Tanggal 26 Maret 2018. Staf medis dan petugas keamanan Services Hospital, Lahore, Pakistan memukul sampai mati seorang ayah Kristen dengan empat anak dan melukai lima anggota keluarganya, termasuk seorang saudari mereka yang sedang hamil yang ditemaninya karena dia kesakitan. Gambar: Kondisi Bagian Operasi Services Hospital, pada tahun 2014 lalu.(Sumber foto: (Image Source: Baitaal/Wikimedia Commons) |
Muslim Membantai Umat Kristen
Pakistan: Di sebuah rumah sakit di Lahore. Segerombolan dokter, petugas keamanan, staf medis yang kebetulan Muslim menghajar para anggota sebuah keluarga Kristen sehingga satu anggota keluarga itu tewas. Insiden maut itu terjadi karena para korban berusaha mencegah dokter lain memukul saudari mereka yang hamil. Menurut Anil Saleem, saudara laki-laki sang ibu hamil, suatu ketika, mereka membawanya ke bangsal sakit darurat Services Hospital:
"Kiran [wanita hamil itu] pergi mau memeriksakan diri pada dokter jaga, Dr. Saira, yang kala itu tengah bermain telepon genggamnya sambil minum teh. Dr. Saira meminta Kiran menunggu di luar bangsal sampai dia selesai minum teh. Kami menunggu beberapa saat. Tetapi karena sangat kesakitan, Kiran pun kembali masuk bangsa meminta supaya segera ditangani."
Mendadak sang dokter mulai memaki-maki wanita hamil itu karena mengganggu dia. "Ketika saudari saya memprotes perilakunya yang kasar itu, dokter malah menamparnya, mendorongnya jatuh ke lantai. Dia katakana kepada saudari saya, berani-beraninya, seorang Chuhri (kata hinaan terhadap orang Kristen] mempertanyakan aturannya?" Mendengar keributan, Anil, saudaranya, iparnya laki-laki dan sepupunya memasuki bangsal. Ketika melihat mereka, Dr. Saira berteriak kepada dokter lain serta petugas keamanan untuk mengunci pintu-pintu bangsal dari dalam lalu "memberikan pelajaran kepada orang-orang Kristen ini," lanjut Anil: "Kira-kira 15 sampai 20 staf paramedis dan petugas pengamanan serta 8 sampai 10 dokter muda... menyerang kami dengan kawat besi, kursi, ikat pinggang kulit dan benda lain lalu mulai menghajar kami." Para pria menderita luka parah.
Saudara laki-laki Anil, yaitu Sunil meninggal dunia karena tidak mendapatkan perawatan medis: "Banyak dokter lari tinggalkan tempat itu setelah insiden, sementara orang-orang yang ada tidak mempedulikan teriakan minta tolong dari kami untuk membantu saudara kami yang sekarat."
Sunil meninggalkan seorang istri beserta empat anak. Yang tertua berumur 10 tahun, yang termuda, baru tiga bulan usianya. Meski keluarga Kristen yang diserang itu mengajukan tuntutan kepada pihak kepolisian, tidak ada seorang pun ditangkap. Sebaliknya, polisi "ingin membawa kami ke rumah sakit yang sama, tempat kami dianiaya dan kehilangan saudara kami," urai Anil. "Apalagi, kami sudah mendaftarkan kasus pembunuhan melawan para dokter dan anggota staf lainnya, sehingga bagaimana bisa polisi malah pikir bahwa staf rumah sakit akan merawat kami secara wajar?"
Ketika berbicara tentang insiden ini, seorang wakil rakyat dan pejuang hak asasi manusia (human rights lawmaker ) mengatakan, "mengejutkan bahwa dokter pun, yang diandaikan terpelajar dan bersumpah untuk menyelamatkan nyawa orang tidak peduli kasta, warna kulit atau agama, sudah menggunakan aksi intoleransi yang kejam atas nama agama." "Saya masih berusaha mencerna kenyataan bahwa dokter membunuh jiwa seorang laki-laki yang tidak bersalah," urai aktivis hak asasi manusia lainnya. "Apakah yang bisa diharapkan orang untuk memenuhi keadilan bagi keluarga itu, jika polisi tidak bisa menangkap mereka, satu tertuduh sekalipun?"
Dalam insiden terpisah, sebuah pengadilan negeri itu membebaskan 20 Muslim yang dituduh mengorbankan sepasang suami-isteri Kristen sampai mati. Caranya, dengan "membiarkan mereka diuntungkan karena kasus tersebut meragukan." Langkah ini tentu mendapatkan kririk dari kelompok-kelompok aktivis Kristen, urai sebuah berita lalu menambahkan:
"Shahzad dan Shama dibakar hidup-hidup dalam tempat pembakaran batu-bata oleh segerombolan pembunuh yang marah. Jumlah mereka berkisar antara 400-1.000 orang. Aksi itu dipantik oleh pengumumam dari masjid masjid kawasan itu karena keduanya dituduh terlibat menajiskan Al-Qur'an pada Nopember 2014 lalu...Sang wanita, ibu tiga anak, sedang hamil saat itu."
Nigeria: Setelah sekelompok warga Kristen berupaya membebaskan dua gadis yang sebelumnya diculik kemudian dipaksa masuk Islam, sejumlah warga Muslim mengamuk di kota tempat warga Kristen yang mau menyelamatkan kedua gadis itu. Beberapa dari mereka membawa senapan serbu. Warga Muslim membantai 12 warga Kristen, melukai 20 warga Kristen lainnya serta membakar harta benda warga Kristen. Banyak korban pembunuhan adalah anggota Gereja Pentekosta, Baptis, Jemaat Allah serta Gereja Advent Hari Ketujuh." Kasus itu dilaporkan kepada polisi. Tetapi kedua gadis tetap tidak diselamatkan sehingga warga Kristen memutuskan untuk menyelamatkan. Namun, warga Muslim menyerang mereka," urai seorang warga setempat. "Warga Muslim tidak sekedar menyerang warga Kristen yang menyelamatkan gadis-gadis itu tetapi juga berkeliaran di seluruh penjuru kota menyerang warga Kristen yang mereka lihat serta membakar rumah-rumah mereka." Warga lain mengatakan, "Itulah praktek warga Muslim di Negara Bagian Kaduna. Mereka menyandera gadis-gadis Kristen yang masih kecil kemudian memaksa mereka menjadi Muslim. Dan ketika umat Kristen menolaknya, mereka serang..."
Terpisah, penggembaka Fulani Muslim yang bersenjata membunuh 20 warga Kristen, termasuk seorang pastor. Menurut sebuah berita:
"Pembunuhan dilaporkan sebagai balas dendam terhadap serangan yang belum tentu benar atas keluarga-keluarga suku Fulani oleh para pemuda Suku Bachama. Para pemuda suku mayoritas Kristen itu membentuk milisi menanggapi kekerasan kelompok ekstrim Islam, Boko Haram serta para penggembala Fulani Muslim yang bersenjata berat."
Mesir: Meski pihak militer mengaku karena bunuh diri, seorang wajib militer (Wamil) Kristen muda "ternyata dibunuh oleh perwira komandannya," urai sebuah berita. Matheus Samir Habib, 22, dinyatakan tewas, 14 Maret lalu. Pihak militer memberitahu ayahnya, Samir, bahwa Matheus menembak dirinya sendiri --- rupanya dua kali. Menurut seorang sanak keluarga korban:
"Sebelumnya, sering sekali, Matheus memberitahu kami bahwa kolonel unit militernya, Ayman Mohamad Ahmad Al Kabir, senantiasa menyiksa dan memaki-makinya karena identitas agamanya. Bagaimanapun, Matheus tetap sabar menghadapi semuanya itu. Para sahabatnya dari unit yang sama memberitahu kami bahwa ada pertengkaran antara Kol. Al Kabir dengan korban pada hari insiden itu terjadi. Kala itu, korban menentang sesuatu yang dikatakan oleh sang kolonel."
Habib adalah orang terakhir dari sekitar sembilan tentara Kristen yang dibunuh akhir-akhir ini oleh para perwira dan tentara Muslim karena iman mereka.
Irak: Empat laki-laki mendobrak masuk rumah Hisham al-Maskunty, seorang dokter Kristen lalu menikam sang dokter sampai mati, pada 10 Maret 2018 lalu. Ketika istri dan ibunya berupaya turut campur, mereka pun dibantai. Rumah korban dijarah. Beberapa hari sebelumnya, beberapa laki-laki bersenjata menembak mati Samir Younis, 28 tahun, seorang warga Kristen ayah dua anak. Berbagai peristiwa itu membuat warga Kristen setempat mengaku menjadi sasaran karena identitas agama mereka. Ketika mendiskusikan pembunuhan itu, Pastor Biyos Qasha mengatakan, "Ini berarti, tidak ada tempat lagi bagi warga Kristen. Kami dilihat sebagai domba yang hendak dibunuh kapan pun." Berbagai pihak lain di Bagdad menyampaikan ungkapan perasaan yang sama: "Sebagai orang Kristen, hidup itu baik selama anda tidak punya musuh," aku seorang pemukim. "(Anda juga tidak boleh) memperhatikan diri sendiri...Saya sedih karena apa yang terjadi pada Hisham dan keluarganya. Walaupun hal itu kerap terjadi sejak tahun 2003, kejadian-kejadian itu tetap membuat saya sedih."
Somalia: Jumlah anak yatim piatu meningkat karena orangtua mereka yang Kristen dibunuh karena iman. Mereka, karena itu, butuh perawatan, urai pastor sebuah gereja bawah tanah.
"Tahun silam, kami kehilangan satu keluarga Kristen yang dibunuh oleh Al Shabaab. Jumlah anak-anak yatim pun meningkat dari 30 menjadi 35 orang. Al-Shabaab kini memburu anak-anak di Mogadishu. Pusat perawatan pun sudah kami pindahkan ke tempat yang sedikit lebih aman...Anak-anak terlihat sangat menderita dan kurang gizi. Karena itu, sebagai gereja rahasia, kami memohon kepada saudara dan saudari kami di dunia bebas untuk mempertimbangkan mengulurkan tangan kepada anak-anak yang dianiaya ini."
Muslim Menyerang Gereja Kristen
Turki: Sebuah berita secara ringkas mencatat bahwa tanggal 6 Maret 2018, seorang pria berumur 40 tahunan menembaki Gereja Katolik Santa Maria di Trabzon. Itu hanya yang terakhir dari berbagai serangan terhadap gereja. Kurang dari sebulan sebelumnya, sebuah bom buatan dilemparkan ke taman gereja itu; tahun 2016, sejumlah warga Muslim sambil berteriak "Allahu Akbar" merusak gereja dengan menggunakan godam raksasa dan berbagai peralatan lainnya; tahun 2011 gereja itu disasar dan diancam karena salibnya terlihat jelas. Dan, tahun 2016, pastor gereja itu dibunuh dalam suatu serangan bersenjata.
Indonesia: Lewat tengah malam, 8 Maret 2018, enam orang tidak dikenal membakar kapela Santo Zakarias di Seberang Ulu, Palembang, Sumatera Selatan. Aksi itu terjadi, dalam kurun waktu hanya kurang dari sebulan setelah seorang mahasiswa yang diradikalisasi melempari sebuah gereja, melukai jemaatnya serta merusak patung-patung dengan pedangnya. Menurut berita:
"...satu kelompok terdiri dari enam penjahat menjebol tembok gereja yang baru diberkati oleh Msgr. Aloysius Sudarso, SCJ, 4 Maret lalu. Orang-orang asing itu merusak Patung Santa Perawan Maria kemudian menumpuk beberapa kursi dan membakarnya. Suara yang berisik menyebabkan orang beriman yang tinggal dekat kapela terbangun. Mereka lalu tergesa-gesa berlari ke gereja, mematikan kobaran api, sementara penjahatnya melarikan diri dari tempat ibadat tersebut."
Pakistan: Tanggal 8 Maret 2018, sekitar 15 orang Muslim bersenjata dibawah pimpinan orang kuat setempat Muhamad Sharif, melempari Gereja Kristus Raja ketika ibadat Minggu sedang berlangsung. Mereka menteror serta memukul jemaat dan melukai sedikitnya delapan jemaat. Menurut sang pastor:
"Beberapa jemaat tua gereja kami berusaha memasang papan pengumuman berkenaan dengan Perayaan Paskah di tembok depan gereja tetapi dihentikan oleh anak-anak laki Sharif. Sharif adalah preman setempat yang sebelumnya merebut satu kapling tanah pemakaman Kristen di kawasan kami lalu membangun kandang di atas makam-makam... Kecurigaan juga muncul ketika beberapa pemuda Muslim mulai berkeliaran di sekitar gereja selama waktu ibadat serta menggoda para gadis kami."
Persoalannya memuncak tatkala anak-anak Sharif menegur beberapa orang tua karena berusaha memasang tanda-tanda Kristen pada bangunan geeja. Orang-orang tua itu berusaha memberikan alasan kepada mereka," urai sang pastor, "tetapi tampaknya warga Muslim itu ingin berantam dengan kami. Karena itu, mereka merenggut papan-papan petunjuk kecil itu lalu merobek-robeknya berkeping-keping." Tatkala "salah satu dari orang-orang tua gereja itu mengatakan bahwa mereka menajiskan ayat-ayat Injil yang dituliskan pada papan-papan itu," mereka menjawab ketus, "Kami lebih besar dari Yesusmu." Saat itulah, para pemuda Muslim itu melempari kompleks gereja dan memukuli para jemaatnya.
"Beberapa dari mereka menodongkan senjata ke sana-kemari lalu menembaki jemaat yang berlarian menyelamatkan diri. Saya langsung telepon polisi yang datang berupaya menenangkan situasi. Bagaimanapun, saya sendiri digebuki. Jubah yang saya pakai untuk ibadat serta handphone-ku dilemparkan ke tanah. Saya pikir, kami beruntung sehingga tak seorang pun jemaat menderita luka parah akibat terjangan peluru selama bentrokan."
Dalam insiden terpisah, pada Hari Minggu, 18 Maret, sekelompok Muslim bersenjata menyerang gereja Kristen lain karena memasang spanduk penyambutan Paskah, bergantungan di luar bangunan. Akibatnya, tujuh warga Kristen harus membutuhkan perawatan medis. Menurut pastornya:
"Saya tengah memimpin ibadat ketika [sekelompok orang, termasuk pejabat pemerintah] yang dilengkapi senapan, menyerbu memasuki gereja. Segera setelah masuk, [dua dari mereka] dengan paksa merenggut ayat-ayat Injil yang dituliskan di spanduk, sambil meneriakkan kata-kata tidak senonoh, merobeknya berkeping-keping dan membuatnya semakin parah dengan menghamburkannya ke mana-mana."
Akhirnya, dengan dalih, ada percecokan soal tanah, sekelompok Muslim menghajar lima warga Kristen yang membangun tembok pelindung gereja mereka. Menurut pastor Gereja Majelis Injili Pakistan:
"Penatua gereja kami, George Masih, yang berumur 70 tahun, tengah mengawasi tukang dan buruh yang membangun tembok. Kami sendiri tengah berdoa [dalam gereja] ketika mendengar teriakan dan pekikan. Kami pun tergesa-gesa berlarian keluar. Kami saksikan sekitar 20 orang, bersenjatakan tongkat dan kapak [yang] sedang memukul Masih dan orang-orang lain... Lalu, para wanita jemaat kami berusaha campur tangan. Ttapi mereka juga dihajar. Pakaian mereka dirobek-robek."
Aljazair: Tiga gereja lagi ditutup. Pertama, pihak berwenang setempat di Oran menutup dua gereja "di tengah semakin meningkatnya tekanan terhadap umat Kristen di Negeri Maghribi," urai sebuah berita, 1 Maret 2018 lalu. "Kedua gereja...disegel polisi, Selasa, 27 Februari." Sebuah berita terpisah dari 22 Maret mengatakan bahwa "gereja desa di Azagher, dekat Kota Akbou dipaksa menghentikan semua aktivitasnya 2 Maret lalu. Padahal, gereja itu sudah beroperasi selama enam tahun...Itu gereja keempat yang dipaksa ditutup dalam empat bulan terakhir." Berkomentar tentang agak meningkatnya kasus penutupan gereja, sebuah kelompok advokasi mengatakan, bahwa semua itu merupakan bagian dari "aksi kampanye yang semakin intensif dan terkoordinasi terhadap gereja-gereja oleh pihak berwenang yang berkuasa."
Dalam sebuah perisiswa lain, dua kakak beradik Kristen masing-masing didenda $900 (sekitar Rp 13,5 juta) karena mengangkut lebih dari 50 Alkitab dalam mobil mereka. Kakak beradik itu mengaku Alkitab itu hendak dipakai di gereja, tetapi pihak berwenang ngotot bahwa semua itu merupakan sarana untuk menyebarluaskan Injil.
Mesir: Warga Muslim memblokir pengesahan gereja lain yang belum dibangun. Kali ini terjadi di sebuah desa di al-Tout. Menurut laporan:
"Gereja Perawan Suci, sebuah gereja kecil tua berusia 10 tahun, yang melayani sekitar 400 warga desa beragama Kristen Koptik dibangun seperti rumah desa biasa di tengah kumpulan sekitar 70 rumah warga Koptik dan digunakan sebagai tempat ibadat walau tidak diberi ijin sebagai gereja. Ini situasi yang sangat umum di Mesir. Umat Koptik terpaksa beribadah dalam gereja-gereja yang tidak berijin resmi, di tengah kebutuhan mendesak menyusul meningkatnya populasi penganutnya dan nyaris tidak mungkinnya mendapatkan ijin untuk membangun gereja baru."
Lalu, sebuah Undang-Undang didedikasikan untuk mengurangi pembatasan gereja yang dielu-elukan pun disahkan pada tahun 2016 lalu. Gereja al-Tout termasuk di antara gereja-gereja yang paling pertama mau diselidiki sebuah komisi untuk disetujui pembangunannya. Tetapi kemudian, "warga Muslim desa itu mendengar ada yang rahasia dalam kasus itu," urai berita tersebut.
"Terhasut oleh seruan-seruan yang disiarkan lewat mik masjid desa, ribuan orang dari mereka berdemo menentang adanya gereja di desa mereka. Sambil berteriak 'Allahu Akbar' serta slogan-slogan marah lain terhadap gereja, mereka menyerang rumah-rumah penganut Koptik dengan batu. Juga, cepat-cepat mereka bangun tembok penghalang menuju jalan yang mengarah ke gereja. Dalam prosesnya, rumah-rumah warga Koptik pun mereka awasi ketat. Ketika anggota komisi penyelidik gereja tiba, mereka dipaksa pergi dengan dalih tidak ada gereja di tempat itu."
Supaya langkah perdamaian antara warga Muslim dan Kristen berhasil, maka tidak boleh ada gereja di desa itu, urai seorang warga Muslim setempat. Dia lalu menambahkan, "Satu-satunya rumah ibadat yang bisa senantiasa dibangun di desa ini adalah rumah ibadat Muslim untuk Allah."
Sebuah berita terpisah menyampaikan informasi umum termasuk tentang mengapa "keputusan mengesahkan 53 gereja tidak banyak berpengaruh memberikan kesan bagus kepada minoritas Kristen Mesir. Salah satu alasannya adalah bahwa mereka hanya bagian dari gereja yang tidak diberikan ijin di Mesir..." Juga, alasan, menurut seorang aktivis hak asasi manusia:
"Umat Kristen takut berdoa dalam ratusan gereja... mereka tahu doa-doa mereka justru memancing kaum radikal sehingga menimbulkan pertumpahan darah. Ada perasaan frustrasi yang menyeluruh di kalangan umat Kristen karena pemerintah tidak berhasil mengesahkan keberadaan gereja-gereja."
Laporan itu menambahkan bahwa "walau populasi minoritas Kristen diperkirakan mencapai 9 juta... namun hanya ada 6.000 gereja di negeri itu. Banyak umat Kristen harus bepergian jauh untuk bisa sampai ke sebuah gereja." Dan, walau mayoritas umat Kristen berdiam di kawasan pedesaan udik di selatan Mesir, sekitar 150 desa di sana "tidak punya gereja sama sekali. Sebagian besar gereja Mesir terpusat di Kairo, Propinsi Giza dan Aleksandria."
Muslim Menyerang Kebebasan dan Keluhuran Martabat Umat Kristen
Indonesia: Dua umat Kristen dicambuk di depan umum di depan sebuah masjid karena turut memainkan permainan anak-anak, yang konon melanggar hukum Islam. Menurut berita:
"Permainan mereka [tidak disebutkan secara detil] dilihat oleh pihak berwenang di propinssi Muslim konservatif [di Banda Aceh} sebagai "judi" dan karena itu melanggar Hukum Shariah Islam. Sekitar 300 orang mencemooh sambil mengangkat handphone merekamnya ketika Dahlan Silitonga, 61 tahun dan Tjia Nyuk Hwa, 45 tahun dicambuk enam dan tujuh kali berturut-turut. Pasangan itu ditangkap bersama orang ketiga karena memainkan permainan itu di kompleks permainan anak-anak yang membolehkan para penggunanya menukarkan koin supaya bisa memperoleh hadiah atau voucher termasuk uang kontan. Mereka termasuk di antara lima pemain, masing-masing mendapat 6 dan 24 cambukan rotan. Termasuk di dalamnya sepasang kekasih yang dicambuk 24 kali masing-masing karena bermesraan di depan umum."
Nigeria: Setelah menyekap 110 gadis sekolah di Dapchi, organisasi jihad Islamiah Boko Haram, mengakhirinya dengan membebaskan mereka semua, kecuali seorang gadis Kristen, Liya. Alasanya, karena dia menolak beralih menganut Islam. Menurut ayahnya, "mereka mengatakan, dia itu Kristen dan itu sebabnya mengapa mereka tidak bisa membebaskannya. Kata mereka, jika ingin dibebaskan, dia harus "menjadi Muslim. Dia katakan dia tak akan pernah jadi Muslim." Ketika semua gadis lain dibebaskan dan dikembalikan kepada orangtua mereka, dia lukiskan suasana di Daphhi sebagai "penuh kegembiraan dan sorak-sorai". Sementara, "Saya sangat sedih. Tapi saya juga sangat bergembira-ria karena putri saya tidak melepaskan Kristus."
Mesir: Magdy Farag Samir, 49, seorang guru Kristen, ditangkap 14 Maret lalu. Dia dituduh "menghina agama" (contempt for religion). Secara luas UU itu dikenal sebagai undang-undang penodaan agama (blasphemy law). Dia ditangkap setelah membuat tes pilihan ganda seputar Nabi Muhamad. Tindakannya itu membuat murid dan orangtua Muslim tersulut marah. "Banyak umat Koptik dituduh menghina agama dan dipenjara karena tidak melakukan apa-apa ...karena revolusi berhasil menjatuhkan Persaudaraan Muslim namun ideologi mereka tidak berubah," urai seorang aktivis hak asasi manusia setempat terkait kasus ini. "UU penghinaan agama Mesir hanya diterapkan sepihak---Islam. Kejahatan penghinaan di Mesir hanya merujuk kepada penghinaan terhadap Islam."
Uganda: Sebuah keluarga Muslim menghajar seorang anggotanya yang laki-laki dengan air panas mendidih karena dia menjadi Kristen. Sepekan sebelumnya, Minggu, 4 Maret, Gobera Bashir, 27 tahun menemani seorang temannya ke gereja di desa lain. Selama menghadiri ibadat, dia menerima Kristus. Seorang pastor lalu memberinya Alkitab, sambil menasehati, "Berhati-hatilah ketika membaca Alkitab, Soalnya, keluargamu keluarga Muslim." Empat hari kemudian, saudarinya masuk kamarnya ketika dia tengah membaca Alkitab. "Mengapa kau baca Alkitab? Kau tahu keluarga kita hanya baca Al-Qur'an," urainya. Dia jawab bahwa dia hanya mencoba untuk tahu. Tetapi kata-katanya segera berkembang bahwa dia punya Alkitab. Pada 10 Maret, sekitar pukul 09.30 malam, sekelompok orang mulai mengetuk pintu rumahnya. Tatkala dia menolak menjawab, mereka mendobrak masuk. "Ketika memasuki rumah, mereka lihat saya ada di ruang keluarga. Mereka mulai mengikat lengan dan kaki saya dengan tali sambil berteriak-teriak, "Memalukan! Memalukan! Kau bawa tanda buruk dalam keluarga dengan agama Kristenmu yang buruk. Keluarga kita keluarga Muslim.'"
Walau bertopeng, dia mengenali beberapa dari penyerangnya, termasuk pamannya sendiri, terkait dengan dia. "Di sini dan saat itu", lanjut Gobera, "salah satu dari mereka menyirami saya dengan air panas dari termos lalu menyeret saya keluar rumah" menuju rawa-rawa di dekatnya. Ketika mereka mendorong saya, saya merasa sangat kesakitan. Saya lalu berteriak minta tolong. Salah seorang penyerang lalu menyumpal mulut saya. Saat itulah saya pingsan. Tengah malam, saya baru tersadar." Keluarga Kristen dekat tempat itu membawanya ke rumah mereka. Selama empat hari dia dirawat di sebuah Puskemas. Hampir 40% badannya terbakar. Sebagian luka bakar ada di kaki, pantat, karena para penyiksanya memaksa dia duduk di atas minyak panas yang menghanguskan.
Arab Saudi: Komisi Kebebasan Beragama Internasional Amerika Serikat mengeluarkan sebuah pernyataan, 24 Maret 2018 lalu. Isinya, "pihaknya kecewa ketika menemukan isi buku pelajaran Arab Saudi yang bernada hasutan yang sebelumnya dipikir sudah dihapuskan." Sebuah kajian yang dijalankan oleh komisi tersebut "menemukan isi buku yang justru menyebarluaskan kekerasan dan kebencian terhadap minoritas agama dan lain-lainnya."
"Pemerintah Arab Saudi sudah terlibat dalam pembaruan buku pelajaran selama 15 tahun terakhir. Adanya bagian-bagian ini di dalamnya menjelaskan betapa sedikitnya kemajuan yang berhasil dibuat sekaligus menyoroti mendesak perlunya Pemerintah Arab Saudi untuk lebih serius membahas isu ini, termasuk pengiriman buku-buku pelajaran itu keluar negeri secara internasional, sebagai bagian dari proses reformasinya yang ambisius."
Kajian-kajian sebelumnya menemukan bahwa buku-buku pelajaran dari Arab Saudi secara teratur menghina kaum non-Muslim, Kristen dan pimpinan Yahudi di antara berbagai hal lainnya.
Raymond Ibrahim adalah pengarang buku Crucified Again: Exposing Islam's New War in Christians (Tersalibkan Lagi: Tampilkan Perang Baru Islam Terhadap Kristen) (diterbitkan oleh Regnery bekerja sama dengan Gatestone Institute, April 2013).
Tentang Seri Ini
Memang tidak semua, atau bahkan tidak bisa dikatakan sebagian besar, kaum Muslim terlibat namun penganiayaan terhadap umat Kristen terus meningkat. Seri "Kaum Muslim Menganiaya Umat Kristen" dikembangkan untuk mengumpukan berbagai contoh aksi penganiayaan yang mengemuka setiap bulan walaupun tentu saja tidak semua.
Seri ini mendokumentasikan berita-berita yang tidak berhasil dilaporkan oleh media-media arus utama.
Ia pun memperlihatkan bahwa penganiayaan tidaklah dilakukan secara acak tetapi sistematis dan terjadi dalam semua bahasa, etnis dan lokasi.