Para pemberontak Houthi dukungan Iran telah memanfaatkan rumah sakit sebagai pos komando militer. Dengan demikian, mereka sengaja menempatkan nyawa warga sipil yang tidak bersalah berisiko mati. Demikian diungkapkan sebuah laporan yang melaporkan perang saudara Yaman yang sudah sekian lama berlangsung.
Permusuhan dalam konflik Yaman kembali meledak akhir pekan lalu menyusul gagalnya perundingan damai di Kuwait. Berbagai perundingan itu diselenggarakan setelah para pejuang Houthi dukungan Korps Pengawal Revolusioner Islam Iran (IRGC) menolak rencana damai yang disponsori PBB. Karena itu, mereka kemudian mengumumkan pembentukan sebuah badan pemerintah yang terdiri dari 10 anggota untuk menjalankan roda pemerintahan negeri itu.
Dalam hitungan jam setelah perundingan damai berakhir, koalisi militer pimpinan Arab Saudi, dukungan AS dan Inggeris kembali melancarkan serangan udara terhadap berbagai posisi para pemberontak Houthi di Ibukota Yaman, Sana'a. Berbagai laporan awal mengatakan sedikitnya 21 orang, sebagian besar dari mereka adalah warga sipil, tewas terbunuh, termasuk sejumlah pekerja di pabrik keripik kentang di Sana'a. Selain itu, Bandara internasional Sana'a pun ditutup akibat serangan udara setelah para pejabat koalisi Saudi memberi tahu perusahaan penerbangan bahwa penerbangan-penerbangan pesawat yang akan masuk Bandara tersebut dilarang selama 72 jam.
Inilah insiden pertama dalam lima bulan saat Sana'a dibom oleh pesawat-pesawat tempur negara-negara koalisi. Negara-negara yang berkoalisi dengan Arab Saudi meliputi Uni Emirat Arab (UEA), Bahrain, Mesir, Sudan dan negara-negara Timur Tengah lainnya.
Berbagai kelompok hak asasi manusia, yang berkali-kali mengungkapkan keprihatinan mereka seputar jumlah korban jiwa di kalangan masyarakat sipil, sangat prihatin dengan kembali pecahnya permusuhan itu. Koalisi Arab Saudi dukungan AS tengah berjuang untuk memulihkan Pemerintahan Presiden Abdrabbuh Mansur Hadi yang terpilih secara demokratis, namun dipaksa meninggalkan Sana'a Februari lalu oleh para pemberontah Houthi. Sementara itu, pemberontak Houthi mendapatkan dukungan dari unit elit Korps Garda Revolusioner Islam Iran (IRGC). Sudah ada lebih dari 6.000 orang, termasuk sekitar 3.000 warga sipil tewas terbunuh dalam perang saudara tersebut,
Kedua pihak yang terlibat konflik saling menuduh telah menyebabkan korban jiwa warga sipil yang tidak perlu. Pihak Arab Saudi yang menderita cukup banyak korban jiwa di kalangannya sendiri, benar-benar jadi sasaran kecaman (singled out for particular censure), akibat cara mereka melancarkan koalisi serangan udara.
Tetapi sebuah penyidikan yang dilakukan oleh para pejabat koalisi seputar klaim bahwa pesawat-pesawat tempur Arab Saudi menyasar langsung warga sipil menemukan bahwa serangan itu memang bisa dibenarkan. Penyebabnya, karena para pemberontak memang memanfaatkan berbagai institusi sipil seperti rumah sakit sebagai pos komando guna melancarkan serangan melawan pasukan koalisi dan para sekutunya.
Sebuah laporan oleh Tim Penilaian Gabungan Penilaian atas Insiden (JIAT) yang dikeluarkan awal pekan ini menolak klaim sebelumnya yang disampaikan oleh lembaga amal berbasis Prancis, Doctors Without Borders (Para Dokter Lintas Batas). Klaim itu mengatakan bahwa koalisi Arab Saudi sengaja menyebabkan warga sipil tewas dengan membombardir Rumah Sakit Haiden di Propinsi Saada, Yaman. Sebaliknya, para penyelidik justru menemukan bahwa pada saat serangan terjadi, para pemberontak menduduki rumah sakit, sehingga membuatnya menjadi sasaran yang sah.
Secara keseluruhan, JIAT menyelidiki delapan pemboman yang berdampak besar (high-profile). Akibat delapan pembom itu, PBB atau organisasi kemanusiaan menuduh pasukan koalisi membunuh warga sipil atau membom rumah sakit dan bangunan-bangunan kemanusiaan. Dalam setiap kasus itu, disimpulkannya bahwa semua "prosedur penyelamatan sudah dijalankan oleh pasukan koalisi yang memang mematuhi hukum kemanusiaan internasional."
Upaya para pemberontak Houthi dukungan Iran yang sengaja memanfaatkan institusi sipil untuk usaha perang mereka sudah terungkap kini. Praktek itu, tidak terelakan lagi bisa dibandingkan dengan taktik-taktik yang digunakan kelompok-kelompok Islam radikal lain seperti Hamas, yang biasanya memanfaatkan institusi seperti rumah sakit guna melancarkan serangan melawan Israel.
"Jelas bahwa taktik-taktik yang pemberontak Houthi gunakan, ketika menggunakan tempat-tempat seperti rumah sakit untuk kampanye militer mereka, berkontribusi besar terhadap matinya banyak warga sipil," urai seorang pejabat senior Barat. "Ketika kita mendesak koalisi Arab Saudi untuk memanfaatkan semua sarana yang mungkin ada supaya bisa menghindari kematian warga sipil, kita juga harus sadari taktik-taktik yang digunakan oleh para pemberontak dukungan Iran itu sebagai bagian dari kebijakan yang disengaja untuk mendiskreditkan usaha perang pihak koalisi."
Con Coughlin adalah ediot urusan Pertahanan dan Luar Negeri Harian Daily Telegraph, London.