Presiden Mesir, Abdel Fatah Sisi sekali lagi membuktikan bahwa dia dan negaranya tidak mau bertoleransi terhadap ancaman apapun dari Hamas atau warga Palestina lainnya.
Krisis yang meledak antara rejim Sisi dan Hamas setelah Presiden Mohamed Morsi dari Persaudaraan Muslim dijatuhkan dari kekuasaannya dua tahun silam mencapai puncaknya beberapa pekan silam seiring dengan penyandaeraan empat mata-mata Hamas di Sinai.
Empat pria ditarik keluar dari bus yang mereka tumpangi segera setelah menyeberang dari Jalur Gaza menuju daerah Mesir, 19 Agustus lalu. Berbagai laporan mengatakan bahwa beberapa pria bersenjata yang belum diketahui identitasnya menghentikan bus lalu menyandera empat anggota Hamas yang dikejar oleh Mesir karena keterlibatan mereka dalam asi terorisme.
Berbagai laporan awal memperlihatkan bahwa para penyandera termasuk dalam kelompok pejihad Salafi yang berbasis di Sinai, Meskipun demikian, sejumlah pejabat Hamas menuduh pasukan keamanan Mesir berada di balik aksi penyanderaan itu. Mereka bahkan mengeluarkan ancaman terselubung terhadap Sisi dan pihak berwenang Mesir dengan mengatakan bahwa mereka harus bertanggung jawab penuh terhadap keselamatan para anggota Hamas.
Sebuah pernyataan yang dikeluarkan Hamas memperingatkan pihak berwenang Mesir untuk tidak melukai empat pria yang disandera. "Para pria itu korban kecurangan. Satu-satunya kesalahan mereka adalah mereka berasal dari Jalur Gaza," jelas pernyataan itu. "Insiden ini memperlihatkan bahwa para penjahat tidak takut untuk menyasar rakyat kami."
Pemimpin Hamas, Musa Abu Marzouk mengatakan gerakan itu yakin bahwa pihak berwenang Mesir sepenuhnya bertanggung jawab terhadap kerugian apapun yang ditimbulkan terhadap para sandera. Dia lalu mengatakan aksi penyanderaan memunculkan banyak pertanyaan namun keadaannya masih belum jelas.
Hamas mengklaim bahwa kelompok pejihad Salafi di Sinai sudah menginformasikan kepada pihaknya bahwa wakil-wakil mereka tidak menyandera keempat pria itu. Menurut para pejabat Hamas, aksi penyanderaan terjadi dekat perbatasan dengan Jalur Gaza – sebuah kawasan tempat angkatan bersenjata Mesir terus berjaga-jaga.
Bagaimanapun, berbagai sumber di Jalur Gaza mengkonfirmasi bahwa empat pria itu masuk dalam sayap kanan bersenjata Hamas, Ezaddin al-Qassam. Berbagai sumber mengatakan keempat laki-laki itu tampaknya sedang dalam perjalanan menuju Iran untuk mengikuti pelatihan militer. Sumber-sumber itu memperlihatkan bahwa keempat orang itu sudah mendapat ijin dari pihak berwenang Mesir untuk meninggalkan Jalur Gaza melalui penyerangan perbatasan Rafah. Bagaimanapun, visa mereka agaknya untuk warga sipil, bukan untuk para mata-mata Hamas.
Sementara itu, ancaman Hamas terhadap Mesir membuat pihak-pihak berwenang temasuk sejumlah wartawan kenamaan di Mesir marah.
Pihak berwenang Mesir menanggapi dengan menolak memberikan ijin kepada Pemimpin Hamas Ismail Haniyeh dan sejumlah pemimpin gerakan ini untuk bepergian menuju Qatar dan Libanon melalui penyebeberangan perbatasan Rafah. Para pemimpin Hamas berharap untuk bisa berunding dengan sejumlah kolega mereka di kedua negara itu seputar kemungkinan untuk mencapai perjanjian jangka panjang dengan Israel.
Penolakan Mesir untuk mengijinkan para pemimpin Hamas meninggalkan Jalur Gaza semakin jauh menghambat hubungan antara kedua pihak. Para wakil Hamas di Jalur Gaza dikutip sebagai menuduh pihak berwenang Mesir "berkonspirasi" melawan gerakan itu serta seluruh warga Palestina.
Di Kairo, para pejabat keamanan Mesir menyangkal berkaitan dengan penyanderaan keempat pria Hamas. Bagaimanapun, penolakan itu sama sekali tidak didengar. Tidak seorang pun di Hamas yang tampaknya hendak percaya kepada pihak otoritas Mesir. Bahkan jauh lebih parah lagi, para selama beberapa hari lalu para wakil Hamas terus menerus mengeluarkan peringatan dan ancaman terhadap Mesir.
Seperti masa lalu, setiap kali muncul ketegangan antara Hamas dan Mesir, Mesir membiarkan sejumlah wartawan senior mereka untuk menentang gerakan kaum Islamis. Sejak Presiden Morsi digulingkan dari puncak kekuasaan, Mesir sama sekali tidak mau memperlihatkan sikap toleran ketika sudah sampai kepada Hamas. Mereka benar-benar bosan dengan laporan-laporan seputar semakin meningkatnya Hamas terlibat dalam urusan dalam negeri mereka termasuk juga terkait dengan berbagai kelompok teror di Sinai.
Selama perang terakhir antara Israel dan Hamas, sejumlah wartawan dan tokoh publik Mesir secara terbuka mengungkapkan harapan agar Israel bisa benar-benar menghancurkan gerakan itu selama-lamanya. Wartawan-wartawan lain di Kairo, yang secara terbuka berafiliasi dengan rejim Sisi bahkan mendesak pemerintah mereka untuk melancarkan serangan terhadap basis-basis pertahanan Hamas di Jalur Gaza.
Pekan ini, dalam gelombang kebangkitan kembali ketegangan antara Hamas dan Mesir, para wartawan Mesir memulai kembali serangan retorika mereka melawan gerakan tersebut. Pertanyaan yang paling sering diajukan para wartawan itu adalah: Apakah yang pertama-tama para anggota Hamas lakukan di tanah Mesir? Para wartawan karena itu menuduh Hamas sudah mengeksploitasi langkah kemanusiaan Mesir guna menyelundupkan orang-orangnya dari Jalur Gaza.
Salah seorang wartawan itu, Dina Ramez, yang terkenal karena dukungannya yang setia kepada Presiden Sisi meluncurkan sebuah serangan pedas kepada Hamas. Menyebut para anggota dan pemimpin Hamas sebagai "kecoak."
Dengan merujuk ancaman Hamas terhadap Mesir, Ramez mengatakan: "Apakan orang pernah dengar kecoak atau semut yang mengancam harimau? Kecoak-kecoak adalah kelompok Hamas, yang mengancam Mesir menyusul penyanderaan empat anggotanya. Saya ingin bertanya kepada kecoak-kecoak Hamas itu pertanyaan sederhana: Apakah yang dilakukan oleh empat orangmu itu di Sinai? Bukankah kau dulu pernah menyangkal keberadaan orang-orang Hamas di Sinai? Jadi di manakah orang-orang itu muncul? Saya tantang kau untuk mendekati perbatasan Mesir. Kami yakin dengan angkatan bersenjata kami. Tanggapan kami akan menyakitkan. Tanggapan kami keras sekaligus menghambat kecoak yang berani datang dekat ke perbatasan kami atau mengancam Mesir."
Tanpa memperhatikan persoalan identitas pada penyanderanya, insiden itu memperlihatkan bahwa Sisi dan pihak berwenang Mesir terus melihat Hamas sebagai ancaman bagi keamanan nasional Mesir. Insiden itu juga memperlihatkan bahwa Hamas tidak ragu untuk menarik keuntungan dari sikap kemanusiaan Kairo guna menyelundupkan orang-orangnya keluar dari Jalur Gaza. Jelaslah bahwa keempat orang Hamas itu tidak dalam perjalanan mereka untuk memperoleh perawatan medis atau belajar di Mesir atau Negara lain.
Bahwa mereka adalah anggota Ezadinn al-Qassam memang sudah jelas dengan sendiri. Bukan mengirim para pejuangnya ke Iran dan Turki, Hamas seharusnya mengijinkan para pasien medis dan mahasiswa universitas untuk meninggalkan Jalur Gaza. Tetapi Hamas tidak peduli dengan kesejahteraan warga Palestina di Jalur Gaza. Agaknya ia lebih peduli untuk mengirimkan orang-orangnya menuju Iran dan Turki untuk mendapatkan pelatihan militer dan keamanan.
Praktik Hamas itu sudah mulai dipahami oleh pihak berwenang Mesir. Inilah yang menyebabkan mereka menolak membuka kembali penyeberangan perbatasan Rafah antara Gaza dan Mesir. Pertanyaannya kini, apakah komunitas internasional memang mengetahui niat dan rencana Hamas yang sebenarnya --- misalnya utnuk mempersiapkan perang lain melawan Israel.