(Sumber foto: iStock) |
Sekian lama, praktes sosialisme tampaknya benar-benar gagal. Pesonanya sebagai suatu ideologi ekonomi hilang. Republik Uni Sosialis Soviet (Uni Soviet) hancur; negara-negara satelit Eropa Timurnya lantas melepaskan diri pada era 1990-an. Cina beralih dari sosialisme menjadi kapitalisme negara yang dimulai dengan reformasi ekonomi pada 1978 dan sejak itu melakukannya dengan penuh semangat. Kuba Komunis merosot menjadi tujuan wisata liburan tepi pantai bagi masyarakat Kanada dan Eropa, dan Venezuela yang sosialis benar-benar runtuh. Dalam sebuah esainya yang terbit pada 1989 berjudul "The End of History?", Francis Fukuyama menjelaskan bahwa, dalam peristiwa-peristiwa yang disebutkan di atas, kita menyaksikan "kemenangan ekonomi dan liberalisme politik yang tanpa malu-malu."
Partai-partai sosialis, tentu, pernah hadir di banyak negara Eropa sepanjang abad ke-20 dan ke-21 dan pada suatu waktu pernah dominan di beberapa negara. Tetapi mereka cenderung "pink" daripada "merah." Umumnya mereka lebih menyukai kebijakan negara kesejahteraan daripada mengambil alih alat-alat produksinya. Saat ini, sebagian besar negara Eropa berjuang untuk tetap bertahan mendukung kehidupan (life support). Partai Buruh Inggris, misalnya, dalam revisi 1993 atas Klausul IV konstitusinya menyatakan meninggalkan ide negara memiliki alat-alat produksi.
Sosialisme, bagaimanapun, akhir-akhir ini sudah lepas landas di kancah politik Amerika dan terus menjadi prinsip dasar Partai Demokrat Baru Kanada. Di A.S., "Sikap terhadap sosialisme di kalangan anggota Partai Demokrat belum berubah secara material sejak 2010 dengan 57% dari mereka kini memiliki pandangan positif terhadapnya. Perubahan besar di kalangan Demokrat adalah sikap yang kurang optimis terhadap kapitalisme dengan 47% (anggota partai punya pandangan) positif tahun ini." Lebih lanjut, semua "orang Amerika berusia 18 hingga 29 bahkan bersikap lebih positif soal sosialisme (51%) daripada sikap mereka tentang kapitalisme (45%)."
Kecenderungan sosialis kaum muda seharusnya tidak mengejutkan siapapun yang akrab dengan sistem pendidikan kita dari sekolah dasar hingga universitas. Kenyataan ini jelas ditangkap oleh kaum Marxis dengan teriakan akrab mereka tentang dunia yang seharusnya dibagi menjadi dunia penindas dan yang dunia tertindas. Artinya, jika saya melakukannya dengan baik, pasti ada seseorang yang hancur. Dalam Marxisme tidak ada model ekonomi yang berorientasi "Saya menang, Anda menang, kita semua menang." Akibatnya, pendidikan masa kini sebagian besar terdiri dari propaganda politik anti-Barat, anti-kapitalis dan anti-kulit putih serta anti-laki-laki.
Orientasi sosialis ini tercermin dalam pemilihan presiden pertama Partai Demokrat pada 2016. Kala itu, orientasinya kemungkinan besar bergerak kepada sosialis yang memproklamasikan diri sendiri, Bernie Sanders jika Komite Nasional Demokratik tidak memperbaiki soal perlombaan antarkandidat presiden. Orientasi pro-sosialis terlihat dalam pemilihan dewan perwakilan rakyat pada 2018 dan pernyataan lanjutan kandidat yang memaklumkan dirinya sendiri sebagai "sosialis demokratis " (dengan kata-katanya sendiri) Alexandria Ocasio-Cortez. Para pendukung Partai Demokrat pada pihak lain mengklaim diri "sosialis demokratis." Persoalannya, Uni Soviet pun selalu mengklaim diri memperjuangkan demokrasi vs kapitalisme dan Korea Utara secara resmi menyatakan:
"Republik Rakyat Demokratik Korea adalah negara para pekerja sejati. Di sana semua orang sepenuhnya bebas dari eksploitasi dan penindasan."
Rekam jejak sosialismenya dalam bidang demokrasi dan ekonomi tidak lebih baik daripada rekam jejaknya soal kebebasan dan kemakmuran. Dari sudut apapun, negara itu benar-benar gagal total.
Kesamaan Derajat Kaum Sosialis
Obyek sosialisme agaknya hendak meningkatkan ekonomi yang setara dengan menyita kekayaan di antara individu dan keluarga dalam masyarakat. Ini dilakukan dengan mengambil kekayaan mereka yang punya kekayaan lebih banyak di atas rata-rata kemudian mendistribusikannya kembali kepada mereka yang kurang dari rata-rata. Karena kekayaan biasanya tidak akan secara sukarela diserahkan, maka redistribusi harus dipaksakan oleh badan-badan pemerintah, didukung oleh hukum dan peraturan administrasi. Dalam prakteknya, sosialisme, bagaimanapun, biasanya mengakibatkan para anggota pemerintah mendistribusikan kembali kekayaan yang mereka rampok untuk diri sendiri dan rekan mereka. Dalam lingkungan pemerintahan AS, masa kini sekalipun, anggota Kongres tidak terikat untuk mematuhi hukum yang mengikat mereka di negara itu. Karena itu, Lee Atwater lantas melaporkan, "The dawgs don't like the dawg food, "Anjing tidak lagi suka makananya."
Kesetaraan adalah nilai yang samar tapi penting dalam budaya Barat pasca-Abad Pencerahan. Kesetaraan dalam bidang apa? Kesetaraan awalnya dikembangkan secara historis sebagai kesetaraan di depan hukum, kemudian berkembang menjadi kesetaraan kesempatan. Dalam teori sosialis nilai itu dibingkai sebagai kesetaraan hasil. Hasil yang setara memangkas hubungan antara bisa menikmati imbalan produksi seseorang dan perampasan imbalan untuk didistribusikan kepada orang lain, seperti yang terlihat dalam slogan Marx, "Dari masing-masing sesuai dengan kemampuannya, untuk masing-masing sesuai dengan kebutuhannya." Bahkan Stalin, bagaimanapun, ingin mempertahankan beberapa hubungan antara produksi dan distribusi. Karena itu, dia memasukkan slogan yang sudah dimodifikasinya ke dalam Konstitusi Soviet, "Dari masing-masing sesuai dengan kemampuannya, untuk masing-masing sesuai dengan karyanya."
Para penganjur hasil yang setara bahkan menuntut supaya hubungan antara dunia kerja dan ganjarannya diputuskan secara lebih radikal lagi. Anggota Kongres wanita Alexandria Ocasio-Cortez, misalnya pernah mengedarkan ringkasan proposal "Green New Deal." Lewat usulan itu, dia menganjurkan dukungan ekonomi negara bagi mereka yang "tidak mampu atau tidak mau bekerja."
Produksi dan Distribusi
Sosialisme berpusat pada redistribusi kekayaan. Yang justru diabaikan, saat tidak diremehkan, malah produksi---sebuah aktivitas yang agaknya tidak dilakukan secara baik oleh pemerintah karena tidak ada pengawasan atau persaingan atau persaingan pasar bebas. Jadi, masalah utama sosialisme pemerintah mana pun adalah kurangnya produksi barang dan jasa yang ingin didistribusikan kembali. Kritik utama sosialisme yang lain adalah bahwa terputusnya hubungan antara pekerjaan dan penghargaan merongrong motivasi untuk bekerja dan berinovasi seseorang. Mengapa bekerja atau mengambil risiko ketika keuntungan, jika seseorang berhasil, malah pergi kepada pihak lain?
Apapun yang terjadi, pemerintah sosialis harus mendistribusikannya, sehingga apapun terjadi menyebabkan produksi menurun. Karena bagaimanapun, jika Anda menarik insentif untuk kerja dan produksi, Anda akhirnya justru meninggalkan produsen. Para pengunjung ke Uni Soviet ingat pernah berupaya mendapatkan perhatian seorang pelayan di sebuah restoran. Persoalannya, mengapa ada orang membantu jika tidak ada ganjaran karena sudah membantu? Sekarang ada krisis kesehatan di Eropa karena dokter meninggalkan negara-negara anggota yang lebih miskin hendak mencari gaji yang lebih baik di negara-negara anggota yang lebih kaya. Di Inggris misalnya, makin sedikit mahasiswa r mendaftar diri masuk sekolah kedokteran. Kesadaran ini menyebabkan mengapa Margaret Thatcher dikutip pernah mengatakan, "masalah yang terjadi pada sosialisme adalah bahwa pada akhirnya Anda menghabiskan uang orang lain."
Pemerintah sosialis memang punya solusi moneter untuk masalah itu. Mereka cukup mencetak lebih banyak uang. Upaya itu memang berhasil saat itu, tetapi sejak saat itu, inflasi meningkat hingga semua uang menjadi tidak bernilai efektif dan orang tidak dapat membeli barang atau jasa apa pun. Jika ada barang yang akan dibeli, saat itu biasanya barangnya malah tidak ada. Inflasi di Venezuela yang kaya minyak mencapai 80.000% pada 2018, menurut Majalah Forbes. "Kesetaraan" sosialis dengan demikian menjadi sama-sama miskin dan kelaparan bagi semua orang, kecuali mungkin segelintir orang dalam lingkungan pemerintahan.
Kesetaraan "uber alles" (di atas segala-galanya)
Kesetaraan merupakan nilai Barat yang penting. Namun, bukan-bukan satu-satunya..
Kemakmuran adalah nilai Barat penting lainnya. Kemakmuran persisnya adalah apa yang hilang ketika produksi gagal. Selain itu, jika kesetaraan menjadi satu-satunya nilai, maka efisiensi justru menghilang. Barang dan jasa tidak dikembangkan atau disediakan. Lebih jauh lagi, ekonomi yang dikendalikan pemerintah benar-benar sangat tidak efisien: karena bagaimanapun, ekonomi itu sesuatu yang sangat rumit dan bergerak cepat, sebaliknya birokrasi itu kikuk dan lamban.
Kebebasan adalah nilai penting lainnya. Sayangnya, di bawah sosialisme, kebebasan sangat dibatasi. Akibat kekayaan dirampas dan didistribusikan kembali, orang kehilangan kemampuan untuk menabung, mencipta, bergerak, membeli dan memberikan sumbangan. Kesetaraan dan kebebasan dengan demikian, sama sekali tidak cocok sama lain. Sosialisme berarti menyerahkan kebebasan Anda kepada pemerintah Anda, yang mengklaim diri tahu cara membelanjakan uang Anda lebih baik daripada Anda sendiri. Sayangnya, sejarah membuktikan ini merupakan spiral kematian ekonomi dan penyediaan jasa, entah yang terkait dengan kualitas pendidikan publik di AS, atau pemberian layanan kesehatan kepada para veteran. Selama bertahun-tahun di AS, perawatan kesehatan yang dikelola pemerintah bagi para veterannya sangat aneh. Dan, jika orang tidak sukai, tidak ada yang bisa dia lakukan. Pemerintah terus saja mengganti para komisioner lembaga penyedia jasa kesehatan. Sekarang ini, Presiden Donald J. Trump akhirnya mencoba mengatasi krisis itu. Bagaimana? Dengan memprivatisasi.
Keadilan adalah nilai lain lagi. Jika keadilan berarti memberikan kepada setiap orang apa yang menjadi haknya maka pemikiran bahwa mengambil kekayaan dari mereka yang sudah mendapatkannya kemudian memberikannya kepada mereka yang belum mendapatkannya, adalah praktik yang meragukan kalau dilihat dari sudut pandangan keadilan,
Pemerintahan Sosialis
Semakin besar pemerintah mengendalikan ekonomi, semakin besar pula kekuasaan pemerintah beserta lembaga-lembaganya. Yang membuat persoalan semakin runyam adalah, tidak ada cara untuk memastikan bahwa pemerintah memang memikul tanggung jawab itu secara bertanggung jawab. Karena itu, ketika berbicara tentang betapa parahnya pendidikan gratis di sekolah-sekolah umum Amerika, Almarhum Ketua Federasi Guru Amerika, Albert Shanker, dilaporkan pernah mengatakan, "Ketika anak-anak sekolah mulai membayar iuran serikat (sekolah) maka saat itulah saya mulai mewakili kepentingan anak sekolah."
Konsekuensinya serius. Sebagaimana Lord Acton pernah tuliskan kepada Uskup Creighton pada tahun 1887, "Kekuasaan cenderung korup dan kekuasaan absolut korup secara absolut."
Kesetaraan ekonomi mempersyaratkan pemerintahan yang kuat. Persoalan, pemerintahan yang kuat biasanya berakhir dengan ketidaksetaraan politik. Itu terjadi karena para pemimpin politik dan elit birokrasi dalam politik mengendalikannya. Demikian juga dengan ekonomi. Dalam hierarki politik sosialis, mereka yang berada di atas nyaris mempunya kekuasaan yang absolut; sedangkan mereka yang di bawah tidak memiliki kekuasaan.
Sosialisme terbukti tidak cocok dengan demokrasi. Negara-negara sosialis cenderung menjadi diktator yang sombong, negara satu partai, totaliter dalam budaya dan keamanan. Di sana, lembaga-lembaga keamanan bebas memaksa masyarakat untuk patuh.
Diskusi
Alasan utama bahwa sosialisme populer di Amerika Utara, tentu saja, adalah karena semua orang suka "barang gratis," terutama "uang gratis". Tidaklah sulit untuk melihat daya tariknya dalam pemungutan suara bagi orang-orang yang berjanji hendak membuka jalan bagi anda untuk meraih kekayaan.
Memberikan dukungan terhadap sosialisme ini bisa membuat iri. Memang manusiawi untuk iri pada mereka yang punya lebih dan lebih baik. Namun, pantaslah diragukan bahwa kebijakan sosial yang bagus akan membasiskan kebijakan politik pada sentimen ini. Karena bagaimanapun, secara historis orang akan sampai pada situasi dan tempat yang parah atau yang kurang parah. Memang benar bahwa sistem pemilihan terbuka mengarah kepada sikap tidak terpuji ini, tetapi janji biasanya palsu (misalnya, Mantan Presiden Barack Obama pernah mengatakan "Anda bisa pertahankan dokter anda"; "anda bisa tetap pertahakan rencana perawatan kesehatan anda,", UU Perawatan Kesehatan yang Terjangkau menyebabkan setiap keluarga menghemat $2500"). Para pemilih cerdas akan bijaksana menghindari janji-janji ini.
Dalam konteks Amerika, ketamakan dan kecemburuan saat ini tampaknya disebabkan oleh merosotnya watak Amerika. Menurut jurnalis Matthew Continetti:
"Nilai-nilai kelas menengah tentang kejujuran, kesetiaan, ketekunan, rasa enggan, menunda upaya untuk memuaskan diri dan pengendalian diri yang pernah sangat kuat menguasai masyarakat selama beberapa dekade ini sudah bersaing dengan etika ekspresi diri, kesenangan diri, kepuasan instan, dan tuntutan terhadap hal-hal yang mustahil. "
Selain itu, merujuk kepada orang yang menganjurkan supaya kebebasan berbicara dibatasi, sejarawan Victor Davis Hanson pernah memperlihatkan;
"Saya pikir mereka lakukan dengan bahasa Orwellian. Yang mereka maksudkan dengan kebebasan berbicara adalah ujaran kebencian karena Anda bisa saja bersikap kejam terhadap beberapa kelompok. Dengan demikian, sensor dikatakan sebagai peringatan pemicu, pemisahan sosial masyarakat dianggap sebagai tempat aman. Anda juga masih punya beberapa skeptisisme sehingga pemanasan global buatan manusia menjadi semacam usaha untuk menciptakannya atau sebaliknya menyangkalnya. "
Kini orang dilarang berbicara tentang merosotnya kebajikan di Amerika. Tiap kali hal ini dibicarakan bisa berarti membawa gerombolan penegak "keadilan sosial" yang siap hendak menghancurkan siapa saja yang mengungkapkannya. Dalam gaya Orwellian sejati, biasanya, orang yang dianggap "antifasis" adalah fasis sejati. Dengan demikian, polisi moralitas baru bisa mencoba membungkam siapa saja yang tidak setuju dengan mereka - seperti yang bisa dibaca di sini, di sini dan di sini.
Merosotnya watak Amerika tampaknya disebabkan oleh keyakinan bahwa nilai Amerika sudah digantikan dengan relativisme dan multikulturalisme budaya yang mengklaim bahwa semua nilai, keyakinan dan kebudayaan sama-sama baik. Juga bahwa nilai non-Amerika bahkan mungkin lebih baik dari nilai-nilai Amerika. Bagi banyak kalangan di Amerika, nilai-nilainya tampaknya sudah diturunkan menjadi sikap rakus, rasisme, dan militarisme. Juga bahwa solusi terbaik bagi nilai Amerika adalah sosialisme dalam bentuk "bebas segala-galanya."
Masyarakat Amerika yang tidak ingin mengikuti jalan Republik Uni Sosialis Soviet (USSR), Komunis Cina, Khmer Merah Kamboja, Korea Utara, Kuba dan Venezuela masih punya jalan alternatif. Jika yang menjadi persoalan pentingnya adalah rasa takut karena biaya sakit yang parah, maka Presiden Ronald Reagen pernah mengusulkan adanya progam bantuan pemerintah hanya untuk tujuan itu. Meski demikian, tetap ada pilihan ekonomi pasar bebas bagi perawatan medis seseorang lainnya. Program itu tentu secara ekonomis kurang mengganggu sebuah bangsa dan pembayar pajaknya. Ia lebih bisa mendukung dibanding berusaha mengunci sebuah bangsa dalam sistem perawatan kesehatan yang dikelola secara birokratis dan sentralistik, yang sayangnya justru memasok perawatan kesehatan yang semakin merosot dengan biaya makin lama makin meledak, dengan masa tunggu makin lama makin panjang sehingga semakin kurang orang di manapun program itu dicoba. Kesetaraan sosialisme semu yang mutlak dengan demikian merusak kemakmuran dan kebebasan demokrasi masyarakat.
Philip Carl Salzman adalah Profesor Emeritus Bidang Antropologi pada McGill University, Mitra Senior pada Frontier Centre for Public Policy, Mitra Lembaga Kajian Middle East Forum, dan Direktur Scholars for Peace in the Middle East. Berbagai artikelnya tentang kepentingan publik dapat ditemukan di Frontier Centre, the Macdonald-Laurier Institute, Gatestone Institute, Middle East Forum, Minding the Campus, C2C Journal, Areo Magazine, dan Dogma Review.