Sepanjang Bulan September, ketika semakin banyak umat Kristen dibantai dan disiksa demi agama mereka--- bukan saja oleh Negara Islam tetapi juga oleh kaum Muslim "biasa" dari seluruh penjuru dunia--- semakin banyak orang dan organisasi berseru untuk melakukan aksi. Sementara itu, berbagai kalangan yang tepat menanggapi kasus ini justru tidak melakukan apa-apa. Yang paling utama dari antara mereka adalah Presiden AS Barack Obama dan Paus Fransiskus
"Mengapa, kita meminta dunia barat, mengapa kita tidak menentang begitu banyak aksi buas penuh ketidakadilan ini?" tanya Kardinal Angelo Bagnasco, Ketua Konperensi Para Uskup Italia.
Patriark Katolik Melkit Yunani Gregorius III mengatakan: "Saya tidak paham mengapa dunia tidak mengangkat suaranya menentang tindakan-tindakan brutal seperti ini."
Sebuah laporan menuliskan: "Para aktivis hak asasi manusia menyaksikan peristiwa ini. Para pemimpin luar negeri menyaksikannya. Dan lebih dari 80 anggota Kongres AS menyaksikannya. Sama-sama mereka menekan pemimpin dunia bebas [Presiden Obama] untuk mendeklarasikan bahwa pembantaian umat Kristen tengah terjadi di Timur Tengah."
Sebagai tanggapan, pihak Gedung Putih mengaku tengah bersiap-siap untuk mengeluarkan pernyataan yang menuduh Negara Islam melakukan pembantaian massal terhadap berbagai kelompol minoritas. Pernyataan itu juga menyebutkan dan mengakui berbagai kelompok seperti kaum Yazidi sebagai korban. Bagaimanapun, kaum Kristen tampaknya tidak dimasukan sebagai korban. Para pejabat sekitar Obama berargumentasi bahwa kaum Kristen "tampaknya tidak memenuhi standar yang ditetapkan dalam perjanjian tentang aksi pembantaian massal."
Sementara itu, Romo Behnam Benoka, seorang imam dari Irak menulis surat kepada Paus Fransiskus. Dalam suratnya, dia menjelaskan secara rinci berbagai rasa takut yang kaum Kristen Timur Tengah alami. Dia gembira karena Paus meneleponnya dan mengatakan; "saya tidak akan meninggalkanmu." Seperti Benoka ungkapkan, "Ia telepon saya. Ia benar-benar memberi tahu saya, pasti saya bersamamu. Saya tidak akan lupakan kau...Akan saya lakukan hal-hal yang mungkin bisa saya lakukan untuk membantumu."
Bagaimanapun, pada akhir September, ketika Paus Fransiskus berdiri di depan dunia di PBB, energinya, sekali lagi terkuras untuk membela lingkungan hidup. Seluruh pidatonya, yang berlangsung hampir 50 menit, hanya satu kali dia menyebutkan soal penganiayaan umat Kristen. Saat itu pun umat Kristen tidak mendapatkan perhatian khusus. Tetapi dalam arus nafasnya yang sama, penderitaan mereka dirangkum dalam kalimat yang sama dengan agaknya penderitaan "para anggota agama mayoritas," yaitu, kaum Sunni Muslim (satu-satunya kelompok yang tidak diserang oleh Negara Islam, sebuah organisasi Sunni).
Harus saya perbarui seruan yang berkali-kali saya sampaikan berkaitan dengan situasi yang menyedihkan yang melanda seluruh Timur Tengah, Afrika Utara dan negara-negara Afrika lainnya, tempat umat Kristen dipaksa menyaksikan perusakan tempat ibadah mereka, warisan budaya dan agama, rumah dan harta benda mereka. Semua itu mereka alami bersama kelompok-kelompok budaya dan etnis lain bahkan anggota agama mayoritas yang tak ingin terjebak dalam kebencian dan kebodohan. Akibatnya, mereka semua menghadapi alternatif; melarikan diri atau membayar agar bisa diterima selamanya serta untuk mendapatkan damai dengan hidup mereka atau dijadikan budak.
Masih saja, seperti kumpulan kisah lanjutan bulan September perlihatkan "para anggota agama mayoritas --- Kaum Sunni--- tidak dibantai, dipenggal dan diperkosa karena iman mereka; tidak mengalami masjid mereka dibom, dibakar; tidak dipenjara atau dibunuh karena murtad, menghina agama ataupun karena mengajak orang berpindah agama.
Kekejaman dan pembantaian
Uganda: Tiga laki-laki Muslim memukul serta memperkosa seorang wanita Kristen berusia 19 tahun. Pelajar muda itu sedang dalam perjalanan pulang dari Sekolah Tinggi Pendidikan Guru St. Mary di Bukedea, ketika diserang oleh laki-laki bertopeng. "Saya mencoba berteriak. Tapi salah seorang dari mereka menutup dan menampar mulut saya ketika mereka dengan paksa menarik saya keluar dari jalanan setapak," urai sang korban. "Saya dengar salah seorang menyuruh temannya yang lain supaya saya harus dibunuh karena orangtua saya meninggalkan Islam. Tetapi yang lain lagi mengatakan, "Tetapi kita tidak yakin apakah gadis ini Kristen." Bukan membunuhnya, mereka memperkosa dan memukulnya hingga luka parah sehingga dia masih mendapatkan perawatan rumah sakit atas luka-lukanya
Amerika Serikat: Freddy Akoa, seorang perawat kesehatan Kristen berusia 49 tahun di Portland, Maine dengan sadis dipukul hingga tewas di rumahnya sendiri oleh tiga oknum umat Muslim. Di samping jenazahnya ditemukan Alkitabnya yang penuh darah. Korban menderita luka; sekujur tubuhnya lebam dan kepalanya mengalami benturan keras mematikan. Secara internal, dia menderita 22 tulang patah. Organ hati pun terluka. Pernyataan tertulis kepolisian mengatakan bahwa Akoa "dipukul dan ditendang di kepala. Kepalanya juga dipukul dengan kayu dalam sebuah serangan yang berlanjut tanpa henti selama berjam-jam." Akoa tampaknya mengadakan pesta sebelumnya atau ketika dia diserang. Tiga penyerangnya adalah pengungsi Muslim asal Somalia. Akhir-akhir ini, di Amerika dan Eropa, sejumlah "pengungsi" menjadi teroris Islam. Beberapa dari mereka mempunyai kaitan langsung dengan ISIS. (Sebuah faksi Al Shabaab, sebuah organisasi jihadi kenamaan Sonalia, baru-baru itu berjanji setia kepada ISIS).
Suriah: Seorang warga Kristen dari Desa Qaryatain, di Propinsi Homas diekseskusi mati oleh Negara Islam karena menolak mematuhi dhimmi, semacam persyaratan [bagi masyarakat kelas dua yang ditoleransi"] yang diterapkan kepada penduduk desa Kristen. ISIS juga membunuh seorang iman Kristen, memotong-motong tubuhnya berkeping-keping lalu mengirimkannya kepada keluarganya dalam sebuah kotak. Sebelumnya, ISIS menyandera seorang imam Katolik serta menuntut uang tebusan $ 120.000 (sekitar Rp 1.650 juta) dari keluarganya. Keluarganya memang akhirnya setelah dua bulan berhasil mengumpulkan dana tebusan. Tetapi setelah membayarnya, ISIS justru mengingkari janji dan bagaimanapun juga tetap membunuh imam Katolik itu dengan kejam.
Pakistan: Keluarga Muslim seorang wanita yang beralih menjadi Kristen dan menikahi seorang Kristen membunuh suaminya serta melukai sang wanita muda. Aleem Masih, 28 tahun menikahi Nadia, 23 tahun setahun silam, setelah dia beriman kepada Kristus. Pasangan baru menikah itu lalu meninggalkan desa mereka karena keluarga wanita berupaya "membalas dendam karena rasa malu yang ditimbulkan oleh saudari mereka kepada mereka dengan meninggalkan Islam serta menikahi seorang laki-laki Kristen," urai seorang pengacara yang terlibat menangani kasus itu. Ayah Nadia, Muhammad Din Meo dan orang-orang suruhannya akhirnya berhasil menculik pasangan itu dan membawa keduanya menuju sebuah kebun terdekat. "Pertama-tama. para oknum pria Muslim menyiksa pasangan itu dengan kejam dengan pukulan dan tendangan bertubi-tubi lalu menembak Aleem Masih tiga kali --- satu peluru mengenai mata kakinya, yang kedua menyasar tulang-tulang rusuknya sementara yang ketiga mengenai wajahnya," urai jaksa penuntut umum. "Nadia ditembak di pantatnya."
"Para keluarga Muslim meninggalkan pasangan naas itu karena yakin sudah membunuh mereka. Setiba di desa, di depan umum mereka mengumumkan bahwa mereka berhasil membalas tindakan yang memalukan mereka serta memulihkan kebanggaan kaum Muslim lalu dengan tangan dingin membunuh pasangan itu." Bagaimanapun, polisi menemukan Nadia masih bernafas ketika mereka tiba di kebun itu, "Dia sudah dipindahkan ke RSU di Lahore. Di sana dia berjuang melawan maut setelah menjalani operasi besar untuk mengeluarkan dua peluru dari pantatnya." Sejumlah besar umat Muslim berkumpul di rumah sakit ketika sang wanita yang terluka parah itu tiba di rumah sakit. "Beberapa orang dari gerombolan massa itu, membawa senjata. Dengan marah mereka meneriakan slogan anti-Kristen... Mereka memuji-muji Azhar yang berupaya memulihkan kebanggaan Umat Muslim dan mengatakan dia masuk surga karena membunuh orang kafir."
Filipina: Para teroris Islam kelompok jihadi Abu Sayyaf diduga terlibat dalam aksi pemboman sebuah bus penumpang yang dipenuhi orang Kristen di Kota Zamboanga, 18 September lalu. Insiden itu menewaskan seorang gadis berusia 14 tahun dan melukai 33 orang lainnya. Sumber-sumber intelijen sudah mengingatkan bahwa Abu Sayyaf bakal menyasar kota dan komunitas yang didominasi warga Kristen. Hanya 20% penduduk Zamboanga adalah Muslim, sedangkan hampir seluruh sisanya adalah Kristen (hampir semuanya Katolik).
Mesir: Ibu seorang imam Koptik dirampok dan dibunuh di Kota Fekria di Minya.
Serangan Kaum Muslim terhadap Gereja-gereja Kristen
Amerika Serikat: Pada Minggu, 13 September, Rasheed Abdul Aziz, 40 tahun, ditangkap karena mengancam Gereja Baptis Misioner Korintus di Bullard, Texas. Warga Muslim Amerika itu membawa senapan, mengenakan pakaian perang --- lengkap dengan helm dan celana penyamaran, rompi dan sepatu taktis--- ketika memasuki gereja pada pukul 1 sore. Menurut Pastor John Johnson, Azis mengaku Allah meminta dia "membantai orang kafir" dan bahwa "ada orang akan mati hari ini." Pastor itu menambahkan, "Saya yakin itu niatnya ketika datang ke gereja kami. Ia berniat sungguh-sungguh untuk membunuh seseorang."
Tanzania: Selama satu pekan, enam gereja Kristen dibakar tuntas. Pada 23 September, tiga gereja dibakar: Gereja Internasional Air Hidup, Gereja Pentekosta Jemaat Allah Buyekera dan Gereja Evanggelis Jemaat Allah Tanzania. Tiga hari kemudian, pada 26 September, tiga gereja lain turut dibakar; yaitu Gereja Evanggelis Lutheran, Gereja Katolik Roma Kitundu dan Gereja Pentekosta Jemaat Allah Katoro. Menurut sebuah sumber setempat, "ketika bangun dari tidur pada 27 September orang-orang menemukan tempat suci mereka sudah ludes terbakar... Skenarionya sama; ada orang tidak kenal memasuki gereja, menaruh barang-barang yang mudah terbakar di atas altar, menuangkan minyak di atasnya lalu membakarnya. Mereka lalu lari sebelum ada orang menanggapi insiden itu sehingga tetap tidak diketahui pelakunya. Negara Afrika Timur sebagian besar terdiri dari umat Kristen dan Muslim, walaupun rasionya masih diperdebatkan.
Bethlehem: Sekelompok kaum Muslim membakar Biara St. Charbel. Sobhy Makhoul, pimpinan Patriarkat Maronit di Yerusalem mengatakan, "Itu aksi pembakaran, bukan karena masalah listrik [seperti diklam oleh pihak berwenang lokal]. Itu tindakan vandalisme sektarian yang dilakukan sekelompok kaum Muslim radikal. Kebakaran memang tidak menyebabkan korban jiwa atau terluka--- untungnya gedung tidak dihuni dan sedang direnovasi --- tetapi kerusakannya jelas dan komunitas Kristen lokal tampaknya takut dengan aksi kekerasan lebih jauh. Pemimpin Maronit itu mengatakan bahwa , "serangan itu...anti-Kristen, seperti banyak insiden lain di segala penjuru Timur Tengah. Kelompok-kelompok ekstremis beroperasi di kawasan ini, termasuk sejumlah sel Hamas."
Irak: Sebuah laporan yang mendiskusikan bagaimana seorang Kristen dibantai setiap lima menit di Irak, menambahkan bahwa "Kaum militan Negara Islam di Irak memanfaatkan gereja-gereja Kristen sebagai tempat penyiksaan. Di sana, mereka memaksa umat Kristen beralih menganut agama Islam atau mati."
Suriah: Beberapa hari setelah menduduki Kota Qaryatain, Negara Islam menghancurkan sebuah biara tua Katolik serta membuang sisa-sisa jenazah seorang santo yang sangat dihormati. Kelompok terror Suni itu memberikan ultimatum kepada umat Kristen di Qaryatain untuk membayar jizya (sejenis uang pemerasan), memeluk agama Islam atau meninggalkan negeri itu.
Yaman: Sehari setelah sebuah gereja Katolik di Aden dirusak, kelompok penyerang lain yang tidak teridentifikasi "membakar" bangunan Kristen, kata seorang saksi mata. Dari 22 gereja yang beroperasi di Aden sebelum 1967, ketika kota itu masih berada di bawah koloni Inggeris, hanya beberapa yang masih dibuka dan jarang digunakan oleh para pekerja asing dan pengungsi Afrika. Gereja St. Yosef yang kini dibakar adalah salah satu dari beberapa gereja tersebut.
Indonesia: Minggu, 27 September, Gereja GKI Yasmin Bogor merayakan ibadat yang keseratus di tempat terbuka sejak 2008, ketika sekelompok umat Muslim setempat mulai mengeluhkan keberadaan gereja itu. Walau gereja itu sudah terdaftar dan mendapatkan ijin, pihak berwenang dengan sepenuh hati menutupnya. Pada Desember 2010, Mahkamah Agung RI memerintahkan agar gereja itu dibuka kembali. Tetapi Walikota Kotamadya Bogor menolak mematuhinya dan tetap menyegelnya. Semenjak itu, umat gereja merayakan ibadah Minggu di rumah jemaatnya. Kerapkali perayaan pun terpaksa mereka rayakan di jalan, dan biasanya disoraki dan diserang oleh gerombolan-gerombolan oknum kaum Muslim.
Serangan Kaum Muslim terhadap Kebebasan Umat Kristen
(Murtad, Penghinaan Agama dan Ajakan Pindah Agama)
Uganda: Madina, seorang ibu 36 tahun dengan delapan anak meminta dukungan doa karena kaum Muslim di daerahnya memaksa dia kembali memeluk Islam, atau kehilangan anak-anaknya serta dibunuh. Walau tetap bertahan sebagai Kristen setelah suaminya meninggalkannya satu dekade silam karena dia murtad dari Islam, Madina pun kembali menganut Islam, September lalu. "Keluarga suami mengancam membunuh saya dan membawa pergi anak-anak jika saya menolak untuk kembali menganut Islam. Kata mereka, 'kami tidak mau kehilangan anak dengan membiarkan mereka menjadi Kristen. Kami lebih baik membunuhmu dan mendapatkan kembali anak-anak'...Saya tidak punya tempat untuk pergi bersama anak-anakku, sehingga memutuskan untuk kembali memeluk Islam guna menyelamatkan anak-anak dan saya sendiri. Saya tahu Issa [Yesus] akan mengingat saya suatu saat."
Inggeris Raya: Seorang pria Pakistan, isterinya beserta enam anak mereka menghadapi penderitaan "siksaan luar biasa di tangan para tetangga yang menganggap mereka sebagai tukang fitnah." "Kejahatan" mereka adalah menjadi Kristen--- lebih dari 20 tahun silam. Meski menjadi "tahanan di rumah sendiri setelah serangan di jalan, berkali-kali mengalami kaca depan mobil mereka dihancurkan termasuk lemparan telur ke jendela mereka, keluarga Kristen itu mengatakan bahwa polisi dan Gereja Anglican tidak memberikan dukungan yang berarti dan "enggan untuk memperlakukan persoalan itu sebagai kejahatan karena kebencian terhadap agama." Nissar Hussaini, sang ayah mengatakan, "Hidup kami disabotase. Ini tidak boleh terjadi di Inggeris Raya. Kita tinggal dalam masyarakat demokratis dan apa yang mereka lakukan atas kami itu menjijikkan."
Turki: Sejak 27 Agustus, sebanyak 15 gereja mendapat ancaman mati karena "menolak Allah." Meski demikian, "Berbagai ancaman itu bukan hal baru bagi komunitas Protestan yang berdiam di negeri ini dan ingin membesarkan anak-anak mereka di sini," urai para pemimpin gereja. Ketika para mantan penganut Muslim, banyak jemaat memang murtad dari Islam, diancam akan dipenggal kepalanya. Berbagai pesan itu menuduh umat Kristen memilih "jalan menolak Allah" dan "menarik yang lain untuk percaya seperti kalian... Sebagai bidaah, kalian memperbesar jumlah dengan para pengikut yang lugu." Satu dari berbagai pesan itu menggambarkan bendera Negara Islam beserta kata-kata: "Orang kafir yang sesat, waktu kami untuk memenggal leher kalian segera tiba. Semoga Allah mendapatkan kemuliaan dan pujian."
Pakistan: Polisi menangkap seorang Kristen pekerja pembakar batu bata, Pervaiz Masih, di Distrik Kasur, Propinsi Punjab setelah seorang pengusaha Muslim saingannya salah menuduh dia menghina Nabi Islam, Muhamad. Pervaiz, ayah empat anak, termasuk seorang balita laki-laki meninggalkan rumah mereka setelah Muhamad Khalid mengajukan tuntutan yang mengatakan bahwa Pervaiz menghina Muhamad dalam sebuah perdebatan. Polisi menahan empat kerabat Pervaiz serta menyeret isterinya ke jalan lalu menelanjanginya tatkala mencoba memperoleh informasi tentang di mana suaminya berada. Polisi juga memukul umat Kristen setempat, merazia rumah-rumah mereka untuk mendapatkan informasi di kota kelahiran Pervaiz. Pervaiz akhirnya menyerahkan diri kepada polisi agar para kerabatnya dibebaskan.
Ethiopia: Sekelompok kaum muda Kristen yang terdiri dari 15 orang diserang serta ditangkap karena terlibat dalam evanggelisasi (penginjilan) di Ethiopia timur. Selain itu, enam pemimpin Kristen dinyatakan bersalah menimbulkan gangguan umum, menghancurkan kepercayaan masyarakat umum terhadap pejabat pemerintah serta menyebarluaskan kebencian. Keenam pria itu adalah anggota komite administratif sebuah gereja. Mereka pernah menulis surat kepada pemimpinan nasional gereja mereka, 11 Maret lalu menjelaskan berbagai siksaan yang mereka alami sebagai umat Kristen yang berdiam di Kawasan Silte yang mayoritas warganya Muslim. Mereka mengeluhkan adanya diskriminasi dalam peluang kerja, pemecatan tidak adil dari pekerjaan, masukan yang keras atas kinerja kerja, pembakaran bangunan gereja, serangan fisik dan ancaman yang mematikan. Surat itu ternyata bocor pada media lokal serta disebarluaskan sehingga mendorong terjadinya penangkapan dan hukuman atas mereka.
Dhimmitude
Jeman: Menurut sebuah laporan, "Banyak pengungsi Kristen dari Suriah, Irak atau Kurdistan diintimidasi dan diserang oleh para pengungsi Muslim. Dalam sejumlah pusat penampungan pengungsi yang didirikan oleh berbagai pihak berwenang lokal, Hukum Shariah diterapkan dan umat Kristen --- yang memang minoritas--- menjadi korban gangguan." Gottfried Martens, seorang pastor di Gereja Berlin selatan mengaku "kaum Muslim yang sangat relijius pun tengah menyebarluaskan pemikiran berikut di segala penjuru pusat penampungan pengungsi. Yaitu bahwa Hukum Shariah berkuasa di mana pun kita berada." Martens mengungkapkan keprihatinannya yang mendalam atas kaum Muslim yang beralih menganut Kristen--- orang murtad, yang berdasarkan hukum Islam, bisa dibunuh: "Ada 100 % perluang bahwa orang-orang itu bakal diserang."
Libanon: Umat Kristen terpinggirkan oleh para pengungsi Muslim dari Suriah dan Irak. Mereka juga berada dalam bahaya kehilangan tempat di negeri mereka sendiri, urai Menteri Luar Negeri Libanon, Gebran Bassil: "Yang terjadi di Libanon adalah upaya untuk menggantikan masyarakat dengan [kaum Muslim] Suriah dan Palestina." Karena, penduduk Kristen Libanon, secara historis minoritas, urai Bassil, maka hak asasi mereka terancam karena "sejumlah kalangan mencoba memaksakan kaum Muslim kepada umat Krsiten" (sebuah situasi yang juga tengah terjadi di AS.). Dalam sebuah wawancara sebelumnya, Bassil mengatakan komunitas Kristen Timur Tengah secara keseluruhan merosot "dalam kelompok-kelompok besar". "Di Irak, gejala ini sudah terjadi lebih dari dari 20 tahun. Dan kita saksikan bahwa 90 persen umat Kristen sudah meninggalkan Irak. Di Suriah, kita tidak punya angka yang jelas karena situasinya kacau balau. Kami tidak bisa katakan. Kita tahu bahwa banyak sekali imigrasi dalam negeri dan keluar negeri termasuk juga pelarian... Tetapi yang pasti, gereja-gereja sudah dihancurkan dan orang-orang sudah meninggalkan tempat mereka."
Inggeris Raya: Seorang warga Iran, Noureden Mallaky – Soodman, 41 tahun diduga hendak dideportasi ke Iran setelah ditangkap karena mengancam sambil mengacungkan pedang di jalanan Kota London. Bagaimanapun, dia tidak jadi dideportasi, tampaknya karena Kedutaan Besar Iran tutup. Dia sebaliknya dirumahkan kembali 250 mil dari Kota London, di kota kecil bernama Stockton – on Tees. Sebelumnya, pada 2 April, dengan membawa pisau tentara (curved knive) dia mengamuk dan berteriak: "Saya Muslim dan akan penggal kepalamu brengsek. Saya ISIS dan orang-orang saya akan memotong buah z...armu, orang Kristen.... Akan saya bunuh kalian, akan saya bunuh kalian semua. Akan saya penggal kepala kalian semua dan memperkosanya."
Dhimmitude Mesir
Serangan warga Muslim atas umat Kristen meledak di dua desa terpisah di Samalout, sebelah utara Gubernuran Minya. Satu serangan tampaknya terjadi sebagai "balasan" atas pembangunan sebuah gereja kecil. Di sebuah desa, lima warga Koptik terluka; di desa lainnya, segerombolan kaum Muslim penuh pepak menaiki sejumlah mobil menyerang sebuah pesta pernikahan umat Kristen. Tiga umat Koptik terluka. Di seluruh penjuru kawasan itu, beberapa gadis Kristen juga digoda.
Di tempat terpisah, sebuah kelompok kaum Muslim di Desa Oula, dekat Aleksandria menyerang rumah-rumah serta Gereja Kristen, 20 September lalu, setelah polisi berupaya mengembalikan lahan yang direbut oleh seorang Muslim kepada pemiliknya yang beragama Kristen yang memang berhak. Ketika polisi tiba untuk melaksanakan perintah, mereka pun diserang sehingga terpaksa melarikan diri. "Setelah pasukan kemanan melarikan diri," urai seorang pemimpin gereja, "Satu gerombolan besar massa mengepung lalu melempari gereja dengan batu. Mereka kemudian menyerang empat rumah umat Kristen." Sedikitnya, dua umat Kristen terluka serius, salah satu dari mereka patah tulang punggungnya. "Dengan menggunakan mikrofon di masjid di dekat tempat kejadian dan desa-desa di sekitarnya, Keluarga El Houty [Keluarga Muslim yang menjarah lahan umat Kristen] memanggil umat Muslim dari di manapun di sekitar desa itu untuk datang. Mereka pun mengatakan polisi datang hendak mengambil lahan serta menyerahkannya kepada umat Kristen."
Ada juga kasus seorang mahasiswi Kristen Koptik yang diperlakukan secara diskriminatif. Namanya Marian. Kasusnya menjadi berita besar tatkala sejumlah media penting Mesir menjadikannya berita utama sehingga menjadi skandal. Gadis itu dikenal sebagai "Mahasiswi yang mendapat nilai nol" (Student Zero). Para mantan gurunya melukiskan dia sebagai "siswa yang cerdas." Dia pun berencana menjadi dokter. Nilainya mencapai 97 % selama dua tahun pertama sekolahnya sehingga wajar dia mengharapkan hasil yang sama pada tahun terakhirnya --- ternyata, dia hanya menemukan bahwa dia gagal. Nilai akhirnya, nol. Mendapatkan nilai yang tidak diharapkan itu, dia lalu mendesak untuk melihat hasil ujiannya. Tetapi permintaannya ditolak. Ketika isu itu menjadi berita utama media, hasil ujian pun diperlihatkan. Dia dan orang-orang lain--- termasuk pakar yang menganalisa tulisan tangan --- mengatakan tulisan tangan pada lembaran tes yang diperlihatkan bukanlah miliknya.
Dhimmitude Pakistan
Sebuah keluarga Kristen nyaris terbakar hidup-hidup selama sejumlah oknum Muslim berusaha "merebut lahan" rumah mereka. Penyebabnya adalah karena pemilik lahan, Boota Masih, 38 tahun dan isteri serta keluarganya menolak meninggalkan tanah kelahiran serta properti mereka kepada sejumlah kaum Muslim. Akibatnya, mereka pun dipukul dengan kejam. Orang-orang Muslim lalu menyiramkan minyak pada rumah lalu membakarnya setelah terlebih dulu mengunci Boota dan keluarganya dalam sebuah kamar. Beruntunglah, keluarga Masih berhasil meloloskan diri dengan menerobos lewat sebuah jendeal. Walau para saksi mata hadir di sana, polisi setempat enggan mendaftar keluhan itu secara resmi. Dan sebaliknya, menurut para penasehat hukum polisi malah menangkap Masih atas tuduhan palsu.
Hampir semua pekerjaan hina diperuntukan bagi umat Kristen dan kaum minoritas lain. Contoh paling akhir muncul dalam pengumuman lowongan kerja dari Punjab Institute of Cardiology, Laore. Dalam daftar pekerjaaan, semua pekerjaan terbuka bagi semua pelamar---- kecuali untuk posisi pekerjaan kebersihan seperti pembersih toilet: hanya pelamar non-Muslim yang dipilih. Menurut para pengacara buruh, "ini bentuk penindasan, rasisme dan sikap fanatik tidak langsung terhadap kaum minoritas agama negeri itu, terutama kalangan Kristen, Hindu dan kaum Muslim bukan Sunni.
Tentang Seri Ini
Memang tidak semua, atau bahkan tidak bisa dikatakan sebagian besar, kaum Muslim terlibat namun penganiayaan terhadap umat Kristen terus meningkat. Seri "Kaum Muslim Menganiaya Umat Kristen" dikembangkan untuk mengumpukan berbagai contoh aksi penganiayaan yang mengemuka setiap bulan walaupun tentu saja tidak semua.
Seri ini mendokumentasikan berita-berita yang tidak berhasil dilaporkan oleh media-media arus utama.
Ia pun memperlihatkan bahwa penganiayaan tidaklah dilakukan secara acak tetapi sistematis dan terjadi dalam semua bahasa, etnis dan lokasi.
***
Raymond Ibrahim adalah pengarang buku Crucified Again: Exposing Islam's New War in Christians (Tersalibkan Lagi: Tampilkan Perang Baru Islam Terhadap Kristen) (diterbitkan oleh Regnery bekerja sama dengan Gatestone Institute, April 2013).