Presiden Iran Hassan Rouhani baru saja memberikan pidato di depan Majelis Umum PBB (MU-PBB), Rabu, 25 September 2019 lalu. Secara gamblang, ia pun memperlihatkan betapa sia-sianya upaya Eropa yang tetap percaya dengan perjanjian nuklir Iran yang cacat. (Sumber foto: Spencer Platt/Getty Images) |
Presiden Iran Hassan Rouhani baru saja memberikan pidato di depan Majelis Umum PBB (MU-PBB), Rabu, 25 September 2019 lalu. Secara gamblang, ia pun memperlihatkan betapa sia-sianya upaya Eropa yang tetap percaya dengan perjanjian nuklir Iran yang cacat.
Padahal, ada banyak spekulasi berkembang di tengah jamboree tahunan jaringan global PBB itu. Forum tersebut tampaknya mungkin saja memberikan kesempatan untuk membangun kembali dialog dengan para ayatollah Iran. Situasi itu tentu saja berbeda dengan banyaknya ketegangan di Teluk akibat perilaku agresif Iran.
Untuk tujuan ini Presiden Prancis Emmanuel Macron, khususnya, aktif berusaha menengahi pemulihan hubungan diplomatik antara Teheran dan Washington. Sampai-sampai ia bahkan menyarankan bahwa pertemuan bilateral mungkin dilakukan antara Presiden AS Donald Trump dan Rouhani.
Pendekatan Macron dan para pemimpin Eropa lainnya benar-benar khayal. Soalnya, ketika tiba di New York, Presiden Iran Rouhani justru memperlihatkan betapa jahatnya sikap Iran. Alih-alih menunjukkan tanda-tanda berusaha memperbaiki hubungan Teheran yang tegang dengan Barat dan sekutunya, ia memperlihatkan kecenderungannya untuk membenarkan diri. Ia malah menggambarkan negaranya sebagai korban tidak bersalah dari agresi Barat. Bukan menerima, seperti halnya benar-benar terjadi, bahwa Iran adalah penghasut utama dari semakin meningkatkanya ketegangan akhir-akhir ini.
Pesona Perdana Menteri Inggris Boris Johnson yang mencoba melemparkan guyonan, tidak mampu memberikan banyak kesan pada tingkah laku Rouhani. Johnson memang hadir di New York untuk melepaskan diri dari keruwetan persoalan politik dalam negerinya. Ketika keduanya bertemu, sambil tertawa lembut, ia menyarankan Rouhani untuk kembali berkunjung ke Glasgow sebuah kota yang sudah sangat dikenal baik oleh Rouhani. Soalnya, Rouhani pernah belajar di sana pada era 1990-an. Katanya, "Seperti Anda tahu, Glasgow itu indah pada Bulan Nopember." Sebuah pernyataan yang merujuk pada iklim kota itu yang sangat dingin dan basah pada saat itu.
Atmosfer - untuk menggunakan jargon diplomatik - mungkin tampaknya menjanjikan selama Johnson dan pemimpin Iran itu berusaha saling mendekat. Tetapi kenyataan segera berubah saat Rouhani naik ke podium PBB. Di hadapan para pendengarnya, Rouhani malah memperlihatkan sikapnya yang sebenarnya, untuk membenarkan diri. Dalam pandangannya, AS dan sekutunya adalah penjahat sementara Iran digambarkan sebagai bangsa yang dirugikan.
Tentu saja tidaklah mengejutkan bahwa Amerika Serikat menjadi sasaran utama serangannya. Ia menuduh Amerika Serikat terlibat dalam "terorisme ekonomi tanpa ampun" menyusul keputusan PemerintahanTrump untuk menarik diri dari kesepakatan nuklir 2015 dan memberlakukan babak baru sanksi ekonomi terhadap Teheran.
Kebijakan Washington, Rouhani berpendapat, dirancang untuk "membuat agar Iran tidak bisa terlibat dalam ekonomi global." Caranya, menurut Rouhani dengan menggunakan taktik yang sama dengan "pembajakan internasional."
Dia juga menjelaskan bahwa, tidak ada kemungkinan pembicaraan berlangsung sampai sanksi dicabut. Meskipun para pemimpin Eropa bersama-sama berusaha membujuk Teheran untuk memperbarui negosiasi dengan Washington. Kebijakan Iran ini jelas tidak siap didukung oleh satu orang pun dalam Pemerintahan Trump.
Ledakan marah Rouhani tidak terbatas pada soal sanksi. Dalam pandangannya, AS bertanggung jawab atas meningkatnya ketegangan di Teluk baru-baru ini setelah Washington semakin banyak menyebarkan militer Amerika di wilayah tersebut setelah Korps Pengawal Revolusi Islam Iran (IRGC) melakukan serangkaian tindakan agresif. "Keamanan wilayah kami akan diberikan bila pasukan Amerika mundur dari sana," katanya.
Klaim yang barangkali paling jelas dilihat yang pemimpin Iran lakukan selama tampil di Stasiun Televisi Fox News. Kala itu, dia berupaya membela dukungan Iran terhadap kelompok-kelompok terror seperti Hamas dan Hizbullah. Rouhani ngotot bahwa kelompok-kelompok itu adalah pejuang kebebasan. Bukan teroris. Setelah itu dia terus saja membuat klaim yang pantas ditertawakan. Bahwa "Iran selama empat dekade terakhir" telah berjuang memerangi terorisme secara tegas. Klaim ini, tidak diragukan lagi bakal membuat beberapa kalangan di Yerusalem tersenyum kecut.
Ringkasnya, nada pidato Rouhani di PBB adalah nada seorang politisi yang mempertahankan sikapnya yang hendak melawan Barat. Bukan sikap seseorang yang benar-benar mau mencari perdamaian.
Ini membuat para pemimpin Barat yang masih yakin bahwa cara terbaik untuk memecahkan krisis global dengan Iran adalah dengan berupaya menyelamatkan perjanjian nuklir merasa tidak nyaman mendengarnya
Kenyataannya demikian. Bahwa selama Teheran masih berkomitmen dengan sikapnya terhadap Barat selama ini, maka kecil peluangnya untuk mendapatkan hubungan yang konstruktif dengan Iran.
Con Coughlin adalah Redaktur Pertahanan dan Urusan Luar Negeri Harian Telegraph, London. Penterjemah Jacobus E. Lato.