Sepanjang Februari 2015, umat minoritas Kristen terbesar di Timur Tengah, Koptik, dibantai.
Negara Islam mengeluarkan sebuah video pertengahan Februari lalu terkait masalah ini. Video ini memperlihatkan 21 umat Kristen Koptik dipenggal kepalanya di Libya, tempat tujuan para pria malang itu berjuang mencari kerja. Sambil menekan tubuh para korban, anggota Negara Islam mencengkramkan jari-jari mereka ke dalam mata umat Kristen, lalu menderek kepala para korban kemudian memenggalnya dengan parang. Semua itu dilakukan berbarengan dengan teriakan nama Allah dan Islam, bahkan ketika para korban pembantaian itu meneriakan kata-kata "Tuhan Yesus Kristus."
Lebih dari sebulan sebelum video itu muncul, Radio BBC secara keliru melaporkan bahwa mayoritas umat Koptik yang kini dibantai akan "dibebaskan." ( Pemberitaan yang salah yang berupaya untuk tidak menekankan penyiksaan kaum Muslim atas umat Kristen adalah cara standar BBC).
Dalam video ini, pelaku eksekusi utama mengacung-acungkan parang ke kamera sambil berujar, "Oh bangsaku, akhir-akhir ini kalian melihat kami di bukit-bukit as-Sham dan dataran Dabiq [kawasan Suriah], memenggal kepala orang-orang yang sekian lama memikul salib. Dan hari ini, kami ada di selatan Roma, di tanah Islam, di Libya tengah mengirimkan pesan lain." Dia lalu mengakhiri seruannya dengan mengatakan: "Kami akan perangi kalian [umat Kristen] hingga Kristus turun ke bumi, menghancurkan salib dan membunuh babi" (semua tindakan ekskatologis, yang berkaitan dengan keselamatan surga dianggap berasal dari Isa "Kristus" Muslim).
Para teroris Negara Islam bersiap diri untuk membunuh 21 umat Kristen Mesir di Libya, Februari 2015. |
Juga selama Januari 2015, terungkap bahwa Universitas Al-Azhar, Mesir – dilihat banyak kalangan sebagai suara Sunni Islam paling otoritatif—terus memantik kebencian dan kekerasan atas "kaum kafir' non-Muslim. Universitas Islam itu terungkap menawarkan secara gratis, "sebuah buku" yang dalam kata-kata seorang pengkrik sekular Mesir dilukiskan, "yang separuh bagian akhir buku dan setiap halamannya – benar-benar tiap beberapa baris – berakhir dengan kata-kata "siapa saja yang tidak beriman ["kaum kafir"] dipenggal kepalanya."
Pada 23 Februani, masih ada pria Kristen Koptik lain ditembak mati secara mengenaskan. Namanya Hani. Dia ditembak di al-'Arish, Sinai oleh para anggota kelompok teroris Islam, Ansar Bait-Maqdis. Kala itu, Hani sedang berada di dalam tokonya saat tiga teroris melintas dengan mobil mereka lalu menembak mati dia saat itu juga. Beberapa pekan sebelumnya, para pria bertopeng menghujani sebuah rumah umat Kristen Koptik lainnya yang ada di al-'Arish. Aksi mereka dilakukan setelah merampok dia dan keluarganya dibawa todongan senjata. Mereka menembaknya beberapa kali di kepala sehingga langsung menewaskannya saat itu juga. Menurut isteri korban yang dibantai itu, suaminya dibantai "hanya karena dia umat Koptik [Kristen]." Dia memperlihatkan bahwa para penyusup bertopeng mencuri apa saja yang terlihat – uang dalam kantong baju korban, perhiasan apapun yang tengah dia pakai, tas tangannya, handphone-nya dan bahkan sebuah Al-Kitab. Usai menjarah segala semua barang, mereka lalu menembak "orang kafir" Kristen di kepala, membiarkan istrinya menjanda bersama anak-anaknya tanpa pencari nafkah.
Pada 2 Februari, Negara Islam (IS) mengumumkan bahwa pihaknya sudah mengeksekusi mati imam Kristen lain di Mosul. Namanya Paul Jacob. Ia diculik sejak delapan bulan sebelumnya. Negara Islam pun tampaknya menghancurkan parokinya. Eksekusi matinya dilaporkan terjadi di Kamp Ghazlani di selatan Mosul, tempat kamp milisi Negara Islam berlokasi. Walau berbagai media berbahasa Arab melaporkan kisah ini, Patriark Chaldea menyangkal adanya "berbagai kisah akhir-akhir ini yang melaporkan ada seorang imam dieksekusi mati oleh militan Negara Islam di Mosul."
Negara Islam juga menteror umat Kristen di kawasan lain selama berjihad. Pada jam-jam awal 23 Februari lalu, pemberontak Negara Islam menyerang sejumlah desa Kristen sepanjang Sungai Khabur di timur laut Suriah. Empat umat Kristen yang mendaftarkan diri dalam milisi Assiria pun tewas terbunuh, termask juga seorang anak kecil. Selain itu, mereka juga memperkosa seorang wanita Kristen sebelum membantainya hingga tewas.
Sekitar 250 umat Kristen, termasuk wanita dan anak-anak disandera. Mayoritas sandera, yaitu sekitar 230 orang masih disandera hingga kini. Negara Islam mengajukan tuntutan $23 juta dolar untuk membebaskan mereka. Jika uang tebusan tak dipenuhi, berdasarkan peristiwa sebelumnya, para sandera Kristen sangat mungkin akan dijadikan budak, diperkosa atau dibantai begitu saja.
Sejumlah gereja dibakar atau dihancurkan selama aksi penggerebekan ala jihad. Penggerebekan dilakukan juga atas gereja di Tet Hurmiz, salah satu gereja tertua di Suriah; Gereje Mar Bisho in Tel Shamiran; gereja di Qabr Shamiy dan gereja di daerah Tel Baloua.
Penggerebekan juga lebih jauh "menjelaskan [perilaku] tercela dari sebagian orang," misalnya masyarakat Barat, urai Uskup Agung Jacques Behnan Hindo:
Saya ingin katakan dengan sangat jelas bahwa kami merasa diserahkan di tangan Daesh [akronim bahasa Arab untuk Negara Islam]. Kemarin, pesawat pembom Amerika beterbangan di atas kawasan ini beberapa kali, tetapi tidak mengambil tindakan apa-apa. Kami punya seratusan keluarga Assiria yang mengungsi di Hassake', tetapi mereka tidak mendapat bantuan dari organisasi Bulan Sabit Merah dan tenaga pemberi bantuan Pemerintah Suriah. Barangkali karena mereka Kristen. Komisi Tinggi PBB Urusan Pengungsi pun tidak terlihat sama sekali.
Dalam sebuah wawancara terpisah, Uskup Agung Suriah pun menambahkan:
Karena kebijakan politik yang berbahaya terutama dari Perancis dan AS serta sekutu-sekutu mereka di kawasan ini, nyata-nyata lebih mendukung Daesh [Negara Islam] untuk berkembang. Kini mereka tetap melakukan kesalahan, membuat strategi dan kesalahan yang luar biasa ... bukan mengenali bahwa jaminan dukungan mereka atas kelompok-kelompok pejihad justru membawa kami kepada situasi penuh kacau balau yang menghancurkan Suriah, membuat kami mengalami kemunduran 200 tahun.
Berbagai laporan Februari lalu memperlihatkan bahwa puluhan warga Kristen Barat berangkat ke Timur Tengah untuk berperang demi saudara-saudara Kristen mereka yang disiksa dan dibantai oleh Negara Islam. Laporan-laporan itu menegaskan tuduhan bahwa pemerintah negara-negara Barat memang tidak berupaya untuk membantu. Bahkan sebaliknya mereka membuat persoalan lebih memprihatinkan karena umat Kristen sudah mulai dianiaya di Timur Tengah.
Jordan Matson, seorang warga Amerika yang bertempur melawan Negara Islam sejak September 2014 mengatakan, "Saya putuskan jika pemerintah kami tidak berniat melakukan apapun atas masalah ini, maka saya akan... Kami sering tertembak setiap hari. Perang ini lebih seperti Perang Dunia II atau perang gaya Vietnam. Kami tidak punya teknologi yang dimiliki militer Amerika Serikat untuk mengusir para musuh kami untuk pergi."
Selama sisa Februari 2015, jumlah seluruh aksi penganiayaan umat Kristen di seluruh dunia tidak terbatas pada kisah-kisah berikut ini. Kisah ini disusunkan berdasarkan tema dan negara sesuai urutan alfabet, tidak perlu berdasarkan parahnya peristiwa itu;
Kaum Muslim Serang Gereja dan Biara Kristen
Kamerun: Kaum militan yang melarikan diri dari negara yang terjebak dalam tiga peperangan melakukan aksi balas dendam, Kamis, 5 Februari lalu. Mereka menyerang berbagai gereja, menembak mati dan membakar sekitar 100 umat Kristen hingga tewas. Menurut Menteri Informasi Kamerun, Issa Tchiroma Bakari, sekitar 800 militan organisasi teroris Islam Boko Haram dari negara tetangga Nigeria memasuki kota perbatasan Kamerun, Fotokol. Di sana, mereka membakar gereja-gereja, "membantai anak-akan muda yang menolak bergabung bersama mereka untuk melawan pasukan Kamerun" dan menggunakan anak-anak muda yang mereka bawa sebagai tameng manusia menghadapi tentara Kamerun sendiri.
Mesir: Sebuah proyek pembangunan jalan di sekitar Fayum, Mesir, melewati kawasan sekitar biara Koptik St. Macarius dan mengancam untuk menghancurkan tempat kuno arkeologis itu yang berdiri sejak abad keempat itu. Atau sama dengan sekitar 300 tahun sebelum Islam lahir dan menyerang kaum Koptik Mesir. Menanggapi proyek itu, para biarawan menentang dengan aksi menentang pasif. Mereka berbaring di depan buldozer yang tiba di sana diiringi teriakan-teriakan "Allahu Akbar" dari para pekerja perusahaan pembuat jalan (klik di sini gambar para biarawan yang berbaring di tepan tank). Sebelumnya, para biarawan mengajukan rencana alternatif yang memungkinkan untuk melindung situs kuno umat Kristen Mesir namun pihak berwewenang menolaknya.
Negara Islam: Para militan Negara Islam meledakan gereja Immaculate Virgin (Santa Perawan Maria— salah satu gereja terbesar dan tertua Ritus Chaldea di bagian kota lama Mosul. "Organisasi itu," urai seorang petugas keamanan, "selesai memasang kabel dengan bahan peledak di seluruh gereja pagi ini lalu meledakannya, meninggalkan kerusakan di mana-mana di dalam gereja dan gedung-gedung sekitar." Gereja tua—yang berdiri di atas bangunan gereja Kristen paling tua di Mosul—pernah berhasil bertahan dari serangan militan Islam sebelumnya, termasuk serangan bom mobil 2008. Negara Islam juga terus membersihkan tanda atau simbol Kristen apapun dari satu dari kawasan umat Kristen tertua, yaitu dataran Niniveh, sebuah kota yang berdekatan dengan Mosul. Aksi penghancuran dan kebencian tanpa alasan para anggota Negara Islam itu terjadi sepanjang Februari, termasuk perusakan salib St. Yohanes di distrik Hamdaniya, perampokan gereja berbarengan dengan penghancuran salib Church of the Hour (Gereja Jam Kematian Kristus) di Mosul. Patung besar St. Georgius (St. George) yang terbungkus peti perunggu juga dicuri dari Biara St. Georgius di Mosul. Sementara simbol dan ikon Kristen lain – termasuk patung Perawan Maria di halaman biara itu—dihancurkan hingga berkeping-keping.
Negara Islam/Mesir: Hussein bin Mahmoud, seorang pakar Hukum Islam Negara Islam mengatakan dalam sebuah artikel yang diterbitkan 17 Februari lalu dan diterbitkan lagi dalam berbagai website para pejihad, bahwa gereja-gereja Kristen di Kairo harus dihancurkan. Artikel berjudul, "Perintah atas Umat Kristen Mesir" memang ditulis seperti fatwa, yang secara tidak tepat menegaskan;
Perintah berkaitan dengan gereja-gereja di Kairo. Yaitu agar gereja-gereja itu dihancurkan, menurut konsensus dari para nenek moyang yang budiman [Salaf] karena mereka adalah orang-orang baru di bawah Islam dan Kairo pun kota baru yang penduduk aslinya adalah kaum Muslim. Sebelumnya, tidak ada gereja di sana. Sedangkan untuk gereja-gereja di Mesir Bagian Atas, yang mungkin sudah ada sebelum Islam menaklukan Mesir, boleh tetap dipertahankan tetapi tidak boleh direnovasi atau diperbaiki.
Ulama Negara Islam itu memang mengutip pendapat pakar hukum Islam abad pertengahan Ibn Taymiyaa (tahun 1328). Beberapa fatwa Taymiyaa berkaitan dengan pandangan Islam tentang gereja mendeskripsikannya sebagai "jauh lebih parah daripada bar dan pelacuran." Taymiyya dan banyak pakar hukum (seperti Ibn Qayyim), nyata-nyata menyerukan semua gereja dihancurkan setelah Islam menaklukan sebuah kawasan (Lihat buku saya, Crucified Again , halaman 35 -36 sebagai tinjauan atas fatwa/ajaran yang relevan.)
Nigeria: Menurut kisah seorang suster yang berhasil melarikan diri dari aksi kekerasan yang meletus setelah majalah satire Perancis, Charlie Hebdo mempublikasi berbagai kartun Nabi Muhammad, ada 40 gereja dibakar dan 10 umat Kristen dibantai. Suster itu menambahkan bahwa "niatnya adalah untuk membakar semua gereja bersama kami umat Kristen yang sedang berdoa di dalamnya pada Hari Natal. Artinya kami dibakar hidup-hidup!" Peristiwa tragis itu tidak pernah terjadi sebelumnya tetapi bersamaan dengan munculnya kasus kartun Charlie Hebdo, alasan pembenarkan pun ditemukan ("hukuman kolektif" kerap dilihat sebagai alasan untuk membunuh—dalam contoh ini, mereka mengecam umat Kristen Nigeria karena aksi kaum Farisi ateis pada masa Yesus Kristus masih hidup di dunia ). "Para murid Boko Haram," urai suster itu lagi, "percaya bahwa mereka harus membunuh umat Kristen agar bisa mendapat tempat di surga. Tetapi kami tidak takut karena cinta akan menang dari kebencian."
Pakistan: Pada 19 Februari pagi, tiga pria bersenjata memasuki kompleks Gereja Sang Bunda Ratu Kami, sebuah gereja Katolik di distrik Kasur, Punjab yang dihuni 97% kaum Muslim. Para pria itu menyandera petugas gereja, pastor rekan Rm. Ijaz Bashir serta umat. Sebelum tinggalkan tempat itu, mereka mencuri handphone, kamera dan komputer. Aksi kekerasan dan pencurian ini bukan yang pertama menyasar gereja. Sebelumnya, Rm. Leopold, pastor kepala paroki dirampok oleh para pencuri yang "berpura-pura sebagai umat umat yang ingin mendaftarkan beberapa anak mereka di sekolah Katolik. Mendadak mereka mengeluarkan senjata setiba di sana."
Tanzania: Sebuah gereja di Mashewa – di distrik Muheza, di kawasan Tanga yang mayoritas Muslim --dibakar. Sebelum aksi itu berlangsung, pastor gereja itu seringkali diancam.
Kaum Muslim Serang Kebebasan Umat Kristen
(Murtad, Penghinaan Agama dan Ajakan Pindah Agama)
Mesir: Seorang pria Kristen Koptik berusia 26 tahun bersama kekasihnya ditangkap. Keduanya dituduh menghina Nabi Islam, Muhammad dan pengantinnya yang masih anak-anak, Aisha, melalui Facebook. Ketika tuduhan yang mengatakan Michael Munir memuat hal-hal yang menyerang Muhammad, puluhan umat Muslim mengepung rumahnya di desa Dimyana di Governate Daqhiliya, Mesir. Mereka dilaporkan hendak membakar rumahnya ketika pasukan keamanan datang menangkapnya. Munir dilaporkan sedang ditahan, namun penyidikan atasnya ditunda selama empat hari.
Iran: Seperti dilaporkan 2 Februari lalu, Victor Bet-Tamarz, pemimpin Gereja Pentekosta Assiria berusia 60 tahun dan seorang warga Kristen yang tidak diketahui identitasnya —kini masih berada di balik jeruji penjara. Keduanya termasuk di antara banyak umat Kristen yang ditangkap setelah pasukan keamanan Iran melakukan penggerebekan atas rumahnya di Teheran selama perayaan Natal lalu. Menurut berbagai laporan yang berbasiskan kesaksian umat Kristen yang hadir selama penggerebekan, "Polisi terlihat membuat film selama penangkapan. Mereka memaksa umat Kristen mengungkapkan identitas diri mereka, menjelaskan mengapa mereka ada di sana dan mengapa berpikir bahwa mereka ditahan. Pihak berwewenang dilaporkan memisahkan kaum pria dan wanita dan terus menyelidiki mereka, menjarah Alkitab, handphone serta kartu / dokumen identitas mereka. Polisi juga menyelidiki rumah Pendeta Victor, merampas komputer, handphone dan buku-bukunya."
Pendeta Saeed Abedini, yang dipenjara dan disiksa di Iran, dalam penjara kejam Evin, kemudian dipindahkan ke Penjara Rajai Shahr, dijatuhkan hukuman selama delapan tahun. Namun, hingga kini belum diketahui kondisinya. "Kejahatan" yang dilakukannya adalah karena jadi Kristen.
Negara Islam: Sepuluh umat Kristen Lansia dan cacat (delapan pria dan dua wanita) yang "berupaya melarikan diri" dari Negara Islam, setelah menolak menganut Islam mengisahkan pengalaman getir mereka. Pada 24 Oktober, Negara Islam memaksa mereka keluarga dari rumah perawatan di Mosul. Uang, perhiasan dan kartu identitas mereka dirampok. Kelompok itu menjelaskan bagaimana mereka dipaksa untuk mengucapkan kalimat Sjahadat (sumpah Islam untuk menerima Allah dan Muhammad sebagai nabinya) dan menjadi Muslim. Rahel, salah seorang wanita kelompok itu mengatakan, "Kami tidak ingin jadi Muslim. Kami hanya ingin pergi." Seorang pria tua lainnya mengatakan: "Negara Islam biasanya memukul kami tiap hari dengan senjata atau tangan. Sedikit sekali makanan mereka berikan kepada kami selama masa penahanan." Secara terpisah, para anggota Negara Islam juga menahan pemilik Arab Generation, salah satu toko buku tertua di Mosul karena menjual buku-buku Kristen. Undang-undang Islam melarang "promosi" agama apa pun selain Islam.
Libanon: Awal Februari lalu sejumlah mahasiswa Muslim Lebanon menutup jalan masuk menuju kampus College of Business Administration (Sekolah Tinggi Administrasi Bisnis) di Tripoli, Libanon. Mereka menyerukan agar direktur sekolah tinggi yang baru diangkat, Anoine Tanus supaya langsung mengundurkan diri. Kejahatannya? Dia Kristen. Dalam kata-kata Kantor Berita National News, para mahasiswa melakukan protes "atas pengangkatan seorang direktur beragama Kristen untuk mengelola lembaga pendidikan itu." Para mahasiswa mengatakan akan terus melakukan aksi protes hingga direktur beragama Kristen itu diturunkan dan diganti dengan seorang Muslim.
Saudi Arabia: Negara yang seharusnya sahabat sekaligus sekutu dekat Amerika dilaporkan menetapkan hukuman mati atas siapapun yang tertangkap tangan mencoba menyelundupkan Alkitab atau "publikasi lain yang disangkakan berkaitan dengan keyakinan agama lain selain Islam." Menurut Christian Post:
Pemerintah Saudi Arabia dilaporkan mengesahkan undang-undang yang menjatuhkan hukuman mati atas orang yang tertangkap tangan menyelundupkan Alkitab di negara mayoritas Muslim itu.
Menurut Heart Cry Missionary Society (Masyarakat Misioner Jeritan Hati), pemerintah Saudi mengeluarkan pernyataan resmi yang mensinyalkan bahwa hukuman berat mungkin diterapkan atas orang-orang yang menyelundupkan Alkitab di negara padang pasir itu, tempat keluarga kerajaan menerapkan ajaran kaku Wahabi Sunni Islam.
Laporan organisasi itu menambahkan bahwa hukuman mati, yang biasanya dijalankan lewat hukuman pancung dapat juga diterapkan atas orang-orang yang cuma menyalurkan Alkitab dan"publikasi lain yang disangkakan atas keyakinan agama lain selain Islam." Ini berarti siapapun yang membawa buku agama apapun yang bukan Islam dapat saja sah dieksekusi mati. [Untuk mendapat ide tentang eksekusi mati ala Arab dengan pancung kepala, video terakhi ini dapat disaksikan di sini)
Tanzania: Sebuah laporan yang dikeluarkan Februai lalu mengisahkan tentang "seorang wanita dari latar belakang Muslim yang menjadi Kristen dipukul dan dibakar secara mengerikan oleh orangtuanya karena memilih menikahi seorang pria Kristen. Serangan terjadi mendadak setelah pembaptisannya, Minggu, 2 Nopember di Zirai, distrik Muheza. Pekan lalu, Imamu Sudi Bin Umat, dari masjid Ansar Suna di Al Masijid Tawaqal mendesak semua orangtua Muslim supaya menyiksa anak-anak mereka yang memilih untuk menikahi orang-orang Kristen."
Uganda: Seorang paman di kawasan timur Uganda melakukan penganiayaan fisik dan membiarkan dua gadis remaja keponakannya menderita kelaparan karena keduanya berpindah menganut agama Kristen. Pada hari Minggu, 1 Februari lalu, kedua gadis itu (berusia 14 dan 16 tahun) beralih menganut agama Kristen. Menurut salah seorang gadis itu: " Paman saya sangat marah karena kami memeluk Kristus. Dia mengunci kami di dalam rumah lalu memukul kami dengan tongkat kayu kemudian meninggalkan kami selama tiga hari tanpa makanan. Pada hari ketiga, kami merasa mau mati. Karena itu kami mencoba berteriak meminta tolong." Seorang tetangga akhirnya mendengarkan jeritan kedua gadis itu ketika paman mereka pergi dan membebaskan mereka. Mereka lalu melarikan diri ke gereja untuk meminta perlindungan dan perawatan. Jadi, penganiayaan dan mengunci para gadis tanpa makanan tepatnya menjadi rekomendasi yang ditawarkan hukum Islam terhadap para wanita yang mencoba meninggalkan Islam, khususnya dalam versi hukum Islam Madzab Hanafi. Beberapa pekan sebelumnya di Uganda, seorang ayah Muslim membunuh putrinya yang masih muda karena beralih memeluk Kristen.***
Tentang Seri Ini
Memang tidak semua, atau bahkan tidak bisa dikatakan sebagian besar, kaum Muslim terlibat namun penganiayaan terhadap umat Kristen terus meningkat. Seri "Kaum Muslim Menganiaya Umat Kristen" dikembangkan untuk mengumpukan berbagai contoh aksi penganiayaan yang mengemuka setiap bulan walaupun tentu saja tidak semua.
Seri ini mendokumentasikan berita-berita yang tidak berhasil dilaporkan oleh media-media arus utama.
Ia pun memperlihatkan bahwa penganiayaan itu tidaklah dilakukan secara acak tetapi sistematis dan terjadi dalam semua bahasa, etnis dan lokasi.
***
Raymond Ibrahim adalah pengarang buku Crucified Again: Exposing Islam's New War in Christians (Tersalibkan Lagi: Tampilkan Perang Baru Islam Terhadap Kristen) (diterbitkan oleh Regnery bekerja sama dengan Gatestone Institute, April 2013).