Para pencari suaka dari Afrika, Asia dan Timur Tengah terus tumpah ruah memasuki Jerman, mencapai rekor jumlahnya meski suhu udara dan salju membeku melanda negeri itu
Lebih dari 180.000 migran tiba selama tiga pekan pertama Nopember. Tampaknya jumlahnya bakal melebihi rekor bulan sebelumnya yang mencapai 181.000 migran yang didaftarkan selama Oktober lalu.
Dengan 300 pendatang baru yang kini tiba setiap hari, Jerman diharapkan menerima lebih dari satu juta pencari suaka selama 2015, sedikitnya sama banyaknya dengan tahun 2016. Setelah mengurus penyatuan anggota keluarga, jumlah migran sebenarnya bisa lebih dari 10 juta. Beberapa kalangan meyakini bahwa penduduk Muslim Jerman yang berdatangan mencapai hampir empat kali lipat hingga angka 20 juta jiwa yang mengejutkan setelah 2020.
Para pemilih Jerman mulai menyadari biaya yang sebenarnya---finansial, sosial dan sebaliknya --- dari krisis migrasi. Meski demikian, tampaknya tidak banyak yang bisa mereka katakan seputar arah masa depan negara mereka. Malahan menurut Walter Lübcke, pemimpin distrik Kassel, sebuah kota di Negara Bagian Hesse, warga yang tidak menyetujui kebijakan imigrasi pintu terbuka pemerintah "bebas untuk meninggalkan Jerman."
Berikut ini rangkuman menyeluruh perkembangan-perkembangan terbaru yang memperlihatkan pandangan sekilas dalam masa depan Jerman:
Matthias Lücke, peneliti senior pada Kiel Institute of the World Economy (Institut für Weltwirtschaft, IfW), memperkirakan bahwa krisis migran bakal menghabiskan biaya dari para pembayar pajak Jermannya sedikitnya 45 miliar euro (sekitar Rp 700 triliun) per tahun atau empat kali lebih banyak daripada 10 miliar euro yang diperkirakan pemerintah federal. Lücke pun mengatakan bahwa peningkatan pajak menjadi satu-satunya cara untuk membayar biaya ini.
Gabriel Felbermayr, direktur Center of Internasional Economics yang berbasis di Munich ((Ifo Zentrum für Außenwirtschaft), bahkan memperkirakan bahwa krisis migran menyebabkan para pembayar pajak Jerman mengalami kerugian 21,1 miliar euro tahun ini saja. "Biaya ini sudah mencakup biaya perumahan, makan, -pusat perawatan harian, sekolah, kursus Bahasa Jerman, pelatihan dan biaya administrasi," urainya dalam sebuah wawancara dengan Der Spiegel.
Televisi N24 rmelaporkan bahwa mendekati 50% pencari suaka yang tiba di Jerman sudah menyembunyikan diri. Pihak berwenang Jerman pun tidak tahu di mana mereka berada. Mereka agaknya melibatkan para migran yang bermigrasi karena ekonomi sementara yang lain berupaya menghindari deportasi jika atau ketika permohonan suaka mereka ditolak.
Dalam sebuah buku best seller yang baru diterbitkan, Tania Kambouri, seorang perwira polisi Jerman mendeskripsikan merosotnya situasi keamanan Jerman menyusul masuknya para migran yang tidak menghormati hukum dan tatatertib. Dalam wawancara dengan radio Deutschlandfunk, dia mengatakan:
"Berminggu-minggu, berbulan-bulan, bertahun-tahun, saya perhatikan bahwa kaum Muslim, terutama laki-laki mudanya, tidak tahu menghormati polisi pada tingkat paling rendah sekalipun. Ketika kami keluar berpatroli di jalan-jalan, kami dilecehkan dengan kata-kata oleh anak-anak muda Muslim. Ada bahasa tubuh dan makian seperti 'polisi ta...ik'" ketika kami lewat. Jika kami menghentikan kendaraan, agresi mereka bahkan tambah melonjak. Ini banyak kasus para migran.
"Saya dambakan persoalan-persoalan ini diakui dan diselesaikan dengan jelas. Bilamana perlu, hukum perlu diperkuat. Juga sangat penting bahwa pengadilan, bahwa para hakim mengeluarkan keputusan yang efektif. Tidak boleh orang-orang yang bersalah terus memenuhi file polisi, menyakiti polisi secara fisik, mencaci kami tanpa konsekwensi. Banyak kasus ditutup atau para pelanggar dibebaskan karena masa percobaan atau apa. Ya, yang tengah terjadi di pengadilan sekarang adalah lelucon.
"Sikap tidak menghargai semakin luas, aksi kekerasan terhadap polisi meningkat... Kami tidak bisa mengendalikan jalan-jalan."
Sebuah video memperlihatkan seorang Muslim mengancam seorang pria Jerman secara terbuka di jalan diunggah ke YouTube. Orang Muslim itu bisa didengar mengatakan:
"Jujur saya beri tahu kau, Islam akan datang ke Jerman, entah kau suka atau tidak. Putrimu akan pakai hijab. Anak laki-lakimu akan berjanggut. Oke. Dan puterimu akan menikahi laki-laki berjenggot.
"Kami beranak- pinak lebih cepat. Kalian orang Jerman sedang tidak dapat anak. Dalam kasus terbaik, kalian punya dua anak. Kami menghasilkan tujuh hingga delapan anak. Oke, sobat? Kemudian, kami masing-masing membawa empat isteri, kemudian kami punya 22 anak. Mungkin kalian orang Jerman punya satu anak dan seekor anjing. Huh? Dan itulah.
"Sobat,. Ini bukan salah kami, ini salah kalian. Jika kalian mengeksploitasi negara-negara kami, menjajah negara kami, sehingga kalian bisa mengendarai Mercedes dan gunakan kamera digital, huh?
"Jadi Allah (terberkatilah namanya), Sang Mahakuasa, akan membuatnya demikian, sehingga kami akan taklukan kalian. Bukan dengan perang, di sini di Jerman, tetapi dengan angka kelahiran, pertama dan paling penting. Kedua, kami akan menikahi puteri-puteri kalian. Dan puteri-puteri kalian akan mengenalkan hijab Muslim. Begitulah halnya terjadi. Sekarang kau bisa benar-benar marah. Bisa saya lihat kebencian di matamu."
Video lain memperlihatkan ratuan umat Muslim. Beberapa dari mereka membawa bendera jihad berwarna hitam, berpawai sepanjang jalan pusat kota Hannover.
Di tengah meningkatnya kesadaran terhadap rasa tidak aman, warga Jerman semakin banyak melakukan langkah-langkah pengamanan untuk melindungi diri. Penjualan penyemprot cabe meroket tajam hingga 600% selama dua bulan silam. Toko-toko di segala penjuru Jerman semuanya menjual habis, urai majalah berita Jerman, Focus. Pihak pabrik mengatakan pasokan tambahan akan tersedia untuk enam atau tujuh pekan mendatang. "Pabrik-pabrik dan distributor mengatakan, banyaknya aliran masuk orang asing minggu-minggu terakhir ini tampaknya menakutkan banyak orang," menurut Focus.
Wolfgang Wehrend, Ketua Asosiasi Cadangan Militer (Reservistenverbandes) di North Rhine-Westphalia menghimbau pemerintah untuk menerapkan kembali wajib dinas militer untuk semua laki-laki dan perempuan di Jerman berusia 18 tahun ke atas. "Ini soal keamanan negara kita," urainya kepada Rheinische Post. Jeman memang secara resmi menghentikan wajib militer pada Juli 2011. Karena itu, Wehrend berujar bahwa wajib militer bisa menjadi cara untuk meningkatkan integrasi:
"Ketika kaum muda bekerja sama maka secara normal dalam angkatan bersenjata, Agen Federal untuk Pemulihan Teknik ((Technischen Hilfswerk), brigade mobil pemadam kebakaran juga dinas pemulihan dan perawatan, maka orang dari kelompok etnis dan agama yang berbeda itu bisa saja menjadi lebih dekat. Sedikitnya, ada peluang untuk itu."
Sementara itu, para penjaga multi-kultur Jerman mengarahkan hujan kritik mereka kepada Jürgen Mannke, Direktur Asosiasi Guru Saxony Anhalt (Philologenverbandes Sachsen-Anhalt, PhVSA), setelah dia menasehati para murid perempuan di bawah umur untuk melindungi diri dari "petualangan-petualangan seksual dangkal" dengan para pencari suaka Muslim. Dalam majalah empat bulanan kelompok itu, Mannke menulis:
"Serbuah imigran melanda Jerman. Banyak warga berbeda pendapat atas persoalan ini. Tak diragukan lagi bahwa itulah tugas manusiawi kita untuk membantu orang yang tengah menghadapi penderitaan eksistensial akibat perang dan penyiksaan politik. Tetapi sangat sulit untuk membedakan orang-orang itu dari orang-orang yang datang di negeri kita murni demi motif ekonomi atau bahkan kriminal.
"Jika orang mengamati gambaran gelombang pengungsi akhir-akhir ini, orang tidak bisa abaikan bahwa banyak anak muda, kuat, dan sebagian besar pria Muslim memilih untuk mengajukan suaka di Jerman karena mereka melihat kondisi ideal di sini atau begitulah yang mereka pikirkan.
"Banyak laki-laki datang ke sini tanpa keluarga atau isteri mereka dan tentu saja tidak selalu dengan niat yang sangat murni. Dari perspektif etis dan moral kita, kaum wanita tidak perlakukan sama di negara-negara Muslim dan kerapkali tidak diperlakukan sesuai martabat mereka. Wajar bahwa orang-orang muda itu, yang kerapkali adalah para pria tidak terpelajar juga membutuhkan seks.
"Berbeda daripada latar belakang pemikiran mereka seputar peran wanita dalam budaya Muslim mereka, persoalan tetap ada: bagaimana mereka menghayati seksualitas mereka atau berupaya mencari hubungan di Jerman tanpa terjebak dalam konflik dengan norma-norma masyarakat kita?
"Sudah kita dengar dari percakapan- percakapan dengan kenalan-kenalan di berbagai tempat soal pelecehan seksual dalam kehidupan sehari-hari mereka, khususnya dalam transportasi umum dan toko serba-ada. Sebagai pendidik yang bertanggung jawab kita bertanya diri: Bagaimana kita bisa memberikan pencerahan kepada gadis muda kita berusia 12 tahun ke atas agar tidak terlibat dalam petulangan-petualangan seksual yang dangkal tentu saja kerapkali dengan para pria Muslim yang menarik?"
Mannke kemudian meminta maaf atas pilihan kata-katanya yang secara politis tidak benar. "Saya dengan ini mengumumkan bahwa saya tidak pernah berniat untuk mencemar orang dari agama, bangsa dan budaya lain atau untuk menimbulkan ketakutan yang bakal berperan sebagai stereotip bernada nasionalis atau untuk menggeneralisasi persoalan."
Di Bad Tölz, sebuah kota di Bavaria, politisi lokal dan media menjuluki para manajer Diskotik "Brucklyn" sebagai "Nazi" dan "rasis" menyusul larangan yang mereka berlakukan atas para migran pria untuk memasuki tempat itu. Kaum wanita Jerman pun mengeluh bahwa para pria itu melecehkan mereka, bahkan mengikuti mereka hingga kamar kecil.
Manejer klub, Thomas Greil mengaku tidak punya pilihan lain. Dia prihatin dengan kesejahteraan pelanggan wanitanya. Dikatakannya, bahwa setelah sekelompok 30 atau 40 migran tiba di sana, para penduduk asli Jerman tergesa-gesa meninggalkan klub.
Dalam suatu pernyataan, Greil mengatakan:
"Kami tidak berniat menyisihkan siapapun. Kami hanya mencoba mengelola bisnis. Jika kami abaikan keluhan-keluhan para tamu perempuan, maka kami harus berharap bahwa banyak pengunjung tetap kami tidak datang dalam waktu singkat atau lama. Akibatnya, penjualan kami mengalami kerugian. Biaya bulanan kami mencapai jumlah lima digit. Secara finansial, kami tidak tahu seberapa lama bisa mengatasi masala ini. Kami kewalahan."
Stasiun radio nasional Jerman Deutschlandradio yang berorientasi budaya Deutschlandradio Kultur mewawancarai Frank Künster, tukang pukul sebuah klub malam yang sudah bekerja dalam dunia malam selama lebih dari 20 tahun. Dikatakannya:
"Kedengarannya rasis, tetapi kelompok laki-laki berlatar belakang imigran memang perilakunya beda, terlebih terhadap wanita. Dan ini merugikan klub. Kau harus berikan tempat kepada wanita agar mereka bisa merasa nyaman. Memang tak ada masalah ketika hanya ada laki-laki. Soalnya, banyak imigran senang memegang-megang wanita yang datang."
Di Berlin, para pembuat keputusan mempertimbangkan legislasi darurat yang mengijinkan pihak berwenang lokal mengambil tempat tinggal pribadi agar bisa mengakomodasi pencari suaka.
Usulan itu---- yang efektif menangguhkan jaminan konstitusional atas rumah pribadi rakyat Jerman--- akan memberikan kekuasaan kepada polisi untuk secara paksa memasuki rumah dan apartemen pribadi tanda surat perintah. Dengan demikian, pihak berwenang bisa menentukan apakah tempat-tempat itu menampung para pengungsi dan migran.
Rancangan Undang-Undang itu diusulkan oleh Walikota Berlin, Michael Müller, dari Partai Sosial Demokrat yang berhaluan moderat kiri (SPD). Jika dilaksanakan, maka RUU itu akan mengamandemen Bagian 36 dari UU Tatatertib dan Keselamatan Publik Berlin (Allgemeine Gesetz zum Schutz der öffentlichen Sicherheit und Ordnung, ASOG) yang akhir-akhir ini mengijinkan polisi untuk memasuki tempat tinggal pribadi hanya dalam kasus-kasus luar biasa, guna "menghindari ancaman serius" yaitu guna memerangi kejahatan serius. Müller kini ingin memperluas lingkup inspeksi tanpa surat perintah termasuk "mencegah adanya tunawisma."
Usulan itu dirahasiakan dari publik hingga 9 Nopember lalu. Yaitu ketika Pemimpin Partai Demokrat Bebas (FDP) di Berlin, Sebastian Czaja mengingatkan bahwa langkah itu bisa melanggar Konstitusi Jerman. Dikatakannya:
"Rencana Senat Berlin untuk mengambil alih rumah tinggal dan komersial tanpa persetujuan pemiliknya guna mengakomodasi pengungsi merupakan perlanggaran terbuka terhadap konstitusi. Upaya Senat untuk mengabaikan hak konstitusional warga atas properti dan rumah yang tidak boleh dirusak harus benar-benar ditentang."
Semenjak itu, kantor walikota dan Senat tetap diam soal rencana mereka.
Gunnar Schupelius, seorang kolomnis untuk Suratkabar BZ yang berbasis di Berlin melakukan investigasi lebih jauh. Dalam sebuah artikelnya diterbitkan 10 Nopember lalu, dia menulis:
"Ada sebuah laporan aneh beredar pada akhir pekan. Senat akan memberikan kuasa kepada polisi untuk memasuki rumah pribadi agar bisa menampung pengungsi, bahkan jika berbeda dengan keinginan pemilik rumah itu sendiri. Saya pikir, laporan itu sekedar satire, lalu sebuah salah paham, karena UUD (Basic Law), Pasal 13 mengatakan: 'Rumah tidak boleh dirusak.'
"Karena itu, saya melanjutkan menyelidiki sumber laporan aneh itu. Dan saya berhasil temukan. Ada 'usul yang tampaknya disebarkan oleh Kantor Kanselir Senat antarpara senator. Kantor Kanselir Senat sebetulnya nama lain untuk kantor walikota. Sekretaris tetapnya adalah Björn Böhning (SPD)...
"Usulnya jelas. Polisi boleh memasuki rumah pribadi tanpa perlu perintah pengadilan guna menyelidiki perumahan bagi pengungsi ketika mereka terancam menjadi tunawisma. Kau bisa lakukan itu 'tanpa persetujuan pemilik rumah.' Dan tidak hanya seharusnya polisi diijinkan untuk melakukannya, tetapi juga badan-badan yang membuat regulasi.
"Usul rumit itu tidak banyak menarik perhatian publik. Hanya Sekjen FDP Berlin, Sebastin Czaja yang angkat bicara sekaligus mengingatkan adanya 'persiapan terbuka untuk melanggar konstitusi." Secara internal seharusnya ada protes. Soalnya, "usul" itu mendadak menghilang dari meja. Apakah ia sepenuhnya menghilang atau bakal kembali?
"Jika kebutuhannya memang sangat besar seperti ini, walikota yang berkuasa Michael Müller seharusnya secara tulus menjelaskannya bukan secara rahasia dan sembunyi-sembunyi mempersiapkan upaya untuk mengacau rumah-rumah pribadi warga.
"Tetapi Michael Müller sangat menyolok karena tidak hadir. Dia juga tidak menjelaskan krisis itu di depan Senat. Juga menolak bertemu warga. Tidak juga secara pribadi dia mau mengunjungi tempat penampungan pengungsi. Dia malah mengasingkan diri. Dari sana dia mengumumkan bahwa upaya mengakomodasi para pengungsi merupakan prioritas tertingginya."
Sementara itu, Pemerintah Jerman ingin membawa masuk lebih banyak migran lagi. Ketika berbicara dalam sebuah pertemuan Partai Sosial Demokrati (SPD) di Berlin, 12 Nopember lalu, Wakil Kanselir Jerman, Sigmar Gabriel memberikan argumen bahwa Jerman seharusnya membawa "sejumlah besar kontingen" migran guna mencegah para pelaku perdagangan manusia meraih keuntungan dari krisis para migran."
Gabriel tampaknya ingin mengangkut puluhan ribu migran ke Jerman dengan pesawat terbang. "Tak boleh seorang pun harus mati dalam perjalanan menuju Eropa, yang harus menjadi tujuan kita," urainya. Jika negara-negara Eropa lain menolak berpartisipasi dalam rencana ini, katanya, "German harus memimpin langkah ini."
Menurut Gabriel, "Yang jadi soal bukan jumlah orang yang datang ke Jerman, tetapi cepatnya mereka datang. " Dia lalu menambahkan bahwa pemerintah federal seharusnya menyiapkan dana dua kali lipat untuk membangun rumah baru bagi para migran.
Walikota Nuremberg, Ulrich Maly pun membantah: "Empati yang sama kita yang perlihatkan kepada para pengungsi harus kita perlihatkan kepada rakyat kita, masyarakat penerima."
Kanselir Jerman Angela Merkel terus meningkatkan kebijakan pintu terbuka suakanya. Dalam wawancara 13 Nopember lalu dengan sebuah siaran publik, ZDF, Merkel menanggapi pengkritiknya dengan mengatakan, "Kanselir menguasai situasi. Saya punya visi. Akan saya perjuangkan."
Soeren Kern adalah Mitra Senior Gatestone Institute yang berbasis di New York. Dia juga Mitra Senior Politik Eropa pada Grupo de Estudios Estratégicos/ Strategic Studies Group yang berbasis di Madrid, Spanyol. Ikuti dia di Facebook dan di Twitter. Buku pertamanya, Global Fire, akan keluar ke hadapan publik awal 2016.