ISIS tampaknya berhasil menginspirasi serangan teroris pertama di Amerika Serikat. Tepatnya di Garland, Texas. Insiden ini mungkin lepas dari perhatian banyak kalangan karena sebagaimana sering terjadi masa kini, banyak liputan berita dan komentar atas berita terjebak pada isu lain, isu tambahan.
Isu-isu tambahan itu, pertama, bahwa serangan menyasar kompetisi yang dibuat untuk memperlihatkan lukisan yang orang pikirkan bagaimana tampang Nabi Muhammad terlihat. Kemudian, ada identitas orang-orang yang mengorganisasikan pameran kemudian membahasnya.
Bosch Fawstin (kedua dari kiri), kartunis yang memenangkan Pameran Seni dan KontesNabi Muhammad di Garland, Texas, pekan ini, ditampilkan bersama hadiahnya oleh (dari kiri ke kanan) Robert Spencer, Geert Wilders dan Pamela Geller. (Sumber foto: Blog Atlas Shrugs). |
Sebelum tiba kepada masalah ini, mari kita sekedar kembali kepada isu utama. Sejak Januari lalu, pemikiran bahwa berbagai kelompok mirip ISIS dapat menginspirasi orang untuk lakukan serangan pembunuhan di Paris dan Kopenhagen mulai diterima masyarakat luas. Tapi bahwa hal ini bisa terjadi di Texas, di semua tempat bahkan yang lebih buruk lagi "berdampak mengerikan" atas kebebasan berbicara dibanding dengan serangan-serangan di Paris dan Kopenhagen. Tidak satu pun negara Eropa memiliki komitmen konstitusional bagi kebebasan berbicara seperti Amerika Serikat. Dan Texas pun tidak terjebak dalam relativisme moral dan multikulturalisme yang penuh ketakutan dari sebagian besar negara-negara Eropa.
Pasca-peristiwa Garland, ada perasaan yang tumbuh bahwa jika ISIS dapat melancarkan aksinya di Texas maka dia pun bisa menghantam tempat manapun di dunia ini. Dengan demikian, seluruh dunia maju menjadi tempat potensial bagi serangan ISIS. Walau tidak seorang pun tidak bakal mengangkat tangan tanda menyerah, tidak ada orang yang mau menarik perhatian kepada dirinya sendiri dengan mengatakan atau melakukan apa saja yang tidak menyenangkan sensor yang berkaitan dengan pembunuhan semacam ini.
Catatan Bosch Fawstin yang membuatnya menang dalam Pameran dan Perlombaan Seni Muhammad di Garland, Texas, yang diadakan 3 Mei 2015. (Sumber gambar: Bosch Fawstin) |
Adanya pasukan keamanan yang kuat jelas sangat membantu acara itu. Tapi pantas diingat bahwa ISIS akan memanffatkan peluang dari serangannya yang begitu "gagal." Caranya adalah dengan muncul kembali dengan cara beroperasi yang mereka pertimbangkan mungkin bakal berhasil.
Bagaimanapun, yang jauh lebih mencengangkan, adalah betapa diamnya begitu banyak pembela kebebasan bicara yang lazimnya.
Tidak diragukan lagi, sebagian masalah ini perlu dilakukan terkait dengan pemikiran yang begitu merasuk berurat akar sehingga jika menggambar Muhammad atau menerbitkan gambaran-gambar seperti itu, dalam beberapa cara anda akan membuat ISIS datang kepada anda, Inilah tiket mengerikan yang bakal muncul, namun terjadi sedemikian rupa sehingga sensor dan sensor terhadap diri sendiri dibiarkan tertanam dengan sendirinya dalam benak.
Sangat sedikit orang yang mengatakan tidak bakal melukis tokoh sejarah karena takut. Tetapi serangan demi serangan, perasaan yang tumbuh kembang di antara mayoritas media dan pihak-pihak lain yang menolak menerbitkan gambar-gambar, memperlihatkan bahwa mereka memang sudah gagal. Jadi untuk menyembunyikan rasa malu, mereka mengatakan kepada diri sendiri bahwa ada sesuatu yang provokatif bahkan tidak bertanggung jawab ketika menantang orang yang menentang kebebasan berbicara.
Orang masih bisa mendapat dukungan orang-orang yang menghargai kebebasan berbicara jika kebetulan berniat menerbitkan sebuah kartun Muhammad namun tidak jika anda sengaja melakukannya dan benar-benar mengetahui konsekwensinya. Tetapi tentu saja, tepat setelah menghadapi konsekwensi dari menantang sensor itu, dan itu yang terpenting, adalah terus menantang mereka sehingga orang-orang bersenjatakan AK tidak akan membuat adat istiadat dan hukum kita.
Ketika orang hadir dengan cara yang jauh lebih rumit untuk membenarkan apa yang mungkin mereka ketahui dalam hati agar sesuai sehingga semakin sulit bagi mereka untuk mengubah arah.
Kemudian, ada satu-satunya isu lain tambahan yang kadangkala dibahas dan mungkin sangat berakar dalam perbedaan di antara serangan di Eropa dan tanggapan terhadap upaya melakukan serangan di Texas. Tidak dapat diragukan lagi bahwa pembunuhan massal di kantor majalah satire Perancis Charlie Hebdo membangkitkan sekelompok kecil masyarakat umum di Barat karena para korban adalah kartunis dan editor sebuah majalah "sayap kiri." Yaitu bahwa Charlie Hebdo mempertahankan semacam satu tipe sekuler yang kokoh, tipe anti-kemapanan politik Perancis, tempat sebagian kalangan kiri di seluruh dunia dapat mengenalinya sebagai miliknya sendiri.
Ini berbeda dengan kurangnya solidaritas setelah berbagai ancaman terhadap sebuah harian Denmark, Jyllands-Posten selama bangkitnya peristiwa kartun Muhammad pada 2005 lalu. Pada berbagai derajat, Jyllands-Posten dilukiskan sebagai sebuah suratkabar "konservatif." Dalam konteks ini, memang tidak pasti apakah "konservatif" berarti segala-galanya mulai dari "kemapanan" tidak terbatas pada sikap "rasis", sehingga kerap dituduh ada motif tersembunyi untuk menerbitkan kartun-kartun pendiri Islam.
Bagaimanapun, tidak ada upaya melepaskan diri dari aksi pencemaran ini. Banyak orang terbukti bersedia, selama bangkitnya serangan Paris untuk secara negatif menganggap para kartunis Charlie Hebdo yang terbunuh sebagai ekstrim kanan atau rasis.
Para organisator American Freedom Defense Initiative (Inisiatif Membela Kebebasan Amerika —AFDI) adalah Pamela Geller dan Robert Spencer bukanlah wartawan sayap kiri tetapi aktivis konservatif. Dan karena politisi Belanda Geert Wilders berbicara pada pembukaan pameran, maka dia menambah lapisan rumit bagi orang yang senang melabelkan tindakan mereka dengan reaksi (valence) ketimbang sekedar melihat tindakan itu sebagai bagian darinya. Bagaimanapun tampak jelas dari pola kecaman itu pada satu pihak dan sikap diam pada pihak lain, bahwa seorang kartunis mungkin pantas dibela jika berkaitan dengan organisasi sayap kiri, tetapi tidak jika dia berkaitan dengan organisasi sayap kanan.
Tentu saja, pemikiran ini mengarah kepada satu dari berbagai anggapan yang salah pada masa kita kini. Yaitu bahwa masyarakat berhaluan kiri secara politik termotivasi oleh niat-niat baik bahkan ketika mereka melakukan hal-hal yang buruk, sementara orang-orang yang secara politik berhaluan kanan termotivasi oleh niat jahat bahkan ketika mereka melakukan hal-hal yang baik. Jadi sebuah kartun yang dipromosikan oleh Charlie Hebdo mungkin dipikirkan provokatif secara konstruktif, sebalikya kartun yang dipromosikan AFDI hanya dapat dipikirkan sebagai provokatif secara tidak konstruktif. Entah mau diakui orang atau tidak, inilah salah satu persoalan utama yang mendasari reaksi terhadap serangan Texas.
Tidak perlu dikatakan bahwa perbedaan itu menjadi kesalahan yang kolosal, yang besar-besaran. Ketika orang cenderung memfokuskan diri pada motif dari para korban daripada pada motif para penyerangnya, maka mereka akan mengabaikan persoalan tunggal yang paling penting. Yaitu bahwa sebuah pameran seni atau kebebasan berbicara sudah dijadikan sasaran serangan. Sisanya adalah narsisme dan proses belajar yang melambat.
Tidak masalah jika anda berhaluan kiri atau berjaluan kanan. Tidak ada masalah jika anda orang Amerika, Denmark, Belanda, Belgia atau Perancis, atau apakah anda berasal dari Texas atau Kopenhagen. Kekhasan ini mungkin saja sangat berpengaruh dan terus saja menarik bagi orang-orang di negara-negara yang dipermasalahkan. Tetapi mereka bukanlah masalah sebuah catatan bagi ISIS atau sesama pelancong mereka. Yang hendak dicobadilakukan orang-orang itu adalah memaksakan diberlakukannya undang-undang penghinaan terhadap Islam di seluruh dunia.
Semua itulah yang menjadi masalah. Jika kau melupakan hal ini atau tidak melihatnya, maka nada bukan saja bakal kehilangan kebebasan berbicara tetapi juga akan kehilangan, masanya.