(Sumber foto: UN/Cia Pak) |
Otoritas Palestina (PA) mengaku pihaknya menginginkan komunitas internasional menekan Israel supaya "menghentikan pelanggaran yang dilakukannya terhadap masyarakat Palestina serta hukum internasional." Tuntuan ini disampaikan kepada para anggota delegasi Parlemen Eropa yang bertemu 8 Oktober lalu di Ramallah bersama Perdana Menteri PA Rami Hamdallah. Pada pertemuan itu, Hamdallah juga menegaskan kembali permintaan PA untuk memberikan "perlindungan internasional" bagi masyarakat Palestina.
Permohonan Hamdallah kepada para wakil Parlemen Eropa harus dilihat dalam konteks kampanye penuh kebohongan beserta aksi penghasutan yang terus pemimpin PA lakukan atas Israel. Dengan demikian, seruan itu bernada munafik sekaligus menipu.
Hamdallah tampaknya merujuk kepada langkah-langkah Israel untuk membela diri sepanjang perbatasan Jalur Gaza di mana ribuan pendukung Hamas tengah melancarkan demonstrasi yang hebat sejak Maret 2018 silam. Sebagai bagian dari protes rekayasa Hamas, yang kerapkali menyebut "Parada Kembali ke Israel" (March of Return), masyarakat Palestina sudah mulai menyusup memasuki perbatasan Israel. Mereka juga melemparkan bom rakitan serta bahan-bahan peledak kepada para tentara Israel. Mereka juga melontarkan layang-layang bernyala serta balon-balon udara dalam jebakan ranjau atas berbagai komunitas Israel dekat perbatasan dengan Jalur Gaza.
Hamdallah dan bosnya, Presiden Mahmoud Abbas yakin Israel tidak berhak membela diri dari kampanye terorisme yang Hamas dan berbagai kelompok terror Palestina lancarkan di Jalur Gaza. Dalam pandangan mereka, baguslah masyarakat Palestina melemparkan bahan peledak serta bom rakitan kepada tentara, tetapi benar-benar tidak bisa diterima jika tentara Israel membela diri. Menurut logika putar belit (twisted logic) para pemimpin Palestina, sepanjang perbatasan dengan Jalur Gaza, semua itu (baca: demonstrasi) itu berawal ketika Israel melakukan tembakan balasan.
Pihak-pihak yang mengirim warga Palestina untuk bentrok dengan tentara Israel sepanjang perbatasan dengan Jalur Gaza adalah orang-orang yang bertanggung jawab atas kematian lebih dari 150 warga Palestina serta yang melukai ribuan orang lainnya. "March Return" aliasa "Parade untuk Kembali ke Israel" tidak ada apa-apanya selain pernyataan perang atas Israel. Itulah fase lain kampanye terorisme Palestina untuk memaksa Israel berlutut tunduk. Tatkala berbagai bom bunuh diri dan roket tidak mencapai sasaran untuk memaksa Israel mengalah, warga Palestina lalu memanfaatkan layang-layang bernyala serta balon, kemudian menikam serta menikam warga Israel supaya bisa mencapai tujuannya.
Tujuan yang ada dalam benak masyarakat Palestina adalah untuk melihat Israel lenyap. Semuanya berkaitan dengan itu. Abbas yakin bisa mencapai tujuan ini dengan cara melancarkan perang diplomatik melawan Israel dalam komunitas internasional. Perang itu dimaksudkan untuk mendelegitimasi serta menganggap Israel serta warga Yahudi sebagai setan. Para pesaingnya di Hamas yakin Israel bisa dan seharusnya dihancurkan lewat terorisme dan tindakan kekerasan lainnya.
Stratregi Perdana Menteri PA untuk menangis curang melawan Israel merupakan bagian dari tradisi Palestina yang sangat panjang untuk menggerahkan dunia melawan Israel.
Nyatanya, cara itu sama dengan pepatah Arab yang terkenal: "Dia hajar saya dan saya menangis. Dia dan saya bersaing untuk mengeluh." Pepatah ini merefleksikan suasana pemikiran para pemimpin Palestina, yang berdasarkan pepatah itu, pelaku justru berpura-pura menjadi korban.
Bagaimanapun, ini lebih daripada sekedar sebagai korban. Pendekatan para pemimpin Palestina itu bukan saja curang tetapi juga sangat munafik.
Pasukan-pasukan keamanan Hamas di Tepi Barat terus saja melanjutkan serangan rutin mereka atas kebebasan publik termasuk kebebasan media, justru ketika Hamdallah mengeluhkan "pelanggaran " Israel. Tepat saat pertemuan tengah berlangsung di Ramallah, sebuah kelompok Palestina menerbitkan sebuah berita tentang pelanggaran hak asasi manusia berskala besar yang dilakukan oleh berbagai pasukan keamanan pimpinan Hamdallah dan Abbas.
Ketika pertemuan sedang berlangsung, pasukan keamanan Otoritas Palestina masih menangkap wartawan Palestina lain di Kota Hebron: Amer Abu Arafeh. Sang wartawan dilepaskan 24 jam kemudian. Ia mengaku penyidik Palestina-nya berupaya memaksa dia memberikan password, kata sandi halaman Facebook-nya.
Delegasi Parlemen Eropa tentu saja tidak diikutsertakan dalam berita (report) tentang serangan terakhir dalam media Palestina selama mereka bertemu dengan Perdana Menteri PA. Ini bukan sesuatu yang menjadi perhatian mereka atau Uni Eropa, karena wartawan tidak disasar oleh Israel. Mengapa harus membuka mulut mereka tentang penangkapan wartawan Palestina jika Israel tidak terlibat di dalamnya?
Delegasi Parlemen Eropa pun tidak akan mendengar laporan yang diterbitkan sebuah kelompok bernama The Committee of Families of Political Prisoners (Komisi Keluarga Narapidana Politik) di Tepi Barat. Komisi itu terdiri dari keluarga dan sanak saudara warga Palestina yang secara teratur dan sistematis disasar oleh pasukan keamanan PA, terutama karena mereka berafiliasi dengan kelompok-kelompok oposisi Palestina, termasuk Hamas atau karena secara terbuka mengkritik para pemimpin Palestina.
Laporan itu menuduh PA semakin banyak menyerang kebebasan publik di Tepi Barat. Dan laporan itu diungkapkan kepada publik ketika para pejabat Uni Eropa n sedang dijejali dengan tuduhan Hamdallah terhadap Israel. Bagaimanapun, ini bukan kisah yang membuat Hamdallah tertarik berbagi dengan para tamunya dari Eropa.
Dalam laporannya, komisi itu mengatakan, pihaknya sudah mendokumentasikan 685 serangan oleh pasukan keamanan Otoritas Palestina di Tepi Barat terhadap kebebasan publik, hanya selama September lalu. Serangan itu mencakup, di antara hal-hal lainnya, penangkapan dan penahanan, pemanggilan untuk interogasi, razia rumah serta penyitaan harta milik masyarakat yang dilakukan secara sewenang-wenang. Laporan itu memperlihatkan bahwa kenyataan ini menandai meningkatnya pelanggaran hak asasi dibandingkan bulan-bulan sebelumnya.
Menurut laporan, pasukan keamanan PA menangkap lebih dari 100 warga Palestina pada hari-hari ketika Abbas justru menyampaikan pidatonya di Sidang Umum PBB, 27 September lalu. Abbas memanfaatkan sebagian besar pidatonya untuk mengecam Israel, yang dituduhnya "mencekik leher" warga Palestina sekaligus "menghancurkan usaha serius kami untuk membangun lembaga-lembaga negara dambaan kami."
Abbas, bagaimanapun, tidak menyampaikan kepada Sidang Umum PBB, bahwa ketika dia berpidato, pasukan keamanannya melancarkan tindakan keras yang massif atas pengkritik serta musuhnya di Tepi Barat. Sejauh berkaitan dnegan Abbas, ini bukanlah hal yang perlu dunia ketahui. Yang dilihat dia dan orang-orang lain hanyalah kejahatan pada pihak Israel.
Kembali kepada soal laporan, Abbas atau perdana menterinya tidak peduli sehingga tidak membagikan isinya kepada dunia. Menurut laporan, di antara orang-orang yang ditangkap atau ditahan selama September silam, ada 37 mahasiswa, 8 guru sekolah, 7 wartawan, 55 staf universitas beserta para dosen, 5 insinyiur serta 23 pedagang. Laporan itu memperlihatkan bahwa empat tahanan Palestina pernah mogok makan di penjara Palestina memprotes penahanan mereka yang illegal.
Jadi kita lagi-lagi tengah menyaksikan aksi tipu-tipu curang Abbas dan para pejabat seniornya di Ramallah. Para pemimpin Palestina meyakinkan diri bahwa mereka bisa terus menyebarluaskan kebohongan kepada dunia sambil menyembunyikan kebenaran soal apa yang sedang terjadi dalam rejim mereka yang represif dan korup di Tepi Barat. Mereka yakin, karena dunia bungkam, maka mereka bisa terus berbohong kepada siapa saja kapanpun.
Pertanyaannya, sekali lagi, tetap. Yaitu, apakah komunitas internasional tidak terbangun dari tidur mereka untuk sadar bahwa para pemimpin Paletina membodohi mereka. Delegasi Parlemen Eropa yang berkunjung ke Ramallah menjadi uji kasus yang bagus: Pesan apakah yang bakal ditularkan oleh para anggota delegasi di negara mereka? Apakah kebenaran tentang PA yang kejam dan represif? Ataukah kebohongan yang dicekokan dengan sendok penuh kepada mereka oleh Abbas dan para sahabatnya?
Ketika pertemuan sedang berlangsung, pasukan keamanan Otoritas Palestina masih menangkap wartawan Palestina lain di Kota Hebron: Amer Abu Arafeh. Sang wartawan dilepaskan 24 jam kemudian. Ia mengaku penyidik Palestina-nya berupaya memaksa dia memberikan password, kata sandi halaman Facebook-nya.
Delegasi Parlemen Eropa tentu saja tidak diikutsertakan dalam berita (report) tentang serangan terakhir dalam media Palestina selama mereka bertemu dengan Perdana Menteri PA. Ini bukan sesuatu yang menjadi perhatian mereka atau Uni Eropa, karena wartawan tidak disasar oleh Israel. Mengapa harus membuka mulut mereka tentang penangkapan wartawan Palestina jika Israel tidak terlibat di dalamnya?
Delegasi Parlemen Eropa pun tidak akan mendengar laporan yang diterbitkan sebuah kelompok bernama The Committee of Families of Political Prisoners (Komisi Keluarga Narapidana Politik) di Tepi Barat. Komisi itu terdiri dari keluarga dan sanak saudara warga Palestina yang secara teratur dan sistematis disasar oleh pasukan keamanan PA, terutama karena mereka berafiliasi dengan kelompok-kelompok oposisi Palestina, termasuk Hamas atau karena secara terbuka mengkritik para pemimpin Palestina.
Laporan itu menuduh PA semakin banyak menyerang kebebasan publik di Tepi Barat. Dan laporan itu diungkapkan kepada publik ketika para pejabat Uni Eropa n sedang dijejali dengan tuduhan Hamdallah terhadap Israel. Bagaimanapun, ini bukan kisah yang membuat Hamdallah tertarik berbagi dengan para tamunya dari Eropa.
Dalam laporannya, komisi itu mengatakan, pihaknya sudah mendokumentasikan 685 serangan oleh pasukan keamanan Otoritas Palestina di Tepi Barat terhadap kebebasan publik, hanya selama September lalu. Serangan itu mencakup, di antara hal-hal lainnya, penangkapan dan penahanan, pemanggilan untuk interogasi, razia rumah serta penyitaan harta milik masyarakat yang dilakukan secara sewenang-wenang. Laporan itu memperlihatkan bahwa kenyataan ini menandai meningkatnya pelanggaran hak asasi dibandingkan bulan-bulan sebelumnya.
Menurut laporan, pasukan keamanan PA menangkap lebih dari 100 warga Palestina pada hari-hari ketika Abbas justru menyampaikan pidatonya di Sidang Umum PBB, 27 September lalu. Abbas memanfaatkan sebagian besar pidatonya untuk mengecam Israel, yang dituduhnya "mencekik leher" warga Palestina sekaligus "menghancurkan usaha serius kami untuk membangun lembaga-lembaga negara dambaan kami."
Abbas, bagaimanapun, tidak menyampaikan kepada Sidang Umum PBB, bahwa ketika dia berpidato, pasukan keamanannya melancarkan tindakan keras yang massif atas pengkritik serta musuhnya di Tepi Barat. Sejauh berkaitan dnegan Abbas, ini bukanlah hal yang perlu dunia ketahui. Yang dilihat dia dan orang-orang lain hanyalah kejahatan pada pihak Israel.
Kembali kepada soal laporan, Abbas atau perdana menterinya tidak peduli sehingga tidak membagikan isinya kepada dunia. Menurut laporan, di antara orang-orang yang ditangkap atau ditahan selama September silam, ada 37 mahasiswa, 8 guru sekolah, 7 wartawan, 55 staf universitas beserta para dosen, 5 insinyiur serta 23 pedagang. Laporan itu memperlihatkan bahwa empat tahanan Palestina pernah mogok makan di penjara Palestina memprotes penahanan mereka yang illegal.
Jadi kita lagi-lagi tengah menyaksikan aksi tipu-tipu curang Abbas dan para pejabat seniornya di Ramallah. Para pemimpin Palestina meyakinkan diri bahwa mereka bisa terus menyebarluaskan kebohongan kepada dunia sambil menyembunyikan kebenaran soal apa yang sedang terjadi dalam rejim mereka yang represif dan korup di Tepi Barat. Mereka yakin, karena dunia bungkam, maka mereka bisa terus berbohong kepada siapa saja kapanpun.
Pertanyaannya, sekali lagi, tetap. Yaitu, apakah komunitas internasional tidak terbangun dari tidur mereka untuk sadar bahwa para pemimpin Paletina membodohi mereka. Delegasi Parlemen Eropa yang berkunjung ke Ramallah menjadi uji kasus yang bagus: Pesan apakah yang bakal ditularkan oleh para anggota delegasi di negara mereka? Apakah kebenaran tentang PA yang kejam dan represif? Ataukah kebohongan yang dicekokkan dengan sendok penuh kepada mereka oleh Abbas dan para sahabatnya?
Bassam Tawil, warga Arab Muslim dan berdiam di Timur Tengah.