereja di tanah pemerintah di luar desa yang diperuntukkan untuk membangun sekolah. Mereka tidak berikan bukti dokumenter apapun bahwa lahan itu bisa dialihkan kepada umat Kristen. Dengan demikian, isu lainnya adalah kami bekerja selama beberapa tahun untuk membangun bangunan gereja ini. Sekarang, siapa yang membayar kami untuk membangun gereja kami dari awal?"
"Sebagian besar umat Kristen itu buruh miskin," tambah berita itu lagi.
Ekstremis Menghina dan Perlakuan Buruk atas Umat Kristen
Bethlehem: Seorang laki-laki setempat memukul seorang imam Katolik dengan benda yang belum diketahui— dijelaskan beragam sebagai pisau, dan benda tumpul. Menurut satu berita:
"Di Milk Groto, Betlehem, Rm. Fadi Shallufi, [1 Juni lalu] membuka pintu kapela untuk turis asing, termasuk untuk para wanita yang diganggu oleh dua laki-kali. Video keamanan kapela memperlihatkan bahwa biarawan Fransiskan itu sempat bertengkar dengan kedua laki-laki itu dari balik jeruji besi pintu yang tertutup. Salah seorang dari mereka kemudian mengeluarkan apa yang tampaknya sebagai pisau dari kantong bajunya lalu menikam Rm. Shalluli ketika biarawan Fransiskan itu berusaha mundur, video itu memperlihatkan."
Sang pastor menderita luka-luka ringan. Polisi Palestina dilaporkan menahan kedua laki-laki itu. Polisi menganggap "serius insiden seperti ini, karena mereka bisa merugikan turisme. Sekitar 80 persen sampai 85 persen populasi Tepi Barat adalah Muslim Sunni." Ketika berbicara tentang insiden ini, seorang aktivis hak asasi manusia mengatakan:
"Meski kami berterimakasih bahwa tidak ada orang menderita luka serius dalam insiden ini, namun nyatanya umat Kristen Timur Tengah terus hidup dalam ketakutan terhadap serangan-serangan seperti ini. Yang menyedihkan, meningkatnya intimidasi, pelecehan seksual dan kekerasan terhadap umat Kristen secara keseluruhan menjadi hal umum selama Ramadhan."
Pakistan: Seorang laki-laki Kristen cacat mental dihukum dengan tuduhan menghina agama dipukul babak belur oleh para narapidana Muslim karena berdoa, 22 Juni. Tiga tahun belakangan, Yaqoob Bashir, 25 tahun, dituduh oleh seorang ulama Muslim membakar halaman-halaman pamflet yang berisi ayat-ayat Al-Qur'an. Dia ditangkap dan dipenjarakan. Menurut seorang aktivis hak asasi manusia setempat yang tahu baik kasus ini:
"Bashir ditetapkan akan didengarkan kesaksiannya di pengadilan 23 Juni. Sebelum memberi kesaksian, orang muda Kristen itu ingin berdoa malam itu. Bagaimanapun, para narapidana yang berada bersama dia tidak ijinkan dia berdoa di depan mereka. Ketika Bashir melanjutkan doanya, empat orang dari mereka yang merasa terganggu menghajarnya keras-keras. Dia pun menderita luka di wajah, mata, dagu dan kepala."
"Sedih mendengar bahwa umat Kristen bahkan tidak bisa aman dalam tahanan polisi," kata Uskup Mgr. Samson Shukarin, dari Keuskupan Hyderabad.
"Adalah tugas negara untuk memastikan perlindungan terhadap semua warga negara. Jika seorang umat Kristen hadapi kekejaman dan penyiksaan di penjara, maka orang hanya bisa bayangkan puncak baru penyiksaan...Pada tahap ini, saya khawatirkan hidupnya. Membiarkan serangan atas narapidana cacat mental memperlihatkan bahwa pihak berwenang penjara tidak sungguh-sungguh berusaha melindungi warga negara. Atau juga, pemerintah tidak punya kebijakan yang jelas untuk menghentikan gerakan kaum ekstremis."
Tajikistan: Warga Muslim setempat berusaha mencegah seorang laki-laki Kristen memakamkan jenazah istrinya sampai almarhumah kembali memeluk Islam. "Ketika seorang wanita Kristen lansia berlatar belakang Muslim meninggal dunia pekan silam," urai sebuah berita, 20 Juni lalu; .
"Suami almarhumah Mihrab dan anak-anaknya ---mereka semua Kristen--- mempersiapkan upacara pemakaman lalu mengundang jemaat gereja mereka. Tetapi keluarga Mihrab yang Muslim juga mengundang warga Muslim setempat, termasuk seorang ulama, yang menuntut supaya Mihrab kembali menganut Islam, jika sebaliknya, dia menolak mengadakan upacara pemakaman lalu melarang mereka memakamkan wanita Kristen itu di kompleks pemakaman setempat. Mihrab menanggapi bahwa pastor gerejanya bisa memimpin upacara. Tetapi warga Muslim yang hadir bersumpah bahwa mereka tidak ijinkan jenazah wanita itu dimakamkan. Kata mereka, Mihrab dan keluarganya adalah "para pengkhianat Islam."
Setelah memohon kepada seorang pejabat setempat, keluarga Kristen itu akhirnya dijinkan untuk memakamkan istri dan ibu mereka untuk beristirahat. "Pemakaman menjadi satu contoh tentang cara-cara di mana umat Kristen ditekan di seluruh penjuru Asia Tengah," tulis berita itu lagi.
"Tradisi umumnya adalah jenazah dikembalikan ke komunitas desa tempat keluarganya berasal, tetapi orang yang pindah agama dilihat sebagai mempermalukan masyarakatnya. Akibatnya, mereka dan anggota keluarga mereka, apakah sudah berpindah agama atau belum seringkali dilarang dimakamkan di sana. "
Moroko: Negeri ini dianggap kurang radikal dibanding negara-negara Muslim lain. Meskipun demikian, umat Kristen di kerajaan Muslim Afrika Utara masih dilihat dan diperlakukan sebagai warga negara kelas dua. Akibatnya, setiap ekspresi publik iman mereka membuat mereka kesulitan. Sebagai contoh, "berdasarkan hukum, hanya orang Kristen asing yang diizinkan untuk beribadah secara kolektif di gereja-gereja, yang memang banyak didirikan selama masa kolonial Perancis. Selain itu, proselitisme atau perpindahan agama dapat dihukum hingga tiga tahun penjara," demikian menurut sebuah berita 8 Juni lalu. Demikian pula, dua orang yang bertobat ke Kristen terpaksa:
"... menikah dalam upacara kecil dalam sebuah ruang pertemuan milik sebuah kelompok hak asasi manusia di ibukota Maroko, tanpa menghiraukan ancaman dari orang-orang di kota kelahiran mereka yang konservatif... Mereka adalah bagian dari minoritas kecil yang masuk Kristen yang menuntut pengakuan hukum atas pernikahan mereka. Islam adalah agama negara di Maroko yang didominasi Sunni Muslim di mana hanya pernikahan Muslim dan Yahudi yang dianggap legal. "
"Mulai sekarang saya harus pakai niqab jika ingin berjalan di jalanan kota kelahiranku," kata pengantin baru seusai upacara. "Kami ingin diakui sebagai warga negara Kristen Maroko dan menikmati hak atas pernikahan sah dan upacara pemakaman menurut agama kami," kata seorang perwakilan hak asasi manusia setempat. Pasangan Kristen lain yang menolak menikah berdasarkan hukum Syariah sehingga pernikahan Kristen mereka tetap tidak diakui, mengatakan:
"Kami berisiko dituduh berzinah sehingga bisa dihukum berdasarkan hukum sipil...Kami menderita akibat diskriminasi dari pihak berwenang yang tidak mengakui kami sebagai umat Kristen Maroko. Apalagi, ada tekanan serta perundungan sosial karena pilihan iman kami."
Menurut VOA, "Komunitas pribumi Kristen diperkirakan oleh para pemimpin setempat berjumlah lebih dari 50.000 orang, tetapi tidak ada statistic resminya."
Ekstremis Perlakukan Umat Kristen secara Kejam di Mesir
Setelah umat Kristen melarang sekelompok laki-laki Muslim berenang dengan telanjang bulat di depan rumah mereka---sementara para wanita Kristen duduk di luar rumah---" sekelompok massa Muslim berkumpul mengepung rumah-rumah umat Kristen sepanjang saluran air. Mereka lalu mulai melempari umat Kristen dengan batu bata dan batu, sambil meneriakan 'Allahu akbar' serta menyanyikan berbagai slogan menentang umat Koptik," urai Nashaat Ezzat, seorang warga setempat. "Mereka memecahkan jendela dan pintu beberapa rumah, menjarah serta merusak beberapa bangunan." Enam umat Kristen terluka di kepala sehingga butuh dijahit. Polisi tiba tiga jam kemudian lalu menahan tujuh umat Kristen dan dua Muslim. Menurut berita, "Umat Kristen mengatakan polisi menangkap mereka supaya bisa menekan komunitas Kristen supaya berdamai dengan penyerang Muslim mereka sebagai pengganti dibebaskannya warga Koptik yang ditahan." Mereka semua kemudian dibebaskan lima hari kemudian.
Walau umat Kristen secara hukum tidak dipersyaratkan menjalankan Ramadhan, termasuk bergabung dengan umat Muslim berpuasa selama siang hari, seorang umat Kristen ditangkap dan dua orang lainnya dipukul karena tidak menjalankan liburan umat Muslim. Ketika Hani George, 31, tiba di Stasiun Kereta Api Giza, seorang polisi meminta kartu tanda penduduk (KTP)-nya. Setelah sadar bahwa Hani itu Kristen, dia mulai periksa seluruh isi tasnya: "Ada satu botol air minum dalam tas saya. Dan ketika diperiksa, dia menatap botol dengan marah," urai George. "Dia lalu mengambil KTP saya dan meminta saya ikuti dia. Ketika saya ngotot dan bertanya ke mana dia mau membawa saya, dia mulai memaki-maki saya lalu memerintah saya supaya berhenti bicara ---seolah-olah saya penjahat."
"Polisi itu bertanya kepada saya, 'Mengapa kau simpan botol air ini ketika kita sedang menjalankan Ramadhan?' Saya katakan kepada mereka, saya tidak berpuasa karena saya Kristen. Mereka malah memaki-maki saya lalu mengatakan saya akan tinggal di sana sampai sore hari dan bahwa saya tidak diijinkan duduk...Saya ditahan di markas polisi selama lebih dari dua jam. Saya mendapat perlakuan yang sangat tidak manusiawi karena saya tidak melakukan apa-apa. Ketika di tempat kerja, saya memang tidak makan atau minum di depan para sahabat Muslim saya, sebagai tanda hormat."
Terpisah, pada 6 Juni, seorang petani, Adel Ayoub, 52 tahun, tengah minum air di luar rumah, ketika didekati sekelompok orang-orang muda. "Mereka bertanya, 'Mengapa kau batalkan puasa Ramadhan?' Saya katakan, saya Kristen. Segera setelah mendengarkan kata 'Kristen' mereka menyerang memukul saya dengan tangan sampai saya nyaris pingsan."
Dalam insiden lainnya yang terjadi 1 Juni, seorang sopir bus Kristen dipukul karena minum teh. Ketika menunggu di tempat perhentian bus, seorang saksimata melihat sekelompok laki-laki menyerang sebuah bus dan menghancurkan jendela-jendelanya. "Saya dekati bus kecil itu dan menemukan bahwa sopirnya diserang karena minum secangkir teh di dalam bus. Juga karena dia Kristen. Ada tato salib di pergelangan tangan kanannya, "tambahnya. Menurut berita:
"Lembaga Fatwa Mesir (The Egyptian Fatwa House), sebuah pusat penelitian Islam pimpinan pemerintah, mengumumkan pada tahun 2016, bahwa makan atau minum selama jam-jam puasa Ramadhan ' bukanlah bagian dari kebebasan pribadi seseorang' tetapi lebih sebagai serangan terhadap Islam."
Akhirnya, ketika membahas apa yang disebut sebagai "lonjakan jumlah penculikan dan upaya menghilangkan para wanita dan gadis Kristen di kawasan pedesaan dan beberapa kota di Mesir," sebuah berita yang terbit 13 Juni lalu menjelaskan bahwa "ada strategi perdagangan (manusia) yang menyasar wanita muda Kristen. Mereka kemudian dipaksa menganut Islam lalu dijual entah untuk tempat perawatan dalam negeri atau tempat internasional lainnya. Atau bahkan dijual dalam perdagangan seks. Ini "taktik yang hendak menjatuhkan moral wanita Kristen sekaligus menjatuhkan martabat komunitas Kristen."
"Ada tujuh penculikan atas wanita Kristen Koptik selama April [saja] dan satu penculian ke delapan terjadi 2 Mei. Salah seorang gadis, yang diculik bernama Mirna Malak Shenouda, seorang gadis Kristen Koptik berusia 16 tahun berhasil melarikan diri dari penculiknya...Dia diculik oleh dua wanita dan satu laki-laki di Aswan. Dia dipukul sampai pingsan, tetapi tersadar ketika berada dalam kereta api. Pada salah satu stasiun perhentian kereta api, dia melompat keluar kereta api lalu menelepon orangtuanya. Bagaimanapun, pelarian dan penyelamatan seperti Shenouda jarang terjadi."
Keluarga-keluarga Kristen mengeluh bahwa polisi kerapkali tidak melakukan apa-apa.
Dalam satu contoh, "setelah pihak keluarga melaporkan kasus penculikan kepada polisi, mereka lalu kembali ke kantor polisi untuk mengetahui perkembangannya. Polisi mengatakan wanita itu sudah datang ke kantor polisi, dan mengaku tidak hilang dan dengan sukarela menganut Islam. Pihak keluarga mengatakan tidak percaya dia sukarela beralih menganut agama lain, karena dia mencintai Tuhan. Bagaimana pun, polisi setempat tidak akan menyelidiki kasus ini atau kasus yang sama lebih jauh."
Masyarakat Barat Yang Memungkinkan Supremasisme Agama menentang Kristen
Irak: Seorang pemimpin komunitas Kristen mengeluhkan bahwa "Paus [Fransikus] berulangkali menegaskan soal toleransi yang lebih besar untuk dan memahami Islam yang membuat minoritas umat Kristen Kaldea [umat Kristen Irak] yang sudah parah dianiaya, merasa tidak aman dan rawan diserang," urai sebuah berita. Dalam sebuah wawancara, Aziz Emmanuel al-Zebari, 68, seorang kandidat politik minoritas Kristen Kaldea dan professor Universitas Katolik Erbil mengaku, "Kami sesungguhnya dilemahkan oleh sikap yang diambil oleh Vatikan. Vatikan mengajarkan komunitas untuk patuh. Itu tidak membantu kami mendapatkan hak-hak kami." Zebari menyebutkan pendekatan Paus sebagai "naïf dan tidak jelas...Tidak bisa ada dialog ketika satu pihak jatuh dan pihak lain berada di atasnya ...Tidak ada dasar yang sama di sini." Umat Kristen Kaldea Irak, katanya, "sudah membayar harga yang mahal dengan menjadi umat Kristen. Dan kami tidak bisa bertahan tanpa ada perlindungan. Ketika saya mengungsi, ketika keluarga saya terancam oleh kekerasan seksual lalu saya diberitahu untuk cukup berdoa dan tetap toleran...Kita tidak bisa mengharapkan dukungan apapun dari Vatikan. Kami berada dalam situasi tanpa harapan."
Inggris: "Hanya satu dalam 100 pengungsi Suriah yang diberi suaka di Inggris tahun silam adalah umat Kristen, padahal mereka mengalami "penyiksaan yang menyedihkan," sebuah laporan 23 Juni lalu menemukan. "Jumlah umat Kristen yang diberi suaka oleh Inggris merosot tajam sejak 2016. Kala ada 1,5 persen umat Kristen diberi suaka." Para pengkritik statistik itu menegaskan bahwa karena umat Kristen berjumlah mendekati 10 persen populasi Suriah, maka 10 persen pengungsi Suriah seharusnya Kristen. Namun, jika ada, "Tahun lalu, persentase itu merosot menjadi hanya 0,23% --- berjumlah 11 dari 4. 823 warga Suriah yang dimukimkan kembali di Inggris." Sebagian besar dari sekitar 5.000 pengungsi adalah penganut Muslim Sunni, sekte yang tidak disasar oleh Negara Islam, yang memang berhaluan Sunni.
Kanada: Dalam sebuah sesi parlemen, anggota parlemen Garnett Genius bertanya kepada PM Justin Trudeau jika dia mau mengakui, seperti sudah dilakukan oleh para pemimpin bangsa lainnya, bahwa Negara Islam menyiksa umat Kristen. Trudeau tidak memberikan jawaban yang jelas. Genius belakangan menuliskan dalam sebuah postingan FB:
"Hari ini dalam Sesi Tanya Jawab, saya meminta Perdana Menteri mengakui adanya penganiayaan atas umat Kristen di Timur Tengah sekaligus mengakui bahwa umat Kristen adalah korban pembantaian massal di tangan Daesh / ISIS. Perdana Menteri tidak menjawab pertanyaan sama sekali. Dia bahkan tidak menggunakan kata 'Kristen' dalam tanggapannya. Tanggapan pemerintah terhadap penganiayaan minoritas di seluruh dunia memang luar biasa, tetapi soal isu-isu yang berdampak atas orang Kristen khususnya, mereka tegas menolak terlibat sama sekali. "
Andrew Scheer, seorang anggota Parlemen Kanada lainnya juga mengatakan, "Gagalnya Justin Trudean menentang penganiayaan umat Kristen serta minoritas lain di seluruh dunia benar-benar tidak bisa diterima." Ketika mendiskusikan insiden ini, sebuah berita mencatat:
"Ketika sampai kepada kritik tentang Islamisme radikal, Justin Trudeau langsung menolaknya sebagai Islamofobia. Ia berusaha mengakhiri diskusi apapun. Tetapi ketika sampai kepada persoalan penganiayaan atas agama lain, khususnya Agama Kristen, Trudeau justru bungkam."
Austria: "Siswa Katolik dipaksa belajar lagu-lagu Islam di sebuah sekolah dasar Austria," adalah judul sebuah berita 20 Juni. "Di sebuah sekolah dasar di Linz, siswa Katolik harus menghafal kemudian melantunkan lagu-lagu Islam sebagai bagian dari Ramadhan. Mereka dipaksa terlibat dan dihukum jika menolak." Setelah mengambil putranya yang masih kecil dari sekolah, seorang ibu Katolik terkejut mendengarnya dengan keras meneriakkan "Allah, Allah." Dikatakannya, bahwa selama dua bulan seluruh kelas dipaksa menyanyikan lagu-lagu tentang Islam, atau berisiko dihukum. "Rasanya seperti tamparan di wajahku!" kata sang ibu. Menurut berita, "Guru agama Islam mendatangi anak-anak di kelas dan memerintahkan para siswa untuk mempelajari lagu Ramadhan yang sesuai, karena seluruh kelas harus merayakan festival ini."
Insiden "Islam yang pertama" telah berkembang luas di kalangan sekolah Austria. Seorang guru sekolah dasar di Wina pernah mengatakan sebelumnya bahwa semakin tidak mungkin untuk berusaha mengintegrasikan anak-anak Muslim. "Hukum Syariah itu lebih unggul bagi banyak murid saya," urainya memperingatkan.
"Musik dan tari ditolak karena alasan agama. Diskusi dan perkelahian semakin sering terjadi akibat persoalan agama...Banyak sekolah semakin tidak terkendali" dan "persoalan di ruang-ruang kelas nyaris tidak bisa diselesaikan lagi."
Tentang Seri Ini
Memang tidak semua, atau bahkan tidak bisa dikatakan sebagian besar, kaum Muslim terlibat namun penganiayaan terhadap umat Kristen terus meningkat. Seri "Kaum Muslim Menganiaya Umat Kristen" dikembangkan untuk mengumpukan berbagai contoh aksi penganiayaan yang mengemuka setiap bulan walaupun tentu saja tidak semua.
Seri ini mendokumentasikan berita-berita yang tidak berhasil dilaporkan oleh media-media arus utama.
Ia pun memperlihatkan bahwa penganiayaan tidaklah dilakukan secara acak tetapi sistematis dan terjadi dalam semua bahasa, etnis dan lokasi.