Sebuah documen yang disusun oleh para anggota komunitas global Kristen yang berkumpul di Forum Kristen Internasional Ketiga yang diselenggarakan di Moskow merinci betapa selama 10 tahun silam populasi umat Kristen Timur Tengah menyusut sampai 80%. Menghadapi kenyataan itu, mereka pun memperingatkan bahwa jika kecenderungan akhir-akhir ini tidak diperbaiki, maka Agama Kristen "bakal lenyap" dari tanah kelahiran kunonya dalam beberapa tahun. Sekitar tahun 2000, ada 1,5 juta umat Kristen di Irak; sekarang ini jumlah mereka hanya sekitar 100.000 orang --- kasarnya mengalami penurunan 93 persen, tulis dokumen tersebut. Di Suriah, kota terbesar negeri itu "nyaris kehilangan semua populasi Kristen mereka."
Para pakar lain juga menawarkan statistik muram yang sama. Pusat Kajian Agama Kristen Global di Gordon-Conwell Theological Seminary, di Hamilton, Massachusetts (AS) meramalkan bahwa setelah tahun 2025, persentase umat Kristen di Timur Tengah --- yang pada tahun 1910 adalah 13,6 persen --- bisa merosot jatuh sampai sekitar 3%.
Umat Kristen yang berupaya kembali ke berbagai kawasan di Irak dan Suriah yang dibebaskan dari Negara Islam pun terus saja menghadapi diskriminasi dari berbagai komunitas Muslim dan Kurdi setempat. Andrew White, yang juga dikenal sebagai "vicar of Bagdad" (Pendeta dari Bagdad) pernah mengatakan bahwa "waktunya sudah tiba di tempat yang sudah usai, tidak ada umat Kristen lagi yang tertinggal. Sejumlah kalangan mengatakan umat Kristen harus menetap di sana untuk mempertahankan keberadaan historisnya, tetapi upaya itu sudah menjadi terlampau sulit. Masa depan komunitas Kristen sangat terbatas."
Kalangan lain, seperti mantan wakil rakyat (Rep.) Frank Wolf (dari Virginia) memang lebih optimistis: "Sekaranglah waktunya. Kita punya pemerintahan yang terbuka untuk melakukan sesuatu," katanya kemudian menunjuk kepada Pemerintahan Trump.
Sementara itu, ISIS terus berjuang merebut wilayah kekuasaan. Dalam sebuah video yang dikeluarkan oleh organisasi teroris itu, Agustus lalu, seorang ekstremis merobek-robek sebuah foto Paus Fransiskus dan Paus Emeritas Paus Benediktus XVI, sambil berteriak, "Ingat ini, kau kafir---- kami akan berada di Roma, kami akan berada di Roma, insyaallah." Narator video juga bersumpah bahwa, "Setelah semua usaha mereka lakukan, maka agama salib yang bakal dihancurkan. Permusuhan para tentara salib terhadap umat Muslim hanya berperan untuk mendorong sebuah generasi kaum muda untuk muncul." Ketika ditanya soal ini, pembantu tertinggi Paus mengatakan. "Paus Fransiskus belum mengubah sesuatu dalam agendanya atau pun mengubah ke mana dia harus pergi. Lebih jauh lagi, dia akan terus membangun dialog, membangun jembatan, membela perdamaian. Bersama umat Muslim dan umat Kristen."
Seluruh kisah penyiksaan oleh umat Muslim terhadap umat Kristen selama Agustus tahun silam di seluruh dunia akan mencakup berbagai kisah berikut ini, tetapi tidak terbatas pada kisah-kisah tersebut;
Muslim Membantai Umat Kristen
Kenya: Para teroris Islam memenggal leher empat laki-laki Kristen hingga tewas karena menolak menyangkal Kristus supaya bisa memeluk Islam. Jumad, 28 Agustus 2017, 28 pejihad dari kelompok yang berbasis di Somalia, Al Shabaab, mengepung tiga laki-laki (dua orang dalam usia 40-an dan lainnya berumur 17 tahun) kemudian menahan mereka di salah satu rumah umat Kristen. Para korban lalu mereka minta mendaraskan Syahadat--- dengan demikian menyangkal Trinitas dan menjadi Muslim. Ketika para pria itu menolak, orang-orang Muslim itu memenggal mereka menjadi berkeping-keping dengan pedang. Mereka kemudian pergi membantai seorang laki-laki cacat, saudara tua salah satu korban pembantaian. Menurut istri salah seorang laki-laki Kristen yang dibantai yang "sangat trauma", Al Shabaab tahu bahwa orang-orang itu orang Kristen dan Yosef [suaminya yang dibantai] adalah penatua gereja.
Nigeria: Sejumlah laki-laki bersenjata membantai sebanyak 50 umat Kristen yang sedang mengikuti perayaan misa dalam Gereja Katolik St. Filipus di Negara Bagian Amambra, selama misa Minggu pagi. Berbagai laporan awal mengklaim bahwa "para pria bersenjata itu tengah memburu seorang bandar narkoba (drug baron), melacaknya hingga ke rumahnya, tetapi diberitahu bahwa dia sudah pergi ke gereja. Tatkala menemukan bahwa dia tidak ada di gereja, "mungkin karena marah, mereka lalu menghujani umat yang sedang misa dengan tembakan senapan." Bagaimanapun, serangan itu bukan saja mirip sekali dengan pola serangan teror jihad lainnya terhadap gereja-gereja di Nigeria, tetapi sedikitnya satu kelompok, Act for Biafra, sebuah organisasi Biafran merdeka mengeluarkan sebuah pernyataan yang merujuk kepada serangan itu sebagai "pembantaian oleh pejihad" terhadap umat Kristen yang pergi ke gereja.
Terpisah, dalam serangan terhadap sebuah komunitas Kristen di kawasan mayoritas Muslim yang memaksakan Hukum Shariah, para teroris Muslim membantai seorang ayah Kristen bersama anaknya kemudian menculik tiga wanita beserta seorang bayi. Terlepas dari serangan yang biasa dilakukan terhadap umat Kristen di "Nigeria utara [yang menjadi mayoritas Muslim], umat Kristen yang tercerai-berai dan terlantar oleh ulah kaum ekstremis Boko Haram dipaksa keluar dari kamp pengungsi dan melarang akses mereka terhadap bantuan penting," demikian dikatakan oleh para aktivis kemanusiaan.
Pakistan: Javid Masih, seorang laki-laki Kristen yang menjual diri sebagai budak pada sebuah keluarga Muslim selama dua tahun supaya bisa membelikan rumah bagi keluarganya, secara teratur disiksa, dilarang pergi ke gereja dan akhirnya dibunuh, Agustus lalu. Tatkala kontrak dua tahun hampir usai dan Javid memberi tahu salah seorang keluarga tersebut bahwa dia menunggu waktu untuk menikah, dia pun diberi tahu, "Engkau tidak akan pernah bebas dari kami dan meninggalkan tempat ini." Ketika masa kontraknya usai, dia meminta pembebasannya, namun dia justru dicaci maki oleh anak laki-laki keluarga itu: "Kau [barang tidak berguna] jorok. Berani-beraninya minta bebas. Hidupmu itu milik kami, Akan kau bersihkan "kotoran" kami setiap hari sepanjang hidupmu mulai sekarang atau kau dan keluargamu mati." Setelah mengatakan itu, "Dia pun dicekik oleh saudara-saudara anak majikannya, diikat, dipukul serta diludahi sepanjang hari. Kasus penganiayaan itu tidak pernah dikisahkannya kepada keluarganya karena dia sendiri malu sekaligus takut terhadap reaksi yang bakal muncul atas keluarganya jika mereka terlibat. Pekerja-pekerja lain dipaksa untuk menyaksikan penyiksaan brutal terhadap Javed dengan tujuan untuk menanamkan perasaan takut di antara mereka." Javed pun terus jadi budak keluarga itu, namun hasil kerjanya merosot. Keluarga Muslim itu pun memutuskan membuangnya. Mereka lalu meracuni dan membuangnya di depan rumah keluarga laki-laki malang itu. Tatkala mamanya yang janda meminta mereka mengantarkan anaknya menuju rumah sakit, mereka bahkan meludahinya. Javed pun meninggal dunia; polisi melaporkan kematian itu sebagai "bunuh diri." Wilson Chowdhry, Ketua Asosiasi Kristen Pakistan Inggris (British Pakistani Christian Association) mengatakan;
"Meskipun, undang-undang anti-perbudakan perburuhan terikat di Pakistan berkembang biak, dia merusak kehidupan banyak umat Kristen. UU (Penghapusan) Perburuhan Terikat tahun 1992 tidak ada gunanya dituliskan. Sikap pemerintah yang jelas apatis dalam menegakkan undang-undang menggambarkan rendahnya nilai yang diberikan pada kalangan Kristen dan kaum minoritas lainnya...Masyarakat Pakistan itu sabar. Karena itu, angka bunuh diri di Pakistan sangat kecil, hanya sekitar 300 korban jiwa selama lebih dari dua tahun. Dengan demikian, tidak bisa dipahami bahwa Javed mau bunuh diri tatkala dia tidak memperlihatkan keinginan demikian kepada siapapun yang dia ketahui sehingga tetap menahan diri selama dua tahun, meskipun menderita."
Dalam kasus lain, seorang pria Kristen lain, seorang narapidana yang ditawarkan untuk masuk Islam tetapi menolak, ditemukan tewas "misterius dalam tahanan polisi," tulis sebuah laporan. Indaryas Ghulam, 38, termasuk di antara 42 umat Kristen yang ditahan karena membunuh dua Muslim yang terkait dengan serangan gereja pada 2015 lalu yang menewaskan nyaris 20 umat Kristen serta melukai 70 orang lainnya. Indaryas menyangkal terlibat dalam aksi pembunuhan tersebut dan dia pun satu-satunya tahanan yang dijanjikan "akan dibebaskan sebagai ganti jika dia meninggalkan Kristus."
"Bisa saja dia menyelamatkan nyawanya, tetapi dia memutuskan untuk memberi kesaksikan imannya dengan rela mati...Pengelola penjara malah mengkaitkan kematiannya dengan kondisi kesehatannya yang buruk; dia menderita penyakit TBC. Tetapi istrinya Shabana dan saudarinya Shumir, yang melihat jenazah korban, mengatakan korban menderita luka bakar dengan luka di mana-mana di sekujur tubuhnya, yang menjadi tanda jelas adanya penyiksaan serta kekejaman yang dialaminya. Lebih lagi, mereka menambahkan bahwa walaupun menderita parah, dia tidak pernah mendapatkan perawatan medis yang memadai di balik jeruji penjara."
Kaum Muslim Menyerang Kebebasan Umat Kristen
Iran: Sekitar 500 Muslim yang bertobat dan masuk Kristen menghadapi penyiksaan di Iran sehingga melarikan diri ke Turki mencari suaka, tulis sebuah laporan yang dikeluarkan Agustus silam. Seorang remaja yang baru bertobat menjadi Kristen mengaku tidak bisa menjadi orang yang dia inginkan pada masa datang jika tetap sebagai Muslim, lalu menambahkan bahwa kini dia merasa "nyaman" sebagai umat Kristen. Yang lain lagi mengatakan:
"Saya berganti agama karena tidak melihat apapun dalam Islam. Apapun yang saya saksikan itu salah. Faktanya Pemerintah Iran itu Pemerintahan Islam, namun remaja kami justru dieksekusi mati. Di Irak pun sama... Di sana ada ISIS. [Mereka] membunuh orang-orang atas nama Islam. Ada orang-orang yang rentan dipenggal kepalanya di sana. Mereka karena itu melarikan diri ke Turki. Kami pun datang ke Turki. Itulah sebabnya mengapa saya tidak melihat ada hal yang baik dari Islam."
Yayasan Open Doors, AS, yang memonitor berbagai kasus penganiayaan umat Kristen di seluruh dunia, memperkuat bahwa "Orang-orang yang bertobat masuk Kristen dari Agama Islam membentuk kelompok umat Kristen terbesar yang mengalami penganiayaan paling banyak."
Moroko: Sebuah laporan yang dikeluarkan Agustus tahun silam mengungkapkan bahwa awal 2017 lalu, sebuah suratkabar populer berbahasa Arab menyerang para aktivis Kristen Maroko karena iman mereka. Suratkabar itu juga menilai bahwa nyaris semua umat Kristen di Maroko adalah orang-orang yang bertobat dari Islam kemudian mengakhiri serangannya dengan pesan: Al-Qur'an menuntut supaya orang-orang murtad dibunuh." Maroko adalah rumah bagi beberapa ratus umat Kristen yang berdiam di seluruh penjuru negeri itu. Banyak dari mereka adalah orang-orang yang baru bertobat masuk Kristen yang terpaksa berdoa dalam gereja-gereja rahasia," tambah laporan itu lagi. Umat Kristen yang secara teratur dirundung oleh pihak berwenang dan mendapatkan tekanan sosial untuk menyangkal iman mereka menjadi kejadian sehari-hari di seluruh penjuru negeri itu.
Pakistan: Seorang anak Kristen kecil lainnya dipukul serta dituduh, "menghujat" Agama Islam. Insiden itu terjadi setelah seorang laki-laki Muslim, Muhamad Nawaz menuduh Asif Stephen, 16 tahun, mencuri di sebuah bazar lokal, lalu memukul anak malang itu kemudian melaporkannya kepada seorang imam setempat. Menurut laporan, sang imam, "punya sejarah mengkotbahkan kebencian terhadap kaum minoritas Kristen." Dalam laporannya Muhamad mengatakan remaja itu juga membakar Al-Qur'an. Muhamad dan sang iman kemudian mengejar remaja laki-laki itu dan menyerangnya lagi. Orang yang melewati tempat kejadian melihat aksi kejam itu lalu menghubungi polisi. "Bukannya melindungi sang remaja dari para penyerangnya, [polisi] malah menangkap dan memasukkannya ke dalam penjara dengan tuduhan menghujat agama." Beberapa jam kemudian, sang imam dan "segerombolan massa lebih dari 300 kaum Muslim fundamentalis mengepung penjara serta menuntut supaya "membunuh Stephen di depan umum."
"Karena massa terus menekan polisi setempat, Stephen kemudian dipindahkan dari selnya dan diserahkan kepada massa. Dia pun dipukul ramai-ramai sampai ada pada petugas penegak (hukum) dating menenangkan situasi. Polisi lalu memindahkan Stephen ke penjara distrik dengan tingkat keamanan yang lebih tinggi, di mana dia dituntut bersalah karena menghujat. Pihak keluarganya yakin "pengakuan yang dipaksakan."
Uganda: Pada 7 Agustus 2017 silam, Sophia Nakisaala, 35 tahun, seorang wanita Muslim beralih menganut Agama Kristen, setelah putrinya disembuhkan oleh seorang pengkotbah jalanan:
"Anak saya langsung sembuh dari demam yang tinggi, yang menyebabkan dia beberapa kali menderita sawan (convulsions). Seorang pengkotbah (evangelist) berkisah kepada saya tentang Isa [Yesus], yang katanya merupakan Sang Penyembuh dan Penyelamat. Saya kemudian memutuskan untuk menerimaNya sebagai Tuan dan Penyelamat saya kemudian kembali pulang ke rumah."
Tatkala kembali ke rumah, dia pun mulai berkisah kepada Muhamad Lubaale, suaminya apa yang terjadi. "Dia mengamuk menampar saya. Saya diam, Tidak saya tanggapi pertanyaaan-pertanyaannya yang menyelidik seputar iman baru saya kepada Yesus." Tiga hari kemudian, kisah tentang penyembuhan putrinya serta kepastian bahwa isterinya benar-benar sudah memeluk Kristus tiba ke telinga Muhamad. "Suami saya tiba di rumah 10 Agustus. Ia lalu mulai memukul saya dengan sebatang tongkat. Kepala dan tangan kanan saya mengalami luka memar," jelas Sophia. "Para tetangga datang menyelamatkan saya kemudian menampung saya dalam rumah mereka malam itu." Pagi keesokan harinya, ketika suaminya pergi, dia mengumpulkan empat anaknya --- berumur 3,5,8 dan 11--- lalu pergi kepada pastor kawasan itu, yang membantunya mendapatkan perlindungan.
Swedia: Negara Barat yang sangat terkenal karena menerima---sekaligus menderita akibat ulah---kaum migran Muslim, Swedia memutuskan mendeportasi seorang wanita Iran yang bertobat masuk Kristen. Ketika orang yang baru bertobat itu, Aideen Strandson, mengaku dia bisa saja menghadapi hukuman mati sebagai orang yang murtad, pejabat Swedia malah mengatakan, "itu bukan maslah kami jika kau putuskan menjadi Kristen. Itu masalahmu." Sementara itu, Swedia, yang mendapat reputasi sebagai ""tempat perlindungan aman bagi para pengungsi sekaligus punya kesadaran terhadap kemanusiaan dunia" terus menerima pengungsi Muslim. Beberapa dari mereka pernah membantu membuat negeri itu terkenal sebagai "ibukota tempat perkosaan di Eropa" (rape capital of Europe)
Kaum Muslim Menyerang Gereja Kristen
Mesir: Pihak berwenang menutup Gereja Santa Perawan Maria dan St. Paula yang beranggotakan 1.300 jemaat di Propinsi (governorate) Minya. Penutupan dilakukan sebagai tanggapan terhadap kelompok-kelompok oposisi Mesir yang memprotes keberadaan gereja, yang melayani umat Kristen dari tiga desa terpisah. Uskup Koptik Minya, Anba Makarios, mengeluarkan pernyataan terbuka mengecam para pejabat yang memihak para penyerang yang menyerang para korban:
"Aparat keamanan mencegah umat Koptik menjalankan upacara agama mereka di Kedwan, Minya. Mereka mengaku pencegahan dilakukan karena sejumlah pihak yang menentang di desa itu berkeberatan sehingga perlu mempertimbangkan perasaan mereka. Bagaimanapun, ini berarti tidak mempertimbangkan perasaan umat Koptik yang tidak meminta apapun kecuali meminta supaya bisa berdoa seolah-olah keputusan itu milik pihak-pihak yang menentang dan bukan milik negara agung seperti Mesir yang seharusnya punya otoritas serta hukum."
Gereja St. Perawan Maria dan St. Paula di Kedwan hanya satu dari sedikitnya 15 gereja Kristen yang ditutup di Propinsi Minya saja. "Kami punya lebih dari 15 tempat [ibadat] yang ditutup atas perintah aparat kemanan meskipun kami sudah mengajukan permintaan resmi yang disimpan begitu saja dalam laci-laci [meja] mereka," tambah Makarios dalam pernyataannya. " Selain itu, ada 70 desa, daerah pertanian berikut dusun-dusun kecil yang tidak punya tempat ibadat."
Terpisah, Agustus lalu, para pejabat keamanan Mesir melarang umat Kristen mengadakan pertemuan sekaligus ibadat di sebuah rumah pribadi di Desa Forn, di Minya. Menurut mereka, rumah itu tidak mendapatkan ijin sebagai tempat ibadat. Dalam sebuah surat bertajuk, "Kami dilarang berdoa seperti penjahat," umat Kristen yang merasa frustrasi menulis kepada Presiden Mesir Abdel Fattah al-Sisi:
"Kami terkejut melihat pasukan polisi mengepung memasuki desa untuk melarang umat Koptik Mesir untuk berdoa dan mencegah kami keluar dari rumah-rumah kami. Kami diserang dengan kata-kata yang tidak senonoh...Seolah-olah kami ini penjahat atau orang-orang yang tidak sah berdiam di negeri ini sehingga meminta keadilan, dituduh menjalankan upacara agama. Dan, apakah menjalankan upacara aama itu sebuah kejahatan?"
Irak: Umat Kristen yang kembali ke Dataran Niniveh terus menghadapi sisa-sisa karya tangan anggota ISIS termasuk graffiti di segala penjuru dan di dalam gereja-gereja mereka yang dinajiskan, seperti, "Tidak ada tempat untuk Salib di negara-negara Islam" dan "Salib ada di bawah kaki kami." Tulisan berbahasa Jerman berikut ini ditemukan dalam sebuah gereja:
"Oh kalian para penyembah Salib, akan kami bunuh kalian semua. Jerman adalah negara Islam. Kalian lemah dan tidak termasuk penghuni di sini...Oh, kalian para pemuja Salib, kalian tidak punya tempat di negara-negara Islam. Kalian tinggalkan atau kami akan bunuh kalian."
"Mereka [ISIS] memanfaatkan berbagai patung Yesus dan Bunda Maria sebagai sasaran latihan menembak," urai seorang laki-laki dari gereja lainnya. "Altar juga dihancurkan. Daesh [ISIS] sadari bahwa Barat bakal enggan untuk membom sebuah gereja sehingga [ia] menyimpan makanan beserta amunisi di sini." Semenjak itu, banyak graffiti sudah dihapuskan. Altar pun sudah diperbaiki. "Melihat symbol-simbol Kristen kami lagi itu nyaris sama penting dengan makanan bagi kami."
Negara Somalia: Setelah sepakat membuka kembali sebuah Gereja Katolik yang ditutup nyaris selama 30 tahun, Pemerintah Negara Muslim itu meninjau kembali keputusannya. Jurubicara pemerintah mengutip publik yang marah yang dibentuk oleh para pemimpin agama Islam yang mengaku pembukaan kembali gereja merupakan bagi dari rencana konspirasi pemerintah untuk mengkristenkan Somalia (Somaliland). Ketika menjelaskan keputusan mereka dalam sebuah konperensi pers, Menteri Urusan Agama, Sheikh Khalil Abdullahi Ahmed, mengatakan, "Pemerintah Republik Somalia memutuskan untuk menghormati keinginan masyarakat beserta para pemimpin agamanya sehingga membiarkan gereja tetap ditutup, sebagaimana adanya selama 30 tahun." Gereja Katolik adalah satu dari banyak gereja yang dibangun 70 tahun silam ketika Somalia menjadi sebuah Protektorat Inggris.
Sudan: Parlemen Khartoum menolak seruan Menteri Pendidikan yang memaksa sekolah-sekolah Gereja supaya beroperasi pada hari Minggu dan hanya mengikuti pekan sekolah ala Muslim. Keputusan itu "dilihat oleh umat Kristen Sudan dan dunia sebagai sarana lain perundungan sekaligus diskriminasi terhadap kelompok minoritas. Meski demikian, sehari setelah Parlemen Khartoum menolak seruan itu, tepatnya, 2 Agustus 2017 lalu, Pemerintah Sudan masih saja menghancurkan gereja lain di Omdurman, tepat sebelah barat Karthoum. Gereja itu termasuk dalam daftar 27 gereja yang bakal dihancurkan.
Kaum Muslim Merasa Jijik dan Melecehkan Umat Kristen
Irak: Semakin banyak laporan yang mengindikasikan bahwa penderitaan umat Kristen hampir tidak terbatas pada ISIS muncul Agustus tahun silam. Menurut seseorang, Uskup Agung Ritus Chaldea, Habib Jajou pernah mengatakan "bahwa keluarga Kristen yang tersisa di Irak takut bahwa ISIS (model) baru bakal berkuasa. Dia pun menuduh Bagdad gagal mengembangkan toleransi beragama di tengah bertahun-tahun perang sektarian serta mengatakan bahwa banyak orang sudah dicuci otak oleh kelompok terror." Dia memperlihatkan bahwa menteri pendidikan seharusnya mulai mengakui warisan dan akar Kristen Irak sehingga tidak secara salah mengklaim bahwa semua itu milik Islam di samping klaim bahwa umat Kristian pada dasarnya adalah orang asing sekaligus agen Barat
Pakistan: Senat negara Islam itu secara aklamasi mengesahkan sebuah Rancangan Undang-Undang (RUU) yang mempersyaratkan adanya pelajaran Al-Qur'an wajib pada semua siswa sekolah menengah pertama dan menengah, termasuk bagi siswa non-Islam. Sebagian, RUU itu bermaksud hendak membantu negara melaksanakan artikel 31 (2) Konstitusi Pakistan yang mengatakan bahwa, "Negara berusaha supaya pengajaran Al-Qur'an nan Suci dan semua hal Islamiah sebagai sesuatu yang wajib." Bagaimanapun, menurut Nasir Saeed, direktur sebuah organisasi hak asasi Kristen, "RUU itu akan berdampak negatif terhadap siswa non-Muslim...Ia justru mempromosikan sikap fanatik serta kebencian terhadap kaum non-Muslim dalam masyarakat Pakistan, sesuatu yang memang sudah semakin meningkat."
Bangladesh: Atas nama "memerangi terorisme" negara Muslim melakukan perubahan terhadap sebuah undang-undang yang memaksa sekitar 200 organisasi Kristen supaya ditutup. RUU Pengaturan Sumbangan Luar Negeri yang dimaksudkan supaya bisa memeriksa sel-sel teroris penerima dana dari luar Bangladesh justru pertama-tama menciptakan persoalan ekonomis bagi berbagai Lembaga Swadaya Masyarakat Kristen," yang khusus mendorong komunitas Kristiani" urai seorang misionaris. Karena sebagian besar organisasi Kristen Bangladesh yang sebagian besar Muslim itu secara ekonomis didukung oleh sumberdaya-sumberdaya dari luar negeri, maka 200 LSM itu tidak sanggup lagi mengamankan pendanaan dari luar sehingga tutup untuk seterusnya.
Sudan: Pemerintah Islamis (kaum radikal Islam) Sudan menahan tujuh pemimpin gereja. Aksi penangkapan dilakukan karena mereka menolak mematuhi perintah pengadilan supaya menyerahkan kepemimpinan jemaat mereka kepada sebuah komite yang ditunjuk pemerintah yang berupaya membubarkan gereja. Mereka pun diinterogasi berjam-jam kemudian dibebaskan dengan membayar sejumlah uang jaminan. "Polisi mengatakan penangkapan dilakukan untuk memenuhi perintah Kementerian Bimbingan dan Amal Agama yang menetapkan komitenya sebagai pemimpin baru SCOC. Agaknya, komite itu bakal menjual harta milik gereja di Sudan supaya bisa menghapuskan kekristenan dari negeri itu,"tulis sebuah laporan serta menambahkan bahwa "penangkapan dilihat sebagai bagian dari semakin meningkatnya aksi perundungan atas umat Kristen akhir-akhir ini."
Secara terpisah, polisi mengusir lebih dari dua pastor berikut keluarga mereka dari rumah mereka lalu hidup di jalanan, supaya bisa membantu seorang pengusaha Muslim mengambil alih harta milik gereja, Para pastor itu "diteror ketika polisi menggedor pintu sambil meneriakan ancaman," "Mereka datang menggedor pintu keras-keras. Mereka berteriak, 'Kalau kalian tidak buka pintu kami terpaksa memasukinya dengan paksa supaya bisa masuk. Pastor Nalu, 47 tahun, ayah seorang anak laki-laki berusia satu tahun mengatakan, "Situasnya sangat sulit. Dan kami pun hidup di jalanan."
Nigeria: Para teroris Fulani, beberapa dari mereka bersekutu dengan kelompok teroris Islam, Boko Haram diketahui berencana menyerang ladang-ladang pertanian dan pemukiman Kristen serta membantai umat Kristen. Bulan Agustus lalu, ketika beberapa serangan itu direkam dan (sebagian besar politisi Muslim) melukiskan persoalan tersebut sudah selesai, seorang pemimpin Kristen menjelaskan bahwa, ketika tidak langsung membantai umat Kristen, para penggembala Muslim Fulani memanfaatkan "terorisme ekonomi". "Ketika kita dengan gembira berkubang dalam kesadaran yang salah tentang perdamaian di Plateau, " urainya, "ketahuilah hari ini bahwa strategi terorisme ekonomi yang berbarengan dengan perampokan lahan secara sengaja memang dilancarkan terhadap umat Kristen Riyom dan Barkin Ladi setiap hari. Tujuannya hanya satu. Membuat mereka menjadi miskin, lemah serta miskin melarat di tanah mereka sendiri."
Tentang Seri Ini
Memang tidak semua, atau bahkan tidak bisa dikatakan sebagian besar, kaum Muslim terlibat namun penganiayaan terhadap umat Kristen terus meningkat. Laporan ini memperlihatkan bahwa penganiayaan tidaklah dilakukan secara acak tetapi sistematis dan terjadi dalam semua bahasa, etnis dan lokasi.
Raymond Ibrahim adalah pengarang buku Crucified Again: Exposing Islam's New War in Christians (Tersalibkan Lagi: Tampilkan Perang Baru Islam Terhadap Kristen) (diterbitkan oleh Regnery bekerja sama dengan Gatestone Institute, April 2013).