Di manapun, ketika pemimpin AS membantu para jihadi Islam menggulingkan otokrat sekuler demi nama "demokrasi dan kebebasan", minoritas Kristen pribumi dipaksa untuk beralih menjadi Islam atau mati.
Banyak dari mereka menerima mati.
Peristiwa paling baru terjadi 28 Agustus 2015 lalu di dekat Aleppo, Suriah. Ketika itu, Negara Islam (IS atau ISIS) menyiksa, memutilasi, memperkosa, memenggal kepala serta menyalibkan 12 umat Kristen di depan umum karena mereka mengatakan, "tidak akan tinggalkan Kristus" demi Muhamad.
Para jihadi menghadirkan sekelompok orang di depan gerombolan massa. Setelah itu, mereka memotong ujung jari seorang anak laki-laki 12 tahun yang tetap menolak menjadi mualaf. Dengan "kejam mereka lalu memukulnya lalu memberi tahu ayah anak itu bahwa mereka akan berhenti menyiksanya jika dia, sang ayah kembali memeluk Islam." Dia menolak, karena itu mereka "juga menyiksa dan memukul dia beserta dua petugas sebuah organisasi pelayanan lain. Ketiga pria dan anak lelaki itu akhirnya mati di salib."
Menurut seorang pemimpin Kristen yang terkait dengan para martir itu, "Jasad mereka dibiarkan bergantungan di salib selama dua hari. Tak seorang pun diijinkan menurunkannya." Sebuah papan bertuliskan "ORANG KAFIR" diletakan berdekatan dengan salib mereka.
Delapan umat Kristen lain, termasuk dua wanita berusia 29 dan 33 tahun juga disuruh tinggalkan Kristus lalu memeluk Islam di depan sekumpulan massa yang banyak sekali. Ketika mereka menolak,
"Para ekstremis Islam kemudian memperkosa para wanita di depan umum yang justru terus-menerus berdoa selama penyiksaan. Tindakan mereka menyebabkan para militan ISIS semakin kejam memukul mereka semuanya.
"Ketika dua wanita dan enam laki-laki itu berlutut sebelum dipenggal, mereka semua berdoa.
"Penduduk desa mengatakan beberapa dari mereka berdoa kepada Yesus. Yang lain mengatakan beberapa dari mereka mendaraskan Doa Tuhan (baca: Doa Bapak Kami), sementara yang lain berkata, beberapa dari mereka mengangkat kepala menyerahkan jiwa mereka kepada Yesus,' urai direktur pelayanan Kristen. "Salah seorang wanita menatap ke atas, tampaknya nyaris tersenyum ketika dia menyebut, Yesus!"
"Setelah kepala mereka dipenggal, tubuh mereka digantung di salib, kata direktur pelayanan,"
Peristiwa mengerikan yang sama juga terjadi di dua negara Arab lain. Di, sana, dengan dalih 'kebebasan dan demokrasi' AS menggulingkan para diktator sekular yang sudah sekian lama mengawasi para jihadi: Libya dan Irak.
Tahun lalu, Andrew White, seorang pastor Anglikan yang dikenal sebagai "Vikaris dari Bagdad" rmengisahkan kembali berbagai aksi keji terhadap umat Kristen di Irak --- termasuk melihat anak-anak mereka dipotong bagi dua karena menolak memeluk Agama Islam:
"ISIS hadir dalam insiden itu lalu memaksa anak-anak [Kristen], "kalian ucapkan kalimat [Syahadat, menjadi mualaf], bahwa kalian akan mengikuti Muhamad.' Anak-anak itu, semuanya masih di bawah umur 15 tahun. Namun empat dari mereka, mengatakan, 'Tidak, kami mencintai Yesus [Yesua]. Kami selalu mencintai Yesus. Kami selalu mengikuti Yesus. Yesus selalu bersama kami." Mereka [ISIS] berteriak, 'Ucapkan!' Mereka [anak-anak] mengatakan, 'Tidak, kami tidak bisa.' [White pun mulai menangis terisak-isak]. Mereka lalu memenggal kepala anak-anak itu. Bagaimana kau menanggapi kenyataan ini. Kau hanya menangis. Mereka anak-anak kami. Itulah yang sedang kami alami. Itulah apa yang sedang kami alami."
Upaya mentargetkan anak-anak Kristen di Irak bisa dilacak kembali segera setelah tergulingnya Saddam Hussein. Pada Juni 2008, seorang anggota komisi parlemen Kanada mendengar betapa "kaum Muslim militan" menyalibkan anak-anak Kristen: "Sejak perang pecah pada 2003, sekitar 12 anak, banyak dari mereka masih muda berusia 10 tahun diculik, dibunuh kemudian dipaku pada salib-salib sementara dekat rumah mereka guna menakut-nakuti serta menyiksa orangtua mereka."
Dalam salah satu postingan Facebooknya, White yang secara teratur memajangkan foto-foto para martir Kristen menulis:
"Foto-foto yang saya kirimkan hari ini, adalah foto paling mengerikan yang pernah saya lihat. Sebuah keluarga terdiri dari delapan anggotanya ditembak semuanya di wajah mereka tergeletak dalam genangan darah, dengan Alkitab terbuka di atas sofa mereka. Mereka tidak mau meninggalkan agama mereka. Sikap itu menyebabkan mereka merelakan nyawa mereka."
White juga berkisah tentang bagaimana para anggota ISIS datang kepada seorang laki-laki Kristen dan berkata, "Kau jadi mualaf atau kami akan bunuh semua anakmu." Sang ayah, dengan putus asa mengucapkan kalimat Syahadat: "Tidak ada allah selain Allah dan Muhamad adalah utusan Allah." Dengan demikian, dia menjadi Muslim. Dia kemudian menelepon White:
"Abouna, abouna [pastor, pastor] saya ucapkan kata-kata itu! Apakah itu berarti Yesus tidak mencintai saya lagi? Saya selalu mencintai Yesus tetapi saya ucapkan kata-kata itu karena tidak bisa menyaksikan anak-anak saya dibunuh!"
"Tidak Elias," kata White. "Jesus masih mencintaimu---Dia akan selalu mencintaimu."
Ada banyak kisah sejarah pembantaian umat Kristen karena menolak meninggalkan Kristen demi Muhamad --- baik yang berkaitan dengan kisah 100,000 warga Georgia yang dipenggal kepalanya atau dibakar hidup-hidup atau "sekedar" 813 warga Italia yang dipenggal lehernya atau pun "menjadi mualaf karena takut. Sebuah laporan misalnya dari Mesir pertengahan mengatakan;
Pada tahun 1389, banyak sekali umat Koptik yang sudah menerima Muhamad karena takut mati, berpawai berjalan mengelilingi Kairo. Mereka menyesali telah murtad. Karena itu, mereka kini ingin menebus kesalahan mereka dengan...kembali menganut Kristen. Karena itu mereka berbaris, mengumumkan bahwa mereka percaya kepada Kristus sekaligus juga meninggalkan Muhamad. Akibatnya, mereka pun pun ditangkap. Semua laki-laki dipenggal kepalanya satu per satu di sebuah lapangan terbuka sebelum para wanita. Tetapi semua itu tidak membuat para wanita takut; karena itu mereka juga, semuanya menjadi martir (Crucified Again, pgs. 113-114).
Di Libya, awal tahun ini, Negara Islam mengeluarkan sebuah video yang menggambarkan pemenggalan leher 21 penganut Kristen Koptik di negara Afrika Utara. Sambil menekan badan para korban mereka, para anggota Negara Islam mencungkil mata umat Kristen, menekan leher mereka ke bawah lalu memenggalnya dengan pisau. Sedangkan terkait pemerkosaan, pemenggalan kepala dan penyaliban 12 warga Kristen dekat Aleppo di depan publik baru-baru ini, sejumlah umat Kristen Mesir juga melihat mereka berdoa kepada Kristus. Seorang imam Koptik belakangan menjelaskan peristiwa itu:
"Nama Yesus menjadi kata terakhir mereka ... Dengan nama itu, digumamkan pada saat terakhir hidup mereka, kemartiran mereka diberi cap.
Teroris ISIS bersiap untuk membunuh 21 umat Kristen Mesir di Libya, pada Februari 2015. |
Lebih dari sebulan sebelum video itu diperlihatkan, BBC dengan licik melaporkan bahwa sebagian besar umat Koptik yang dibantai "dibebaskan". Yang menyedihkan, upaya meremehkan penyiksaan oleh kaum Muslim terhadap umat Kristen memang menjadi standar bagi BBC.
Tatkala Negara Islam mengeluarkan video lain pada April lalu tentang semakin banyak umat Kristen di Libya yang dibunuh secara massal, seorang jurubicara Negara Islam mengatakan, "umat Kristen ada di mana-mana":
"Kami katakan kepada umat Kristen di mana pun, Negara Islam akan berkembang dengan ijin Allah. Ia akan mencapai kalian bahkan jika kalian berada dalam benteng pertahanan sekalipun. Jadi, siapapun yang masuk Islam akan aman...Tetapi siapa saja yang menolak tidak akan melihat apapun dari kami selain ujung tombak. Kaum lelaki akan dibunuh. Anak-anak mereka akan dijadikan budak dan kekayaan mereka akan direbut sebagai rampasan. Ini keputusan Allah dan UtusanNya."
Adegan dalam video itu selanjutnya menggambarkan umat Kristen Etiopia yang ditangkap serta ditembak belakang kepala mereka atau disuruh dipotong-potong berkeping-keping kepalanya.
Pembantaian umat Kristen yang terus berlangsung oleh Negara Islam serta penghancuran gereja-gereja serta barang-barang kuno harus diletakan di bawah kaki negara-negara Barat yang dengan sengaja atau tidak disengaja membuka jalan bagi Negara Islam.
Hal itu juga dikatakan Presiden Rusia Vladimir Putin baru-baru ini dalam sidang PBB ketika memberikan sambutan kepada negara-negara yang mendukung "Musim Semi Arab" --- yang paling penting dari mereka adalah Amerika:
Bukannya membuat demokrasi menang dan maju, kita justru menghadapi berbagai aksi kejam, kemiskinan dan bencana sosial --- tidak seorang pun peduli sedikit pun soal hak-hak asasi manusia termasuk hak untuk hidup. Saya tak kuasa mengajukan pertanyaan kepada pihak-pihak yang memaksakan situasi itu: Apakah kalian sadari apa yang sudah kalian lakukan?
Sadar atau tidak, mereka terus melakukannya di Suriah --- dengan umat Kristen yang kerapkali membayar harga paling tinggi .[1]
Raymond Ibrahim, pengarang buku "Crucified Again: Exposing Islam's New War on Christians," (Disalibkan Lagi: Mengungkap Perang Baru Islam atas umat Kristen) adalah anggota Shillman Fellow di David Horowitz Freedom Center dan seorang Mitra pada Judith Friedman Rosen Writing di Middle East Forum (Forum Timur Tengah).
[1] Selain Negara Islam melakukan pembantaian atas umat Kristen yang menolak untuk menganut Islam, orang-orang, gerombolan, teroris dan pemerintahan Muslim di seluruh dunia pun diketahui mencoba memaksa umat Kristen berpindah agama, kerapkali dengan kematian yang menyedihkan:
- Gaza Strip: umat Kristen di Gaza memprotes "penculikan dan pemaksaan pindah agama atas sejumlah orang yang sebelumnya menganut Islam untuk kembali memeluk Islam. "Komunitas Kristen yang semakin kecil membunyikan lonceng gereja sambil bernyanyi, "dengan jiwa, dengan darah kami, kami persembahkan diri kepadaMu, Yesus."
- Pakistan: Pada 2004, seorang bayi dua tahun diperkosa karena ayahnya yang Kristen "menolak menjadi mualaf." Seorang Kristen taat lainnya disembeli oleh para laki-laki Muslim "dengan banyak sekali tikaman kapak [24 luka tikaman kapak menurut hasil otopsi] karena menolak menjadi mualaf." Pada April 2004, seorang petugas keamanan Muslim membunuh seorang pekerja Kristen yang menolak menjadi mualaf.
- Uganda: sebuah geng Muslim dengan pedang menyerang sebuah gereja yang sedang mengadakan ibadat. Kala itu mereka menyerang seorang wanita berusia 18 tahun hingga tewas dan membiarkan tiga orang lainnya termasuk seorang bayi berusia satu tahun, terluka. Pastor gereja itu menjelaskan bahwa penyerangnya adalah anggota "sebuah kelompok Muslim lokal" yang berupaya "mengubah Uganda [yang mayoritas Kristen] menjadi bangsa Islam sehingga akan membunuh siapapun yang menolak berpindah menjadi Islam."
- Nigeria: seorang gadis Kristen mengisahkan bagaimana Boko Haram datang ke rumahnya kemudian membantai ayah dan saudara-saudaranya karena menolak berpindah menganut Islam. Setelah melecehkan dia, mereka mengikatnya dengan tali lalu membiarkannya ketakutan di antara dua jenasah
- Bangladesh: Setelah menghentikan pembangunan sebuah gereka, pejabat pemerintah setempat mengancam umat Kristen akan diusir dari desa mereka, kecuali kalau meninggalkan agama mereka dan menganut Islam. Salah seorang umat Kristen berkata: "Ancaman mereka membuat rasa takut menusuk hingga tulang belulang saya. Itu sebabnya mengapa saya pura-pura menerima Islam, tetapi saya percaya Kristus adalah sumber air hidupku. Yang lain mengatakan: "Ketua tengah menyayat sayap-sayap iman kami. Saya tidak tahu sampai berapa lama kami sanggup menghadapi tanpa mengeluhkan semuanya itu. Kami menginginkan kebebasan beragama, Kami ingin menjalankan agama kami secara bebas."
- Russia: Di Tatarstan, sebuah kawasan mayoritas Muslim di Rusia, tujuh gereja dibakar dan "tekanan yang semakin meningkat atas umat Kristen agar masuk Islam" berkembang luas.
- Uzbekistan: Seorang wanita Kristen berusia 26 tahun--- yang lumpuh separuh sejak muda, beserta ibunya yang ditua diserang dengan buas oleh para penyerang yang memasuki rumah mereka, menyita "berbagai ikon, Alkitab, kalender agama dan buku-buku doa." Di markas kepolisian wanita lumpuh itu ""dipaksa masuk Islam." Sang wanita menolak. Karena itu dia didenda nyaris sama besar dengan gajinya selama dua tahun.***