Tanggal 19 Mei 2018. Empat laki-laki bersenjata memberondongi Gereja Katolik Santo Michael Malaekat Agung di Grozny, Ibukota Republik Chechnya Rusia yang mayoritas Muslim. Insiden itu menewaskan tiga orang, yaitu, seorang pengunjung gereja serta dua polisi. Para penyerang juga tewas dalam bentrokan senjata dengan pasukan keamanan. (Sumber foto: Alexxx1979/Wikimedia Commons) |
Kaum Ekstremis Bantai Umat Kristen dalam Gereja
Indonesia: Enam bom bunuh diri yang dilancarkan oleh satu keluarga Muslim menyerang tiga gereja, 13 Mei 2018 lalu selama Ibadat Minggu pagi. Sedikitnya 11 jemaat meninggal dunia dalam serangan itu. Para pelaku bom bunuh diri terdiri dari seorang ayah, ibu bersama empat anaknya, dua anak laki-laki dan dua anak perempuan, berusia 9, 12, 16 dan 18. Menurut berita:
"Lebih dari 40 orang terluka dalam berbagai ledakan itu. Serangan pertama yang menewaskan empat orang, termasuk satu atau lebih pelaku bom bunuh diri terjadi di Gereja Katolik Roma, Santa Perawan Maria...Ayah keluarga itu yang diduga membawa bom bunuh diri meledakan bom mobil selama melakukan serangan. Insiden itu diikuti oleh ledakan kedua di sebuah Gereja Kristen di Jalan Diponegoro (Surabaya) sehingga menewaskan dua orang. Dalam serangan ketiga, di Gereja Pentekosta, dua orang lagi tewas, urai polisi."
Seorang saksimata menjelaskan tentang satu dari berbagai serangan ini, di mana seorang ibu dan dua jihadis termuda meledakkan diri. Karena sang ibu membawa dua tas yang mencurigakan (agaknya bahan peledak), "petugas gereja menghalangi mereka di depan halaman gereja. Tetapi sang wanita mengabaikan mereka dan memaksa tetap masuk di dalamnya. Tiba-tiba (bom) meledak. "Sang ayah sangat aktif di masjid," urai seorang kenalan. "Dia tidak pernah kecolongan satu pun dari lima sholat, tetapi menghindari kalau mendiskusikan persoalan agama." Keempat anaknya belajar di sejumlah sekolah Muhamadiyah," yang sekian lama dianggap sekolah Islam paling moderat di Indonesia, urai seorang tetangga keluarga itu. "Bagi saya, mereka itu orang-orang normal-normal saja," tambahnya.
Russia: Empat laki-laki bersenjata memberondong sebuah gereja di Grozny, Ibukota Republik Chechnya Rusia yang mayoritas Muslim, 19 Mei lalu. Insiden itu menewaskan tiga orang; yaitu seorang pengunjung gereja serta dua petugas polisi. Para penyerang --- yang juga bersenjatakan pisau, kapak kayu serta peledak buatan tangan---juga terbunuh dalam bentrokan senjata dengan petugas keamanan di Gereja St. Michael Malaekat Agung. Menurut berita:
"Tidak jelas apakah ada hubungan antara para penyerang dan kelompok ekstremis. Tetapi Chechnya pernah mengalami serangan kaum ekstremis Islam radikal sebelumnya, termasuk serangan yang menyatakan kesetiaan mereka kepada Negara Islam. Wanita dan pria dari kawasan-kawasan mayoritas Muslim Rusia, termasuk Chechnya bepergian ke Suriah dan Irak untuk berperang bersama Negara Islam di sana. Puluhan dari mereka kembali ke negaranya ketika kelompok itu kehilangan banyak kawasannya... Grozny pernah punya banyak etnis Rusia dan populasi umat Kristen, tetapi sebagian besar dari mereka melarikan diri meninggalkan tempat itu selama perang. Gereja yang diserang Sabtu itu berada di pusat kota sekaligus pusat sejumlah pertempuran era 1990-an."
Tiga bulan sebelumnya, sebuah berita bertajuk, "ISIS Tells Muslims to Kidnap and Murder Christians in Russian-Occupied Areas" (ISIS Menyuruh Muslim Menculik dan Membunuh Umat Kristen di Kawasan Pendudukan Rusia" diterbitkan di sana.
Republik Afrika Tengah: Muslim bersenjata menembakkan senjata serta granat ke sebuah Gereja Katolik, 1 Mei lalu. Mereka membunuh antara 16 dan 24 orang serta melukai 170 orang lainnya. Menurut berita :
"Para anggota mantan milisi Muslim membunuh sedikitnya 16 orang ketika menyerang sebuah gereja di Republik Afrika Tengah...Gereja Notre Dame dari Fatima, sebuah Gereja Katolik di Ibukota, Bangui, diserang Selasa pagi dengan granat dan tembakan senapan oleh orang-orang yang berafiliasi dengan kelompok pemberontak yang dulunya dikenal sebagai Seleka, sebuah faksi Islami. Pengambilalihan Bangui lima tahun silam menjebak negeri itu dalam konflik berkepanjangan."
Sebuah berita yang terbit kemudian menandaskan, sedikitnya 24 orang terbunuh dan 170 orang terluka oleh ulah para militan yang memberondongkan peluru ke tengah kerumunan massa kemudian meledakkan granat." Inilah "pastor Katolik kedua yang dibunuh selama kira-kira sebulan di Republik Afrika Tengah. Gereja pastor yang terbunuh itu terletak tepat di luar Distrik PK5 Bangui yang didominasi oleh kaum Muslim..." Harian New York Times melaporkan:
"Itu kedua kalinya dalam waktu empat tahun Gereja Notre Dame dari Fatima menjadi simbol kekerasan yang mencengkram negeri itu, kerapkali bersama aliran-aliran keagamaan. Pada tahun 2014, pemberontak Seleka mengikuti pola yang sama; pertama melempar granat lalu menembakkan senjata tanpa pandang bulu, menyasar orang-orang yang berjuang mencari perlindungan di gereja akibat bentrokan yang terus berlanjut."
Nigeria: Penggembala Muslim bersenjata menggerebek sebuah seminari milik Gereja Katolik di Jalingo. Menurut seorang iman yang tertembak, "Penggembala Suku Fulani bersenjata dengan marah memberondong kompleks sekolah" serta "menembak jendela serta merusak telepon saya serta barang-barang berharga lainnya." Mereka "paksa siswa membawa mereka ke kamar saya lalu memukul saya dengan tongkat. Saya langsung roboh. Salah satu dari mereka tembak kaki saya." Ketika mendiskusikan penggerebekan itu, uskup setempat mengatakan bahwa "tidak bisa dimaafkan sebagai sebuah gereja karena kami hanya mengajarkan anak-anak untuk menjadi warga negara Nigeria dan dunia yang baik secara keseluruhan."
Ekstremis Muslim Bantai Umat Kristen di Luar Gereja
Pakistan: Sebuah keluarga Muslim memukul, mengikat, memperkosa lalu membunuh seorang remaja Kristen di depan ayahnya sendiri. Alasannya, karena dia, pembantu rumah tangga yang berdiam bersama mereka, tidak mengerjakan pekerjaan rumah sampai membuat mereka puas. Pada 5 Mei lalu, ayah dan keluarganya lain pergi mengunjungi sang gadis di rumah majikannya. Menurut sebuah berita:
"Ketika masuk rumah, mereka lihat Muhammad Asif, Muhammad Kashif, Muhammad Tariq Pasran, Muhammad Ismael dan istri Muhamad Asif berserta seorang wanita lainnya tengah menyiksa Kainat [puterinya]...Asif Gujjar dan istrinya memegang kaki Kainat sementara Muhamad Kashif serta Muhamad Tariq Pasran mencengkram lengannya. Mereka berhasil mengikat tali ke lehernya berupaya menjerat lehernya. Salamat Masih mengaku, mereka mengiba supaya tidak membunuh putrinya tetapi mereka tidak pedulikan permohonannya. Mereka membunuh Kianat di depan matanya sendiri... Salamat Masih mengaku putrinya dibunuh karena tidak membersihkan rumah secara benar."
Sebuah berita terpisah mengatakan bahwa "pemeriksaan atas visum...juga menemukan bukti perkosaan atas sang gadis." Karena mereka dan keluarganya biasanya hidup sangat miskin, "para gadis Kristen kerapkali menjalani berbagai kontrak perbudakan domestik sejak usia muda, sejak berumur10 tahun. Banyak gadis ini menderita pemukulan dan perkosaan kejam dari laki-laki bermoral rusak serta para istri pencemburu," urai Asosiasi Kristen Pakistan Inggris ketika mendiskusikan aksi keji kejam terbaru.
Uganda: Tidak puas membunuh seorang mantan Muslim yang menjadi Kristen, warga desa Muslim juga memutilasi jenasahnya, menurut sebuah berita, 4 Mei lalu. Setelah Kuzaifa menjadi Kristen dua tahun silam, keluarganya langsung mengasingkannya. Dia, istrinya serta dua anak mereka yang kecil lalu meninggalkan tempat itu menyelamatkan diri pada seorang pastor dan akhirnya berpindah lebih dari sekitar 182 Km dari desa asal mereka. "Kau pikir kau aman di Kampala," pesan SMS pun mulai berdatangan. "Kami segera potong lehermu." Kemudian, pada 1 April lalu, ketika pulang kerja, dia diserang serta dibunuh oleh orang-orang yang tidak dikenal. Ketika istrinya pergi kepada keluarga suaminya untuk menginformasikan kematiannya kepada mereka, ayah mertuanya mendengarnya dengan dingin, lalu mengatakan, "Anak saya pikir dia bisa lari dari Allah, tapi tidak bisa." Menurut berita, "Pada tanggal 4 April, anggota keluarganya beserta warga Muslim lain mengambil jenazahnya dari kamar mayat dan memakamnya secara tidak layak." Gosip beredar bahwa jenasah Kuzaisah dimutilasi dan tidak dimakamkan sepantasnya," urai istrinya. "Jenasahnya tidak dimandikan. Beberapa peniti ditusukkan pada jenasahnya. Kubur yang sangat kecil mereka gali untuk jenasahnya. Beberapa luka mereka sayatkan pada jenasahnya." Umat Kristen menanggapinya dengan menggali lagi jenasah korban dari kubur. "Mereka memandikannya lalu melakukan pemakaman yang pantas. Kini istrinya jadi sasaran: "Jika kau terus menjadi Kristen," muncul satu SMS lagi, "kau pun akan pergi dengan cara yang sama seperti suamimu."
Mozambik: Terduga teroris Islam memenggal kepala 10 orang dengan pedang di negara mayoritas Kristen itu, 29 Mei lalu. "Ada 10 warga dibunuh secara sembunyi," urai seorang jurubicara kepolisian. "Situasinya menakutkan." Walaupun tidak segera jelas siapakah di balik aksi keji itu, "sumber-sumber lokal menuding serangan itu pada kaum Islam radikal," urai sebuah berita. "Propinsi Cabo Delgado telah menyaksikan sejumlah serangan oleh terduga kaum Islam radikal sejak Oktober [2017]." Kelompok yang terkenal sebagai Al Shabaab --- dalam Bahasa Arab berarti "Kaum Muda"--- tidak diyakini berafiliasi dengan kelompok teror Islam lain dengan nama yang sama di Somalia. "Pada satu pihak, angka serangan tampaknya meningkat," tandas seorang pengamat. "Pada pihak lain, metodenya tampaknya sudah diradikalisasi, dan pemenggalan kepala menjadi semakin hal yang biasa terjadi."
Jihad Legal atas Gereja Kristen
Aljazair: Pihak berwenang menutup "dua gereja Protestan lagi, di tengah semakin meningkatnya tekanan terhadap minoritas Kristen negeri itu," demikian sebuah berita 29 Mei silam. Polisi menyegel dua gereja di sebuah kawasan "tempat banyak pertumbuhan gereja sedang terjadi." Satu gereja didirikan tahun 2005 silam dan diikuti oleh lebih dari 200 jemaat. Dalam kata-kata salah seorang pemimpinnya, "Petugas datang ke sini Jumad pagi. Mereka menyegel begitu saja pintu masuk gereja, tanpa ada pemberitahuan lebih dulu, sama seperti kasus lainnya sebelumnya dengan ...gereja-gereja lain. Seorang pemimpin gereja lain juga pernah menerima telepon yang sama dari polisi yang mengatakan, "Saya telepon memberitahu kau bahwa kami mendapat perintah untuk menutup gerejamu." Segera setelah itu, sekelompok petugas muncul menyegel gereja itu juga. Menurut kelompok Advokasi Kristen, Middle East Concern:
"Pemerintah Aljazair dikririk karena adanya diskriminasi terhadap minoritas Kristen negeri itu. Gereja dan umat Kristen secara pribadi menghadapi semakin meningkatnya larangan-larangan beragama selama bulan-bulan terakhir ini, sehingga muncul keprihatinan bahwa tekanan-tekanan itu mensinyalkan meningkatnya kampane aksi yang terkoordinasi melawan gereja dari pihak yang berwenang yang memerintah."
Tanzania: Setelah para sheik Muslim sebuah mesjid di pulau semi-otonomi Zanzibar yang mayoritas Muslim mengeluh bahwa ibadat Minggu gereja di dekatnya terlampau keras, pihak berwenang lantas menutup gereja itu--- walau tidak seperti masjid, gereja itu tidak memasang loudspeaker. Ketika uskup sedang berkotbah, seorang polisi berpakaian preman dan para pejabat setempat lainnya memasuki gereja. "Salah seorang polisi berpakaian preman berjalan melewati pintu gereja, naik ke mimbar lalu mencengkram lengan uskup," urai seorang jemaat gereja. "Uskup meminta dia supaya ijinkan dia menyelesaikan kotbahnya." Menurut sebuah berita pada tanggal 24 Mei:
"Jemaat Gereja Persahabatan Injil Pentekosa Afrika (Pentecostal Evangelistic Fellowship of Africa---PEFA) di Kisauni tercekam oleh rasa takut pada hari itu (6 Mei) ketika mik mimbar semakin keras menyampaikan permintaan Uskup Daniel Kwileba Kwiyeya. Kala itu, komisioner rejional dan distrik setempat memerintahkannya untuk menghentikan ibadat ketika petugas menyeretnya memasuki mobil polisi..."
"Mengapa kalian tangkap ayah saya tanpa memberitahu kami alasan penangkapannya?" teriak putri sang uskup. "Ini sangat tidak manusiawi." Komisioner distrik setempat malah menjawab dengan menamparnya lalu mendorongnya masuk dalam kendaraan polisi yang membawa dia dan ayahnya ke kantor polisi. Mereka baru dilepaskan keesokan harinya. "Kami punya hak untuk beribadat sama seperti saudara-saudara kami yang beribadat dengan menggunakan loudspeaker, tetapi tidak seorang pun yang mengatakan ibadat mereka itu mengganggu," urai seorang anggota gereja. "Sebagai gereja kami berpendapat bahwa perintah untuk menutup gereja dicemari oleh perasaan senang yang tidak konstitusional."
Arab Saudi: Walau sejumlah media arus utama termasuk Stasin Televisi Fox News dan Al Jazeera mengumumkan bahwa Vatican dan Arab Saudi membuat kesepakatan "bersejarah" yang mengijinkan ada gereja di atas tanah Arab Saudi, Vatikan menyangkalnya dan menganggapnya sebagai berita bohong. Seperti dijelaskan oleh sebuah berita, Arab Saudi bakal harus sepenuhnya membangun dirinya sebelum skenario seperti ini bisa terjadi:
"Negeri itu menjalankan tafsiran Islam Wahabi yang ketat. Tidak mungkin orang yang hidup di negeri itu secara terbuka menjalankan agama Kristen. Ada ratusan ribu umat Kristen dari bangsa lain seperti Filipina, bagian lain Asia atau negara-negara Afrika yang sedang berdiam dan bekerja di Arab Saudi. Tetapi mereka harus bertemu di rumah-rumah pribadi untuk beribadat dengan berisiko dilecehkan, ditangkap serta dideportasi jika tertangkap basah melakukannya demikian...Undang-undang administratif kerajaan mengatakan bahwa konstitusinya adalah "Al-Qur'an yang Suci dan Sunah Rasul' dan system pengadilan beroperasi bersarkan interpretasi Hukum Shariah yang resmi menjalankan hukuman mati atas warga Muslim manapun yang bertobat masuk Kristen. Pria dan wanita dewasa sama-sama tunduk kepada hukuman mati karena murtad dari Islam berdasarkan bentuk Hukum Shariah Sunni Hambali yang dijalankan di Arab Saudi."
Ancaman Kaum Muslim terhadap Gereja Kristen
Amerika Serikat: Seorang laki-laki Muslim mengganggu ibadat pada dua gereja yang terpisah selama sepekan, di West Conshohocken, Pennsylvania. Satunya di Gereja Paroki Santo Mateus dan satunya lagi di Gereja BlueStone. Menurut John Stange yang tengah memimpin ibadat di Gereja BlueStone:
"Ketika petang ini saya berkotbah tentang cinta Yesus yang penuh pengorbanan dan permintaan Yesus agar kita saling mencintai satu sama lain dengan cinta pengorbanan yang sama, saya perhatikan ada seorang laki-laki menghentikan mobilnya dekat pintu gereja. Dia duduk di sana selama pembicaraan lebih dari 35 menit...Ketika saya berkotbah, dia mulai berteriak-teriak ke arah bangunan gereja. Awalnya, saya tidak yakin dengan apa yang dia teriakkan sehingga saya berhenti berkotbah lalu berjalan menuju dia. Kami pun berbicara dengan dia. Segera menjadi jelas bahwa dia merasa sangat terganggu dengan apa yang saya kotbahkan. Dan di tengah teriakannya kepada saya dia katakan, 'Kau ganggu saya. Kau ganggu kaum Muslim (You press on Muslim's nervers). Kau akan segera pergi ke Neraka pada hari pengadilan terakhir.' Agaknya, dia Muslim dan ingin pastikan bahwa saya tahu dia bermasalah dengan pesan Kristen yang tengah saya kotbahkan. Tidak perlu dikatakan, pengalaman ini membuat kami semua tidak merasa nyaman."
Prancis: Seorang laki-laki Muslim memasuki katedral lalu mengancam akan meledakkannya karena mengkotbahkan Injil dan bukan Al-Qur'an. Menurut berita, 3 Mei, (aslinya dalam Bahasa Prancis di sini), laki-laki itu berusia 37 tahun. Ia hanya dikenal dengan nama pertamanya Ahmad, Ia "masuk Katedral St. Vincentius Chalon-sur-Saône" setempat yang terkenal kemudian berteriak-teriak bahwa, "Al-Qur'an yang harus dibaca!" Juga, bahwa dia membawa "granat sehingga akan meledakkan gereja." Selama proses pengadilannya, terungkap bahwa Ahmad "punya sejarah panjang kejahatan dengan 27 hukuman atas kejahatan sebelumnya, termasuk tiga kasus ancaman mati serta tujuh hukuman karena pencurian. Berita itu melanjutkan:
"Rm. Thierry de Marsac, Pastor Paroki Santo Vincentius milik Gereja Katolik Roma, mengatakan semua orang dalam katedral tetap tenang. Tetapi disampaikannya bahwa dia prihatin saat itu, karena memikirkan pembunuhan brutal terhadap Rm. Jacques Hamel yang dibunuh oleh teroris Islam radikal pada tahun 2016."
Muslim Menyerang Kebebasan Umat Kristen
Indonesia: Tanggal 7 Mei, sebuah pengadilan menjatuhkan hukuman atas seorang pastor Kristen, Pastor Abraham Ben Moses, 52 tahun, menjadi empat tahun penjara karena "menodai" (blashphemy) Nabi Islam, Muhamad. Abraham sendiri bekas Muslim. Setelah masuk Kristen, dia diketahui senang memberitakan Injil dan berdebat dengan kaum Muslim. Dia ditangkap Desember 2017 setelah video yang dia postingkan tentang dirinya sendiri yang men-sharing-kan agama Kristen yang baru dianutnya dengan seorang sopir taksi yang Muslim menjadi viral. Video itu agaknya mendorong beberapa orang Muhamadiyah, sebuah kelompok Islam terkenal di Indonesia dengan nyaris 30 juta anggota, mengajukan gugatan terhadapnya. Dalam video, dia mengkritik perkawinan yang diajarkan oleh Nabi Muhamad dalam Al-Qur'an, yang tampaknya membandingkannya dengan monogami Kristen. "Abraham" menurut berita, "dihukum berdasarkan UU Informasi dan Transaksi Elektronik No.11/2008, karena berniat menyebarkan informasi yang dimaksudkan untuk menghasut kebencian terhadap seseorang, kelompok dan masyarakat berdasarkan agama." Seorang Jurubicara Muhamadiyah menanggapinya dengan mengatakan bahwa, "Keputusan ini harus dihargai dan harus menjadi pelajaran penting bagi semua pihak." Sebaliknya, kelompok-kelompok hak asasi manusia seperti International Christian Concern (ICC) mengatakan bahwa:
"Pemerintah Indonesia harus merevisi UU Penodaan Agama negeri itu, karena semakin banyak dieksploitasi oleh kelompok-kelompok Muslim radikal untuk menyasar orang-orang yang mereka anggap mengganggu yang secara teologis 'keluar jalur.' Untuk menghormati kebebasan beragama seperti yang diabadikan dalam Konstitusi Indonesia, pemerintah harus menghormati semua agama dan menghentikan kriminalisasi umat Kristen ketika mereka hanya sekedar menjalankan hak mereka demi kebebasan berbicara."
Aljazair: Permohonan banding seorang pastor Kristen---seorang ayah berusia 37 tahun dengan tiga anak---yang terbukti bersalah "menghina agama seorang Muslim" ditolak pengadilan, 16 Mei lalu. Persoalan yang dihadapinya berawal ketika seseorang menginformasikan kepada pos penjagaan keamanan untuk memeriksa kendaraannya secara menyeluruh. Petugas kemudian menyita 56 buku, termasuk Injil Mateus, Alkitab, sebuah buku komentar tentang Alkitab, sebuah buku sejarah gereja serta beberapa pamflet. Pastor Nouredine Belabed, yang bekas Muslim itu menjelaskan bahwa dia "bermaksud hendak membagikannya gratis kepada umat Kristen lain atau orang-orang lain yang ingin tahu tentang Kristus.' Selama diadili, "hakimnya keras" dan "mengintimidasi," demikian dikatakan Belabed. Hakim, katanya, berulang-ulang memarahinya: "Mengapa kau bawa buku-buku Kristen itu? Tidakkah kau malu? Kau tidak malu lakukan itu? Aljazair negara Muslim.""Saya tidak berbuat salah, Hakim," tanggap Belabed. "Alkitab yang saya bawa dimaksudkan untuk anggota komunitas, Gereja Tiaret kami, yang berafiliasi dengan EPA [gereja Aljazair yang diakui resmi]. Tidak saya berikan kepada orang-orang lain atau berupaya mengabarkan Injil kepada siapapun."
Menurut keputusan, "Nouredine B. sendiri yang terbukti bersalah membawa dan membagikan barang-barang bernuansa Kristen dengan tujuan menghina dan mengguncangkan iman seorang Muslim. Berdasarkan Artikel 11/02 UU 03/06, dia, untuk itu diperintahkan membayar denda 100.000 Dinar Aljazair." Denda yang sama dengan sekitar $842 (atau Rp 12,5juta) dianggap sangat besar. "Saya lelah," urai Belabed. "Polisi terus awasi kami, istri saya dan saya. Mereka awasi semua gerak-gerik kami. Saya tidak ingin menimbulkan lebih banyak beban lagi pada keluarga saya lebih dari itu. Saya putuskan memilih membayar denda."
UU 03/06 menyerukan hukuman penjara sebanyak-banyaknya lima tahun dan denda sampai satu juta dinar (sekitar $8.687) untuk siapa saja yang:
"menghasut, memaksa atau memanfaatkan bujukan sehingga cenderung memurtadkan seorang Muslim menjadi penganut agama lain, atau memanfaatkan untuk tujuan ini, lembaga pendidikan, kesehatan, sosial, budaya atau pendidikan atau lembaga lain, atau keuntungan finansial; atau membuat, menyimpan atau membagi-bagikan dokumen cetak atau film atau medium audiovisual lain atau sarana-sarana yang dimaksudkan untuk menghina iman seorang Muslim."
Secara terpisah, pada 3 Mei, sebuah pengadilan menjatuhkan denda 20.000 Dinar (sekitar Rp 2,5 juta) kepada Idir Hamdad, 29 tahun, seorang Muslim yang menjadi Kristen. Alasannya, karena dia "mengimpor barang-barang yang tidak diijinkan"---yang merujuk pada Alkitab serta cincin logam berbentuk salib yang diberikan kepadanya oleh sebuah gereja ketika mengunjungi Yordania. Yang disita petugas bea-cukai darinya di Bandara, ketika dia kembali ke negeri itu tahun 2017 lalu. "Setelah mereka buka koper saya, mendadak saya dikelilingi oleh banyak sekali polisi dan petugas bea-cukai," urai Hamdad.
"Petugas bea-cukai mulai gerakkan tangannya ke berbagai arah menarik perhatian. Dan saya, tetap terheran-heran, masih saja tidak paham dengan apa yang sedang terjadi pada saya."
Secara bergantian, kerapkali bersamaan, petugas mencecarnya dengan pertanyaan, urainya.
"Rasanya seperti hujan: 'Apakah kau Kristen? Dari mana asalmu? Siapa memberikan benda-benda itu kepadamu? Dan buku-buku Kristen itu, siapa yang berikan kepadamu? Untuk siapa itu?" urainya.
Dua polisi mencengkram, memaksanya mengikuti mereka keluar terminal internasional menuju terminal nasional. Di sana mereka menahan dia selama delapan jam, tanpa makanan dan air, urainya.
"Dalam karantina itu, para wakil hukum berhasil menyalahgunakan otoritas mereka untuk memaki-maki saya," urainya. "Mereka berulangkali membujuk saya untuk meninggalkan Agama Kristen saya lalu kembali masuk Islam: 'Jika kau tinggalkan agama Kristenmu sekarang lalu ucapkan Kalimat Syahadat, kami akan ijinkan kau pergi sekarang juga. Dan, bakal tidak ada tuntutan hukum atasmu."
"Untuk menyalahkan orang Kristen ... dengan sekitar 20 gantungan kunci, termasuk 4 atau 5 bantalan salib dan 6 syal... Ini konyol dilihat dari Pasal 365 UU Bea Cukai," kata pengacaranya, lalu menambahkan bahwa tidak ada barang melanggar UU Bea Cukai Aljazair.
Somalia: Sebuah komunitas kecil sekitar 30 orang Kristen Lansia terus hidup dalam ketakutan bahwa keluarga mereka - terutama cucu mereka - akan membantai mereka dalam apa yang bisa dibilang negara Muslim terparah di dunia bagi orang Kristen. Menurut seorang pria yang berbicara dengan nama samaran Musa:
"Kekerasan ada rumah [kita]. Dan kita sedikit. Kita mempertaruhkan nyawa setiap hari .... Oang-orang yang lahir pada era 90an telah menjadi tidak toleran dan tidak mau tahu dengan orang-orang tua penganut Kristen. Oleh karena itu para Lansia melarikan diri, pergi dari anak-anak dan cucu mereka. "
Ditambahkannya bahwa beberapa kakek-nenek Kristen memang sudah "dibunuh oleh cucu-cucu mereka."
***
Raymond Ibrahim adalah pengarang sebuah buku baru, Sword and Scimitar, Fourteen Centuries of War between Islam and the West (Pedang dan Badik, Empat Belas Abad Perang Antara Islam dan Barat). Ia Mitra Senior Kenamaan pada Gatestone Institute dan Middle East Forum.
Tentang Seri Ini
Memang tidak semua, atau bahkan tidak bisa dikatakan sebagian besar, kaum Muslim terlibat namun penganiayaan terhadap umat Kristen terus meningkat. Seri "Kaum Muslim Menganiaya Umat Kristen" dikembangkan untuk mengumpukan berbagai contoh aksi penganiayaan yang mengemuka setiap bulan walaupun tentu saja tidak semua.