Seperti tahun-tahun silam, Perayaan Paskah diserang di berbagai negara Muslim. Yang paling mengerikan terjadi di Mesir. Pada 9 April, dua Gereja Orthodoks Kristen Koptik penuh pepak dengan umat yang mengikuti ibASDadah Misa Minggu Palma, yang mengawali pekan suci diserang oleh para pelaku bom bunuh diri Islam. Dua belas orang---sebagian besar anak-anak--- tewas terbunuh di Gereja St. Georgius di Tanta, di Mesir utara. "Di manakah pemerintah?" seorang warga Kristen yang marah di sana bertanya kepada wartawan Kantor Berita AP. "Tidak ada pemerintah! Tidak ada perubahan nyata dalam bidang keamanan, yang harus diperketat sejak sekarang guna menyelamatkan nyawa manusia." Kurang dari dua jam kemudian, 17 orang tewas terbunuh di Katedral St. Markus, di Aleksandria. Sejak bangunan aslinya didirikan oleh penginjil Markus pada abad pertama dan dibakar hingga rata tanah selama masa invasi Muslim pada abad ke tujuh ke Mesir, gereja tersebut menjadi tempat tinggal bersejarah (historic seat) agama Kristen Koptik. Pope Tawadros, yang hadir di tempat kejadian---dan agaknya menjadi sasaran--- muncul tidak kurang suatu apapun. Sekitar 50 umat Kristen tewas terbunuh dalam dua aksi pemboman tersebut, 126 lainnya terluka dan banyak lagi yang terluka dengan kepingan tubuh yang tercerai berai. (Grafis dan foto/video setelah tragedi bisa disaksikan di sini).
Beberapa hari sebelumnya, pada 1 April, ada 3,000 fatwa bernada menghasut supaya orang melakukan perusakan terhadap gereja-gereja di Mesir disebarluaskan di seluruh penjuru Mesir. Sejumlah besar umat Kristen Mesir yang diwawancarai pasca-tragedi pemboman kembar itu mengatakan bahwa masjid-masjid yang didanai pemerintah secara teratur menghasut orang untuk membenci dan beraksi kejam terhadap umat Kristen lewat pembesar suara masjid. Di berbagai masjid lain, menurut Michael, seorang warga Kristen paruhbaya, "ada doa untuk mencelakakan umat Kristen." "Mereka menghasut supaya melakukan aksi keji. Anak-anak muda dipenuhi dengan kebencian terhadap kami dan bertindak sesuai hasutan itu. Ini membuat kami prihatin. Penghasutan mengarah kepada terorisme dan umat Kristen dijadikan sasaran."
Secara terpisah, seorang wanita Kristen mengatakan, "Persoalan berawal dari sekolah, tempat anak-anak diperlakukan secara berbeda. Di sekolah, beberapa pihak menolak untuk berbicara kepada saya karena saya Kristen."
Di Nigeria, kelompok penggembala Muslim Fulani secara acak menembaki desa-desa Kristen. Menurut Uskup Bagobidi, "Serangan terjadi ketika umat berada dalam gereja untuk merayakan Malam Paskah." Para pria Muslim bersenjata membunuh "sedikitnya 12 orang di tempat kejadian. Banyak orang terluka," termasuk wanita dan anak-anak. Bukannya merayakan Minggu Paskah, uskup serta imam setempat justru memimpin upacara pemakaman atas "sedikitnya sepuluh umat Katolik." Di depan umum, uskup menuduh gubernur lokal, seorang Muslim terlibat bersama para pelaku dan bersikap bias terhadap para korban mereka.
Di Pakistan, menurut pihak militer negeri itu, "serangan penting teroris " yang menyasar umat Kristen selama Perayaan Paskah berhasil dibongkar. Seorang militan Islam tewas terbunuh dan empat tentara terluka dalam sebuah razia keamanan. Di antara para teroris yang tertangkap ada seorang mahasiswi kedokteran tingkat dua yang mengaku dia sendiri tengah mempersiapkan diri menjadi syuhada" sebagai bagian dari serangan bunuh diri atas sebuah gereja selama Minggu Paskah. Tahun silam, di Lahore, serangan pada Hari Raya Paskah menyebabkan lebih dari 70 orang tewas terbunuh.
Di Indonesia, 300 umat Kristen dari dua gereja yang masih disegel pihak berwenang di Jawa Barat, merayakan Paskah kelima mereka dengan melancarkan protes di luar istana presiden. Mereka berharap presiden mencabut perintah pelarangan yang mencegah mereka merayakan ibadat di rumah-rumah ibadat mereka. Kedua gereja tersebut secara hukum sudah terdaftar, tetapi "dilarang oleh pihak berwenang lokal yang melarang membiarkan mereka menjalankan ibadat di gereja mereka sendiri setelah mengutip penolakan dari kaum Muslim setempat, menurut sebuah laporan. Sebuah gereja, supaya bisa kembali dibuka, sepakat supaya sebuah masjid boleh didirikan di dekatnya. Para pejabat gereja sepakat. Gereja pun dibangun, tetapi gereja tetap saja ditutup.
Di Seville, Spanyol, sejumlah laki-laki, meneriakan "Allahu Akbar" ketika pawai Jumad Agung tengah berlangsung. Aksi itu mendorong massa melakukan penyerbuan. Akibatnya, 17 orang dirawat di rumah sakit. Laporan mencatat bahwa "delapan orang yang ditangkap itu bukanlah keturunan Arab." Bagaimanapun, ketika banyak Muslim bukan lagi orang Arab, maka persoalan ini memunculkan banyak kemungkinan.
Seluruh kisah selama Bulan April lainnya seputar penyiksaan yang kaum Muslim lancarkan terhadap umat Kristen di seluruh dunia mencakup, namun tidak terbatas pada kisah-kisah berikut ini;
Kaum Muslim Membantai Umat Kristen
Mesir: "Seorang remaja Kristen dibunuh oleh para ekstremis Islam. Dengan harapan bisa mengintimidasi umat Kristen." Menurut sebuah laporan. Gamal, 16 tahun, dijelaskan sebagai "disukai oleh semua teman dan gurunya di sekolah" dan "satu pribadi yang sangat ramah dan sopan," ditemukan oleh anggota keluarganya di sebuah desa di Mesir Atas "dengan leher tersayat, terbaring dalam genangan darah" empat hari setelah pemboman gereja pada Minggu Palma. Menurut ayah remaja yang dibantai itu, Negara Islam bertanggung jawab terhadap tragedi itu: "Mereka satu-satunya yang membantai manusia seperti itu. Mereka membantai anak saya karena imannya kepada Yesus Kristus. Ini perang terhadap umat Kristen. Semua orang harus berani menentang orang-orang yang melancarkan perang ini."
Laporan lain berdasarkan kesaksian para saksi mata memberikan rincian peristiwa --- termasuk tuntutan agar beralih agama memeluk Islam --- di balik pembantaian satu dari beberapa umat Kristen yang dibunuh oleh kaum Muslim yang terkait dengan ISIS di el-Arish, Mesir, Februari lalu.
Sambil memanggul senjata dua pejuang ISIS mendekati sasaran mereka. Bahgat Zakhar, 58, seorang umat Koptik Mesir masuk dalam "daftar orang yang akan dibunuh." Para teroris sudah melacak keberadaannya selama beberapa hari. ...Dengan bingung, dokter bedah hewan itu dengan sopan berdiri berjabatan tangan para jihadi itu. Bukannya menyambut tangannya, mereka mendorongnya ke teras beton. "Bertobatlah, orang kafir. Bertobatlah dan selamatkanlah dirimu sendiri" salah seorang dari laki-laki itu berteriak sambil menodongkan moncong senapan ke pelipis Zakhar kemudian memaksanya berlutut. Ayah dua anak itu menggelengkan kepala, seorang saksimata memberi tahu anggota keluarga. Karena itu, mereka menembaknya mati kemudian pergi dari sana. "Mereka bahkan tidak lari."
Sudan: Menanggapi upaya berkelanjutan pemerintahan Islam untuk memurnikan bangsa itu dari semua bekas umat Kristen ---yang mencakup keputusan baru-baru ini untuk menghancurkan 25 gereja berdasarkan klaim bahwa gereja-gereja itu dibangun di atas tanah yang hendak digunakan untuk keperluan lain--- pada 3 April lalu, kaum minoritas Kristen berkumpul di sekitar Sekolah Evangelis di Omdurman . Mereka melancarkan protes damai menentang pengambilalhihan harta milik mereka secara illegal oleh seorang pengusaha Muslim. Polisi lalu datang menangkap mereka, sementara segerombolan orang bersenjatakan pisau dan senjata lain menyerang dan memukul para wanita. Sejumlah pria Kristen dari Sekolah Evangelis Bahri yang berada di dekatnya tergesa-gesa datang membantu para wanita. Seorang penatua gereja ditikam hingga tewas dalam bentrokan tersebut, yang lainnya terluka, dibawa ke rumah sakit dan belakangan dibebaskan.
Pakistan: Tatkala Ameen, 45, seorang suami dan ayah Kristen miskin tidak mampu membayar cicilan pinjamannya kepada para pemilik toko Muslim, mereka dan para antek mereka merazia rumah pria Kristen itu. Mereka memukulinya dengan tongkat serta pemukul bola untuk olahraga criket serta mengancam membunuhnya jika dia tidak segera melunasi pembayarannya (Ameen tidak punya apa-apa. Sejumlah harta miliknya sudah dia jual semuanya untuk memenuhi kebutuhannya). Pagi buta keesokan harinya, tanggal 4 April, "para pemilik toko itu kembali, menjebaknya di rumahnya sendiri, membakar kamar rumahnya kemudian menguncinya," urai sebuah laporan. Mereka menunggu di luar kamar dan tidak mengijinkan anggota keluarga atau pemukim setempat untuk membuka kamar itu guna menyelamatkan nyawa Ameen." Laki-laki itu terbakar hidup-hidup. Tiga anaknya yang hadir selama penyiksaan berlangsung dibiarkan mengalami "trauma" dan shock setelah menyaksikan kematian ayah mereka yang mengerikan," urai jandanya.
Serangan kaum Muslim terhadap Situs dan Simbol Kristen
Mesir: Sepekan setelah dua gereja dibom pada Minggu Palma, kaum militan Muslim menyerang pos polisi yang menjaga pintu masuk menuju Biara St. Katarina, di Sinai Selatan, satu dari situs Kristen terpenting dunia. Sedikitnya satu polisi tewas terbunuh dan empat orang lain terluka dalam serangan. Didirikan pada abad keenam, Biara St. Katarina, satu dari biara-biara tertua di dunia, merupakan situs warisan dunia UNESCO. Kelompok-kelompok militan Muslim sekitar Sinai kerapkali merujuknya sebagai situs penting kafir yang perlu dihancurkan.
Dalam sebuah insiden terpisah, pada 13 April, segera setelah orang-orang desa Kristen mengadakan kebaktian di rumah sebuah keluarga Kristen setempat, segerombolan massa Muslim membakar tiga rumah umat Kristen dan melukai delapan umat, termasuk dua wanita di Desa Kom El-Loufy, di Governorat Minya, Mesir. Satu umat Kristen yang hadir di tempat kejadian berbicara dengan syarat namanya tidak disebutkan mengatakan: "Kami sudah meminta pihak berwenang keamanan untuk memberikan ijin untuk menyelenggarakan doa dan mereka setuju. Mereka berikan ijin kepada kami untuk mengadakan doa. Pasukan keamanan pun datang untuk mengamankan misa. Sekitar pukul 10 pagi, usai misa, kami mulai kembali ke rumah masing-masing. Kala itu, sekelompok kaum Muslim berkumpul lalu menyerang kami dan rumah-rumah kami. Mereka melemparkan batu ke rumah-rumah kami serta membakar tiga rumah umat Kristen." Desa, tempat 1.800 umat Kristen bermukim, tidak punya gereja dan kaum Muslim dan para gubernur setempat menolak mengijinkan sebuah gereja dibangun.
Serangan yang sama terjadi kurang dari setahun sebelumnya. Rumah umat Kristen bersaudara dijarah dan dibakar. Aksi itu dilakukan karena ada rumor bahwa mereka tengah berusaha untuk membangun sebuah gereja di desa. Seorang saksimata Kristen lain yang hadir di tempat kejadian mengatakan, "Semua serangan terjadi, meski ada polisi di desa itu. Ada delapan mobil besar dari kantor keamanan pusat dan lebih dari 15 mobil polisi. Saya tidak tahu mengapa polisi tidak bisa menangkap satu orang pun yang [telah] menyerang kami hingga kini."
Uganda: Kaum Muslim bersenjatakan pedang dan tongkat merusak seluruh harta milik seorang pastor Kristen, menyerang gereja, ladang serta rumahnya. Sang pastor, Christopher Kalaja, seorang ayah menikah dengan enam anak mengatakan, " Ketika mendekat, mereka meneriakan "'Allah Akbar.' Mereka lalu langsung membabat pepohonan di ladang pertanian saya. Setelah usai, mereka meruntuhkan bangunan gereja. Saya pun melarikan diri menyelamatkan hidup saya." Dia kemudian menggugat menentang aksi kejahatan itu. Tindakannya mendorong polisi yang awalnya tidak tanggap untuk mengunjungi tempat kejadian lalu menangkap para terduga. "Sejak itu, saya mulai menerima ancaman bahwa mereka akan benar-benar datang membunuh saya. Bahwa mereka akan benar-benar segera menghancurkan saya." Melarikan diri dari rumah, dia dan keluarganya semenjak itu berlindung di sebuah pondok milik seorang sahabat. Ini hanyalah serangan terakhir atasnya dan keluarganya yang mereka terima dari pemukim kawasan yang didominasi oleh kaum Muslim: "Pendekatan saya kepada kaum Muslim berdampak terhadap adanya bentrokan ini yang mulai saya terima dari kaum Muslim. Orang-orang itu sudah memburu saya sejak awal tahun 1980-an. Akibatnya, mereka bahkan berusaha membunuh ibu saya dengan meracuninya. Setelah ibu meninggal dunia, mereka terus beraksi dengan membunuh ternak saya. Mereka memprovokasi saya untuk meninggalkan kawasan itu."
Arab Saudi: Sebuah patung beton yang tinggi menjulang yang sekian lama berdiri dekat sebuah bangunan pemerintah di Kota Buraydah dihancurkan. Aksi itu dilakukan setelah penduduk setempat mengeluh bahwa bangunan itu menyerupai salib Kristen. Sebuah buku tentang Arab Saudi yang diterbitkan 30 tahun silam menjelaskan Buraydah sebagai tempat lahirnya fundamentalisme bahkan dalam dalam situasi yang paling wajar sekalipun."
Penghinaan dan Kebencian Muslim Terhadap Kristen
Australia: Di kawasan mayoritas (enklaf) Muslim di baratdaya Sidney, kaum Kristen secara teratur diperingatkan (oleh kaum Muslim maupun umat Kristen) untuk tidak secara terbuka memakai simbol-simbol Kristen seperti salib. Seorang pria Australia umat Gereja Orthodoks Yunani terlambat menemukan apa yang terjadi pada orang-orang yang mengabaikan peringatan ini. Mike, 30 tahun, memakai salib besar ketika bepergian dengan kereta api dari Stasiun Kereta Api Belmore, Sidney dengan pacarnya. Mendadak, empat pria muda "berpenampilan Timur Tengah" dengan kejam merenggut salib dari lehernya, melemparkannya kemudian menginjak-injaknya sambil meneriakan "Fuck Jesus" serta merujuknya kepada "Allah." Mereka meninju dan menendangnya, termasuk meninju wajahnya. Ketika pacarnya berupaya melindungnya, dua wanita berbahasa Arab menyerangnya. Mike mengatakan ada lima petugas kereta api tidak berseragam berdiri dekat mereka, diam-diam menonton serangan itu tanpa bertindak apa-apa. Menurut seorang imam Ortodoks setempat, "ini bukanlah insiden terpisah. Ada geng-geng anak muda berlatarbelakang Muslim yang merundungi orang-orang yang mengidentifikasi diri sebagai Kristen...Anda tidak dengar soal itu karena tidak orang melaporkannya." Dikatakannya, bahwa sedikitnya tiga serangan yang sama sekitar transportasi publik di baratdaya Sidney terjadi baru-baru ini: "Ini seperti daerah mereka; mereka tidak ingin umat Kristen atau tipe orang kafir lainnya di sana..."
Di enklaf Muslim Sidney baratdaya, umat Kristen secara teratur diperingatkan supaya tidak secara terbuka memakai simbol-simbol Kristen seperti salib. Seorang pria Ortodoks Yunani yang memakai kalung salib baru-baru ini diserang secara kejam oleh empat pria Muslim yang meneriakan "Fuck Jesus" ketika dia bepergian dengan kereta api dari Stasiun KA Belmore, Sidney. Foto: Gereja Ortodoks Yunani All Saints, Belmore, Sidney, Australia. (Sumber foto: Sardaka/Wikimedia Commons). |
Pakistan: Terlepas dari sejumlah janji untuk melakukan reformasi, sekolah-sekolah terus saja "mengajarkan siswa mereka supaya membenci umat Kristen serta minoritas agama lainnya," itulah temuan sebuah penyelidikan yang baru saja dilakukan. Komisi Nasional Pakistan untuk Keadilan dan Perdamaian mengatakan pemerintah gagal memenuhi janjinya untuk membasmi "bahan bacaan berisi kebencian" dari buku-buku ajar yang dipergunakan di sekolah-sekolah. Sumpah itu pemerintah ungkapkan setelah Taliban melakukan serangan mematikan di sebuah sekolah pada 2014 lalu ketika para pria Islam bersenjata membunuh 132 siswa. Bagaimanapun, menurut laporan tersebut, "bukannya meminimalisasi bahan bacaan bernada benci sekaligus melarang ekstremisme relijius, hal yang sebaliknya justru tampaknya terjadi. Kecenderungan yang mengarah kepada sebuah kurikulum yang lebih bias dengan ekstremisme relijius yang lebih besar justru tengah diajarkan di berbagai sekolah negeri Pakistan."
Indonesia: Menurut sebuah studi terbaru, 59% masyarakat Indonesia yang menanggapi sebuah survei yang pernah melakukan aksi intoleran terhadap kaum minoritas non-Muslim serta radikalisasi keagamaan semakin meningkat. Hanya 11% warga Indonesia yang benar-benar menentang negara Islam yang memerintah berdasarkan hukum Islam, Shariah yang ketat. Sekitar 11,5 juta masyarakatnya, "secara spiritual" siap untuk mengadakan perubahan fundamental yang radikal dalam masyarakat Indonesia. "Mereka ingin menerapkan hukum yang terinspirasi oleh Shariah dan tuntutan mereka bakal semakin radikal," urai seorang jurubicara untuk kajian statistic survei tersebut.
Asia Tengah: Sebuah keluarga Muslim di sebuah negeri Asia Tengah yang tidak teridentifikasi namanya menuntut anak mereka yang menjadi Kristen untuk menolak Kristus. Sang gadis tuli itu, Saida namanya, menolak. Mendapat penolakan sang anak, mereka pun memukulnya sehingga dia terpaksa dirawat di rumah sakit, di unit perawatan intensif.
Amerika Serikat: Ehab Abdulmutta Jaber, 45, seorang pria Muslim, merekam dirinya di Facebook Live sambil memperlihatkan sebuah senapan di luar acara keagamaan Kristen. Dia memperingatkan para pemirsanya dalam sebuah pernyataan terbuka yang penuh kata-kata jorok supaya ""takut." Itu terjadi karena sebuah acara di Sioux Falls menghadirkan seorang pastor mantan Muslim yang berbicara secara tidak menyenangkan menentang Islam. Pusat Islam setempat mengecam acara itu sebagai "Islamofobia." Menurut laporan, Jaber tertangkap basah memfilmkan acara itu dengan telepon selulernya di belakang ruangan. Dia pun dinasehati oleh petugas keamanan bahwa tidak diperbolehkan merekam. Facebook Live Video memperlihatkan Jaber memfilmkan sampul Al-Qur'an sebelum merekam sekilas sekitar 500 orang massa yang hadir...Ditolak dari pertemuan tersebut karena membawa senapan, Jaber kemudian merekam Facebook Live Video lain di mobilnya. Dalam rekaman itu, dia memperlihatkan sejumlah senapan ringan (handgun) serta senapan, lalu memperingatkan pemirsanya di tengah kata-kata bombastis supaya "takut." Dia karena itu dituntut dengan satu dakwaan, melancarkan ancaman ala teroris.
Pakistan: Sejumlah pria Muslim bersenjata menerobos masuk kemudian merampok sebuah rumah tangga Kristen sebelum menyandera seorang putri keluarga itu yang berumur 14 tahun di bawah todongan senjata. Walau uang dan perhiasan diambil, keluarga itu mengatakan bahwa Maria---nama gadis kecil itu---adalah sasaran utama serangan pada pukul 3 pagi itu karena mereka dengar orang-orang laki di luar rumah berteriak, "Sudah dapat gadis itu atau belum?" Mereka mengatakan, salah seorang penyandera adalah tetangga Muslim mereka bernama Amjad, yang jelas-jelas menyukai Maria. Keluarga itu diminta melupakan sang gadis karena mereka tidak bakal bertemu dia lagi. Mereka diancam akan dibunuh jika persoalan itu dilaporkan kepada polisi. Meski orangtua gadis malang itu menghubungi polisi, mereka, sebagaimana biasanya terjadi dalam kasus itu, tidak berbuat banyak. "Setiap hari, tanpa anak perempuan saya, saya merasa mau mati saja," kata ibu Maria. Lebih dari 700 gadis Kristen selama ini disandera, diperkosa serta dipaksa menikah secara Islam setiap tahun menurut sebuah laporan yang dikeluarkan tahun 2014 lalu.
Ada juga insiden lain. Ayah dan saudara laki-laki seorang wanita Muslim menyerang seorang pria Kristen berusia 21 tahun. Dia ditelanjangi dan dibakar secara mengerikan dengan besi panas karena terlibat dalam hubungan romantis dengan sang gadis. Walau selamat, laki-laki itu menderita luka bakar yang mengerikan. Sejak itu, keluarganya ditekan untuk melepaskan kasus itu, baik oleh para penyerangnya maupun oleh polisi.
Tanzania: Dua tahun silam, seorang gadis Muslim berusia 9 tahun datang ke Gereja Pentekosta Bebas (Free Pentecostal Church) mengganggu acara kebaktian. Pastor Yohana Madai yang tengah berkotbah keluar dari gereja menuju tempat sang gadis kecil itu menggedor-gedor pintu gereja. Ia lalu memegang lengan sang gadis sebelum dia melarikan diri dan membawanya kepada para pemimpin pemerintah setempat. Keesokan harinya, ibu sang gadis pergi kepada polisi mengajukan gugatan pelecehan terhadap anak kecil. Dikatakannya, sang pastor mencopot jilbab sang gadis serta menyentuh payudaranya. Walau tuntutan membuat sang terdakwa menjalani 30 tahun penjara, kasus tersebut akhirnya dibatalkan karena kurangnya bukti serta saksimata. Bagaimanapun, setelah petugas yang bertanggung jawab terhadap gugatan itu dipindah ke tempat lain, ibu itu---kali ini ditemani seorang sheik Islam dan kaum Muslim lainnya---mengajukan gugatan terhadap sang pastor. Setelah menjalani sejumlah pemeriksaan---di mana pendakwa tidak bisa menghadirkan saksi mata atau bukti---hakim pun membatalkan tuntutan. Bagaimanapun, ketika sang pastor itu keluar dari ruang sidang, dia ditangkap lagi atas tuduhan yang tidak dijelaskan dan dipenjara. Menurut sebuah pernyataan dari para pemimpin dari Aliansi Para Pastor Zanzibar, mereka, "Akan pergi ke sana pada Hari Jumad [7 April] untuk bertanya kepada petugas dan berusaha membantu Pastor Madai supaya dibebaskan. Tetapi kami temukan bahwa itu adalah persoalan agama yang dimaksudkan untuk menganiaya umat Kristen. Kami pun tidak diberikan kesempatan untuk memberikan kesaksian. Yang menangani kasus itu semuanya Muslim...Mereka memulai dengan Pastor Madai. Besok mereka akan menangkap orang lain lagi....[Jika] kasus itu dimanipulasi, maka Pastor Madai akan dijatuhi hukuman tidak kurang dari 30 tahun dipenjara menurut hukum Tanzania dan Zanzibar."
Eropa: Menurut Martin Kugler, seorang sejarahwan Austria sekaligus ketua kelompok anti-diskriminasi, umat Kristen semakin terpinggirkan di benua tersebut sementara kaum Muslim diperlakukan dengan sangat terhormat. Para elit Eropa menekan umat Kristen supaya menyembunyikan agama mereka namun mengijinkan kaum Muslim untuk mendemonstrasikan agama mereka. Padahal, sekian lama diyakini bahwa Eropa yang sekular tak bakal menawarkan bantuan khusus kepada agama apapun, pemerintah pun keluar dari kebiasaannya dengan membantu Islam. Sebagai contoh, membongkar salib dari tempat-tempat umum tetapi justru mengijinkan pemakaian jilbab Islam di tempat umum. "Jika umat Kristen diberi kebebasan untuk mengikuti suara hati mereka, dengan sekolah dan hak-hak asasi mereka" urai Kugler, "bakal jauh lebih mudah bagi mereka untuk menghadapi bangkitnya budaya kaum Muslim."
Tentang Seri Ini
Memang tidak semua, atau bahkan tidak bisa dikatakan sebagian besar, kaum Muslim terlibat namun penganiayaan terhadap umat Kristen terus meningkat. Laporan ini memperlihatkan fakta bahwa penyiksaan oleh kaum Muslim tidak acak terjadi, tetapi sistematis terlepas dari persoalan bahasa, etnis dan lokasi kejadian.
Raymond Ibrahim adalah pengarang buku Crucified Again: Exposing Islam's New War in Christians (Tersalibkan Lagi: Tampilkan Perang Baru Islam Terhadap Kristen) (diterbitkan oleh Regnery bekerja sama dengan Gatestone Institute, April 2013).