Larut malam 8 Mei 2015 lalu, TV Newsmax mengumumkan adanya tekanan warga Amerika berkenaan dengan penolakan visa atas Suster Diana Momeka dari Irak. Akibat tekanan sosial itu, Departemen Luar Negeri (Deparlu) AS meninjau kembali keputusannya serta mengijinkan Suster Diana Momeka memasuki Amerika Serikat. Bagaimanapun, hingga kini dia beserta beberapa orang lainnya masih dilarang memasuki Amerika Serikat.
Pemerintah Amerika Serikat memang mengundang sejumlah pemimpin agama dari luar negeri, yang hampir semuanya Muslim. Namun, untuk kedua kalinya, secara berturut-turut, Departemen Luar Negeri AS, malah menolak visa bagi satu-satunya wakil umat Kristen – terlepas dari (atau barangkali karena) kenyataan bahwa umat Kristen kini tengah yang disiksa oleh kaum Muslim.
Suster Diana, seorang pemimpin Kristen dan jurubicara wanita kenamaan Irak dijadwalkan untuk berkunjung ke Amerika. Ia hendak melakukan advokasi terhadap penyiksaan atas umat Kristiani di Timur Tengah awal bulan ini,.. Namun permohonan visanya ditolak oleh Departemen Luar Negeri AS, walau dia pernah mengunjungi AS sebelumnya pada 2012.
Suster Diana akan jadi salah seorang anggota delegasi pemimpin agama Irak, termasuk tokoh-tokoh Shiah dan Yazidi. Mereka dijadwalkan mengunjungi Washington untuk menjelaskan situasi masyarakat mereka. Semua pemimpin agama delegasi itu pun diberikan visa—kecuali wakil umat Kristen, Suster Diana.
Insiden yang sama terjadi Maret 2014. Kala itu, Institut AS untuk Perdamaian (United Institute for Peace—USIP) mengumpulkan para gubernur Nigeria, yang nyarisnya semuanya dari kawasan utara negeri itu untuk mengikuti konperensi di AS, Pada saat itu, Departemen Luar Negeri AS juga menolak memberikan visi atas satu-satunya gubernur Kristen negeri itu, Jonah David Jang, seorang pendeta tertahbis. Katanya, adanya persoalan "administratif." Pihak USIP menegaskan bahwa semua 19 gubernur negara bagian di Nigeria diundang. Meski demikian, organisasi itu tidak menanggapi permintaan untuk memberikan komentar seputar persoalan mengapa mereka tetap mengadakan konperensi tanpa kehadian satu-satunya gubernur Kristen kawasan itu.
Menurut Emmanuel Ogebe, seorang pengacara hak-hak asasi manusia di Nigeria yang berbasis di Washington D.C., "masalah visa gubernur Kristen itu" terkait dengan bias sikap anti-Kristen dalam pemerintahan AS:
AS bersikeras bahwa kaum Muslim adalah korban utama Boko Haram. Pemerintah AS juga mengklaim bahwa umat Kristen melakukan diskriminasi terhadap kaum Muslim di Plateau, satu dari beberapa negara bagian yang mayoritas penduduknya beragama Kristen di utara Nigeria. Setelah [gubernur Kristen] memberi tahu mereka [pihak berwewenang AS] bahwa mereka mengabaikan keberadaan 12 negara Sharia yang [sic] menetapkan adanya penyiksaan... mendadak persoalan visa dimunculkan... Berbagai persoalan tetap saja ada—mengapa AS ----meremehkan dan menyangkal berbagai serangan terhadap umat Kristen?
Berkenaan dengan Suster Diana, para aktivis hak-hak asasi manusia yang nekad dan tekun di AS mendatangi Departemen Luar Negeri dan mendesaknya meninjau kembali keputusan. Menurut Johni Moore, seorang aktivis yang bertemu dengan suster itu di Irak; "Suster Momeka adalah berkat bagi dunia dan kemanusiaan. Karya-karyanya mengingatkan saya kepada Bunda Teresa– -ketika saya bertemu dengan dia di Irak. Saya benar-benar tidak bisa memahami bahwa Departemen Luar Negeri tidak mengundang Momeka untuk melakukan kunjungan resmi ke Amerika Serikat, dengan menentang upaya untuk melarangnya masuk."
Chris Seiple, Presiden Institut untuk Keterlibatan Global (Institute for Global Engagement) menulis, "
"Pada pekan yang sama, kala Departemen Luar Negeri mengatakan akan memanfaatkan secara serius keterlibatan para pemimpin relijius (sebagaimana diungkapkan dalam tinjauan empat tahunannya dua hari lalu), dia malah menolak visa seorang suster Katolik yang dianiaya yang melarikan diri dari ISIS, Suster Diana."
Demikian juga, ketika mendiskusikan penolakan visa atas suster itu, mantan Ketua DPR AS, New Gingrich mengatakan , "Ini pemerintahan yang tampaknya tidak pernah mendapatkan alasan yang cukup untuk membantu kalangan Kristen, tetapi selalu menemukan alasan untuk meminta maaf kepada para teroris...Saya harap ketika masalah ini mendapat perhatian maka Menteri [Luar Negeri John] Kerry akan meninjaunya kembali. Jika tidak, maka Konggres harus menyelidiki hal ini dan orang yang membuat keputusan ini harus dipecat."
Dalam wawancana dengan TV Newsmax yang dipandu oleh J.D. Hayworth, Johny Moore memuji para pemirsa televise tersebut yang sudah membantu memberikan tekanan yang luar biasa besar atas pemerintahan Obama untuk mengijinkan Suster Diana Momeka untuk datang ke Washington untuk berbicara tentang penganiayaan umat Kristen di negaranya yang kini dirundung perang. "Berhasil—Rakyat mengungkapkan suara mereka. Mereka menulis kepada para anggota kongres dan senator. Mereka menekean siapapun dan di manapun... Dia sudah disetujui...Ia memperlihatkan apa yang bakal terjadi ketika masyarakat negeri ini mulai menungkapkan suara mereka."
Tetapi bagaimanapun, masalah Ogebe tetap saja ada. Mengapa AS meremehkan atau menolak adanya berbagai serangan terhadap umat Kristen?