Tahun 215 merupakan "tahun yang paling mengerikan dalam sejarah modern terkait dengan penganiayaan terhadap umat Kristen," demikian dikatakan oleh Open Doors, sebuah organisasi hak asasi manusia yang sudah membuat dokumentasi tentang penganiayaan terhadap umat Kristen sejak tahun 1955.
Menurut data terbarunya, lebih dari 7.000 umat Kristen dibunuh karena iman mereka pada 2015. Jumlah itu nyaris dua kali banyaknya dari jumlah korban pada 2014. Selain itu, lebih dari 2.400 gereja diserang, dirusak dan dihancurkan ---sekali lagi, dua kali lipat lebih banyak dari tahun sebelumnya,
Dalam kata-kata CEO Open Doors, David Curry;
Daftar Pengawasan Dunia 2016 (World Watch List) [yang merangking 50 negara tempat umat Kristen paling banyak dianiaya] mendokumentasikan eskalasi kekerasan yang tidak pernah terjadi sebelumnya terhadap umat Kristen. Peningkatan kekerasan membuat tahun lalu menjadi serangan paling mengerikan yang terus-menerus dilakukan atas iman Kristen dalam sejarah modern...Penelitian ini menyimpulkan bahwa setelah penyiksaan brutal atas umat Kristen pada 2014, 2015 terbukti semakin parah. Penganiayaan terus saja meningkat, semakin intensif sekaligus menyebar luas di seluruh planet bumi...Tingkat eksklusi, diskriminasi dan kekerasan terhadap kaum Kristen belum pernah ada sebelumnya, tersebar luas dan semakin meningkat jumlahnya.
Siapa atau apakah yang berada di balik tingkat penganiayaan yang belum pernah ada ini? Beberapa penganiyaan memang terkait dengan kecenderungan negara-negara non-Barat untuk menghubungkan Kekristenan dengan "kebencian terhadap Barat." Empat pelakunya adalah negara Komunis --- Vietnam (berada pada rangking #20), Laos (rangking #29), Cina (#33), dan Korea Utara (#1). Di sana, Kristen tidak hanya dilihat sebagai 'candu masyarakat' sebagaimana umumnya dilihat oleh semua negara komunis, tetapi juga dilihat sangat ke-Barat-baratan dan sangat tercela," tulis laporan itu. Tiga negara tengah mengklaim kembali warisan agama mereka namun benar-benar tidak sesuai dengan apa yang digambarkan sebagai Barat yang rusak moralnya. Negara-negara itu adalah adalah Hindu India (rangking #17), Buddhis Bhutan (#38) dan Myanmar (#23). Sedangkan dua negara lain ---Meksiko (berada pada ranking #40) dan Kolumbia (#46)--- dipicu oleh kejahatan terorganisasi dan kartel narkoba.
"Ekstremisme Islam" dikutip sebagai sumber penganiayaan bagi 41 negara lain yang membentuk daftar 50 negara penganiaya paling mengerikan atas umat Kristen. Selain Korea Utara, delapan negara lain tempat umat Kristen mengalami bentuk penganiayaan paling buruk ("penganiayaan yang mengerikan") semuanya adalah negara Islam. Di 35 negara, ekstremisme Islam "sudah meningkat hingga sama dengan pembersihan etnis" bagi umat Kristen.
Pengamatan yang teliti terhadap laporan itu mengindikasikan bahwa ada sesuatu yang berdiri di balik bangkitnya "eskstemisme Islam" yang melakukan genosida. Sesuatu itu adalah kebijakan politik luar negeri A.S. Di setiap negara Muslim, tempat AS ikut campur tangan atas nama "kebebasan dan demokrasi," hidup umat Kristen secara eksponensial memburuk. Atau dengan kata lain, yang paling menolak "kebebasan dan demokrasi" --- yaitu kaum Muslim radikal dan jihadi ---- cenderung menjadi orang-orang yang paling diberdayakan oleh berbagai kebijakan politik luar negeri AS.
Irak sekarang ini, menurut laporan itu, merupakan negara paling mengerikan kedua di dunia jika orang menjadi Kristen di negeri itu. Afghanistan masuk peringat keempat, Suriah kelima dan Libya berada pada peringkat sepuluh. Satu dekade silam, tidak satu pun negara itu bahkan masuk dalam daftar 10 negara penganiaya umat Kristen. Suriah dan Libya yang kini mengalami campur tangan AS bahkan tidak masuk dalam kelompok 20 negara penyiksa umat Kristen kala itu. Padahal, kedua negara diperintah oleh otokrat sekular yang dikecam sebagai iblis penjahat oleh politisi dan media AS.
Pada 2004, Irak di bawah kekuasaan Saddam Hussein berada pada rangking 32 dan hanya dinilai 35,5 (dari nilai 100). Setelah satu dekade hidup dan kekayaan Amerika terbuang sia-sia di negara itu, Irak kini malah mencapai nilai 90 dan merupakan negara Muslim paling mengerikan jika orang yang menjadi Kristen di sana. Situasinya pun sama dengan di negara-negara Muslim lain tempat Pemerintah AS memasukan (prinsip) "kebebasan dan demokrasi." Seperti atas Suriah, AS pun terus saja mencoba masukan prinsip "kebebasan dan demokrasi," pada negara-negara lain yang seperti;
- Suriah: Satu dekade silam berada pada ranking 47 dan hanya dinilai 24,5. Padahal, sebuah negara harus mendapatkan nilai sedikitnya 50 untuk diperhitungkan sebagai "jarang melakukan penyiksaan." Sekarang ini, negara itu berada pada peringkat #5 dengan nilai 87 atau melakukan "penyiksaan yang mengerikan."
- Libya: Satu dekade silam berada pada peringkat # 22 dengan nilai 41; kini dia bertengger pada peringkat #10 dengan nilai 79.
- Afghanistan: Satu dekade silam berada pada rangking #11 dengan nilai 53; kini— satu dekade setelah AS mendeklarasikan "kemenangannya" atas al-Qaeda dan Taliban — rankingpun malah menjadi #4 dengan nilai 88.
Bahkan di berbagai negara tempat intervensi AS tidak terlihat jelas, penganiayaan terhadap umat Kristen sudah mencapai tingkat yang belum pernah ada sebelumnya. Di Nigeria, Boko Haram--- sebuah kelompok Islam, mungkin jauh lebih buas daripada ISIS---membantai lebih banyak umat Kristen pada 2015 dibandingkan engan kelompok teroris lain. Namun, selama bertahun-tahun Pemerintahan Obama menolak memasukan Boko Haram dalam daftar organisasi teror. Malah Pemerintahan Obama berdalih bahwa aksi kekerasan kelompok tersebut tidak ada hubungannya dengan Islam dan merupakan akibat dari kemiskinan dan nasib malang. Sebaliknya, AS menekan Pemerintah Nigeria untuk memberi konsesi, termasuk dengan mendirikan lebih banyak masjid --- yang seperti pernah dikatakan oleh pengacara Nigeria, Emmanuel Ogebe, merupakan bangunan terpenting tempat kaum Muslim diradikalisasi serta direkrut untuk melakukan jihad.
Beberapa ratus gadis sekolah Kristen Nigeria yang disandera tahun silam oleh Boko Haram (Sumber foto: video Boko Haram). |
Mei 2013, segera setelah pasukan Nigeria membunuh 30 anggota Boko Haram, dalam sebuah serangan yang sangat gencar, Kantor Berita Reuters melaporkan bahwa Menteri Luar Negeri AS, John Kerry "mengeluarkan pernyataan bernada keras" kepada Presiden Nigeria: "Kami...sangat prihatin dengan berbagai tuduhan yang dapat dipercaya bahwa pasukan keamanan Nigeria telah melakukan pelanggaran hak asasi manusia yang berat, yang akibatnya, hanya semakin memperhebat kekerasan sekaligus membakar ekstremisme" Boko Haram.
Ada banyak sekali sikap acuh tak acuh Amerika terhadapnya semua penganiayaan yang terjadi "di sana." Semua itu bagaimanapun bakal sangat mampu menghubungkan titik (kosong): Yaitu bahwa upaya memperkuat pasukan-pasukan yang memusuhi umat Kristen secara global, sama dengan secara global memberdayakan pasukan-pasukan yang memusuhi Amerika. Kalangan Muslim yang membenci dan menyiksa umat Kristen sebetulnya juga membenci dan berjuang untuk menyiksa warga Amerika, persis dengan alasan yang sama: Masyarakat Barat itu semuanya adalah orang kafir non-Muslim yang dibenci.
Ringkasnya, prestasi utama kebijakan politik luar negeri AS, terlepas dari betapa sia-sianya darah dan harta warga Amerika --- adalah bangkitnya pasukan Islam negara-negara Muslim yang tidak pernah ada sebelumnya yang terang-terangan bertekad untuk menghancurkan Amerika.
Raymond Ibrahim, mengarang buku Crucified Again: Exposing Islam's New War in Christians (sebuah Publikasi Gatestone,yang diterbitkan oleh Regnery, April 2013). Ia adalah Mitra Shillman pada David Horowitz Freedom Center dan Mitra Judith Friedman Rosen Writing pada Middle East Forum (Forum Timur Tengah).