Di Kenya, para teroris Islam menghentikan sebuah bus yang sedang bepergian menuju Garissa lalu membunuh dua umat Kristen karena menolak beralih menganut Islam. Gambar: Jalan di Garissa, Kenya. (Sumber foto: Adam H T Geelle/Wikimedia Commons) |
Pembataian Umat Kristen
Republik Afrika Tengah: Sebanyak 42 orang---sebagian besar wanita Kristen ---ditetak dengan parang hingga tewas... setelah terduga pemberontak Islam radikal menyerang sekelompok warga sipil di Bria, Republik Afrika Tengah bagian tengah, antara 4–5 September 2018 lalu. Beberapa korban tewas karena tebasan parang, yang lainnya karena tembakan peluru. Sedikitnya, satu dari wanita yang disembelih itu tengah hamil. "Mereka [para militan Seleka] tidak ingin melihat ada umat Kristen di sini," urai seorang pemimpin gereja. "Umat Kristen tidak pernah pergi ke kota...Jalan-jalan mereka barikade semuanya. Dan jika kau berusaha keluar dari sana, kau hadapi sendiri bahayanya. Kami umat Kristen tidak bisa lakukan apa-apa lagi. Tak ada makanan untuk dimakan. Tak ada tempat menginap. Kami hanya andalkan doa. Tolong doakan kami!"
Republik Demokratik Kongo: Kaum militan Muslim bersenjata membantai sebanyak 40 orang di kota Kristen Beni. Menurut berita:
"... para penyerang, dalam jumlah besar mendadak menyerang kota sekitar pukul 5.30 petang. Mereka menembakkan senapan ringan dan berat menyasar daerah pemukiman sehingga menimbulkan panik di antara penduduk...Para saksimata mengatakan, beberapa korban dibunuh dengan pedang dan , sementara sejumlah korban yang tidak diketahui jumlahnya menderita luka-luka. Menurut seorang pastor setempat, sedikitnya 27 korban yang teridentifikasi sebagai para anggota berbagai gereja lokal."
Sepekan sebelumnya, pada 18 September, kaum ekstremis yang sama, membunuh seorang nenek serta melukai empat cucunya. "Para pemberontak menyebut diri sebagai Pertahanan Muslim Internasional dan sudah tiga kali menyerang dekat markas kami di Ngadi," urai seorang tenaga kerja pemberi bantuan. Menurut berita, kelompok itu "beroperasi di kawasan itu sejak tahun 1995, dikecam atas kematian ratusan warga sipil selama empat tahun silam karena berusaha mencabut akar Kristen dari kawasan timur laut Republik Demokratik Kongo lewat berbagai serangan, perkosaan, penjarahan, penyanderaan serta pembunuhan."
Kenya: Para ekstremis membantai dua umat Kristen atas nama Islam karena menolak menyangkal iman mereka. Menurut sebuah berita, 14 September lalu:
"...sekelompok teroris Islam menghentikan sebuah bus yang sedang dalam perjalanan menuju Garissa. Para militan itu memerintah semua orang untuk turun dari bus kemudian dengan paksa meminta kartu identitas...kelompok teroris yang terdiri dari tujuh orang laki-laki lalu memisahkan kaum Muslim dari umat Kristen. Mereka memaksa tiga penumpang mendaraskan Syahadat, yang langsung mengubah seorang kafir menjadi Muslim. Dua orang Kristen yang menolak mendaraskannya diikat kemudian dieksekusi mati."
Sepekan kemudian, pada 22 September 22, sekelompok massa Muslim melempari tiga umat Kristen dengan batu hingga tewas sambil meneriakan "Allahu Akbar!" Serangan terjadi menanggapi pembunuhan para teroris pejihad di tangan pasukan keamanan pemerintah. Menurut seorang saksimata:
"Frederick [salah satu dari tiga orang yang dibantai] sedang ada di atas rumah baru yang dikontrakan pembangunannya olehnya. Dua pembantunya ada di tanah, sedang mencampur semen ketika massa yang tergesa-gesa sampai di sana meneriakkan, takbir, takbir, takbir. Dari jauh, saya lihat orang-orang itu melemparkan batu-batu bangunan kepada Frederick dan sesama pekerjanya. Tiga orang itu melarikan diri menuju sebuah hotel demi keamanan diri, walau terluka parah. Namun tanpa ampun, kaum Muslim terus mengejar kemudian merajam mereka sampai tewas."
"Ini hari yang sedih dalam keluarga kami," tambah saudara Frederick:
"Kami kehilangan orang yang trampil bekerja dalam bidang bangunan dan mencintai kami semua. Dia senantiasa ingatkan kami untuk berdoa dan percaya kepada Allah, pada masa-masa sulit sekalipun. Itulah yang terus membuat kami bergerak maju setelah kehilangan dia. Kami berharap bisa bertemu dia sebelum akhir tahun, tetapi kini yang kami miliki hanya kenangan atasnya, seorang janda beserta dua anak yang perlu dirawat...Di manakah polisi yang melindungi [mereka]?"
Pakistan: Marah karena seorang warga Kristen punya kedudukan lebih tinggi daripada mereka, karyawan Muslim sebuah rumah sakit menyerang Faraz Masih, 26 tahun dengan air raksa, 5 September silam. Wajah korban hancur dengan beberapa luka lain di seluruh badannya, sehingga dia akhirnya mengalah pada maut sepuluh hari kemudian di rumah sakit. Menurut ayah korban, Badar Masih:
"Faraz baru tamat. Ia bekerja sebagai Wakil Petugas Administrasi di sebuah rumah sakit setempat selama dua tahun. Tanggal 5 September, sekitar jam 2 dinihari, ketika dia hendak pulang dari rumah sakit, beberapa penyerang yang tidak dikenal menyemprotkan air raksa atasnya. Anak saya disasar karena iman Kristennya. Tidak saya pikir bahwa, kami, umat Kristen aman di Pakistan. Bagaimanapun, ini negeri kami dan kami mencintainya dengan jiwa dan semangat kami. Kami tidak akan cari perlindungan."
Faraz pernah dirundung dan dipukul berkali-kali sebelumnya. Beberapa bulan sebelumnya, sekelompok orang bertopeng mengepungnya, "mencekokkan sepatu mereka ke mulutnya, sambil mengatakan bahwa 'seorang Kristen tidak mampu menjilat sepatu mereka sekalipun.'" Ayahnya menambahkan; "Mereka ancam mau membunuhnya kecuali jika dia melepaskan pekerjaannya. Mereka bilang bahwa spiritualnya yang najis mengotori kesehatan 'kaum Muslim sejati." "Faraz kerapkali mengeluh bahwa beberapa anggota staf Muslim tidak senang dengan kinerjanya yang mengagumkan. Mereka tidak suka Faraz karena kejujuran serta latar belakang Kristennya," urai ibunya. "Anak saya sedang mengerjakan dapur saya. Dia sangat ramah kepada siapa saja di sekitar ini. Dia tidak punya musuh. Dia anggota aktif Gereja. Bagaimanapun, dia biasanya tidak diberikan satu hari libur pun untuk pergi ke gereja untuk mengikuti ibadat Minggu."
Filipina: Pada 2 September lalu, para militan Muslim membom sebuah warung di Kota Insulan. Jun Mark Luda, seorang katekis berusia 18 tahun, yang sedang mengajarkan ajaran-ajaran iman Kristen di sekolah negeri selama masa senggangnya dan saudara sepupunya yang berusia 15 tahun, Marialyn Luda tewas terbunuh dalam ledakan bom itu. Sebanyak 14 orang lainnya terluka. Jun Mark Luda "itu cerdas dan berbakat. Sifatnya yang riang gembira menyebar. Kami sedih karena kematiannya," urai seorang sahabatnya di gereja sebelum menambahkan bahwa berbagai serangan yang terus berlangsung "merusak kehidupan harmonis antara Muslim dan Kristen." Komandan Angkatan Darat Mayjen Cirilio Sobejana menuding serangan itu dilakukan oleh Para Pejuang Pembebasan Islam Bangsa Moro (BIFF) yang pernah berjanji setia kepada ISIS." Kelompok yang sama dituduh membom Kaderal Katolik Santo Antonius, 29 April 2018 lalu.
Mesir: Sebuah berita 4 September silam memperlihatkan betapa para Muslim radikal Palestina membunuh seorang laki-laki Kristen karena dia menolak beralih masuk Islam:
"Beberapa tahun silam, keluarga Kristen hidup damai dengan tetangga Muslim mereka di El-Arish, sebuah kota kecil di tepi pantai Mediterania, Mesir...Baghat seorang dokter hewan, punya hubungan baik dengan kolega dan sahabat Muslimnya. Bagaiamanapun, semuanya berubah ketika imigran Palestina dengan pandangan yang sangat kaku atas Islam berpindah ke desa itu...[Mereka] mulai mengancam orang-orang beriman dengan menyebarluaskan pamflet yang memperingatkan umat Kristen supaya meninggalkan kota itu atau mati...Pada suatu Minggu pagi, Baghat bangun pagi sekali supaya bisa pergi ke gereja lalu pergi bekerja di klinik hewan salah seorang temannya yang Muslim."
Putranya, yang berusia 17 tahun, Marqos mengenang apa yang terjadi selanjutnya atas ayahnya: "Dua laki-laki muda bertopeng memasuk apotik menyeret ayah saya keluar. Mereka memaksa dia berlutut di jalan. Dua moncong senapan mereka tekan pada wajah ayah saya lalu menyuruh dia masuk Islam. Tetapi dia menggelengkan kepala. Mereka lalu menembaknya. Ketika mendengar bahwa dia meninggal, saya tidak mampu berjalan menuju kamar jenazah."
Berita lain yang tampil 13 September silam menampilkan statistik berkaitan dengan penderitaan umat Kristen Mesir:
"Minoritas umat Kristen Koptik Mesir menanggung beban yang sangat berlebih akibat penganiayaan oleh kaum Islam ekstremis atas umat Kristen selama tahun 2017. ISIS beroperasi di seluruh penjuru Mesir, termasuk kerusuhan yang dilancarkannya di Sinai, yang dengan sengaja membunuh 97 umar Koptik dalam 18 serangan...Berbagai serangan atas umat Kristen Koptik membentuk 53% dari aktivitas publik kelompok penjahat itu, termasuk 11 pembantaian. Insiden paling mematikan terjadi April lalu ketika dua pelaku bom bunuh diri mengkoordinasikan serangan pada Perayaan Minggu Palma. Dalam insiden itu, 47 orang tewas. ISIS melancarkan sejumlah serangan dengan banyak korban jiwa umat Koptik, menewaskan seluruhnya 69 orang hanya dalam tiga insiden...ISIS pernah memaklumkan bahwa umat Kristen Koptik adalah orang-orang murtad yang harus dimusnahkan dari Mesir. Kelompok itu menjabarkan rasa bencinya dalam sebuah video, yang disiarkannya Februari 2017 lalu. Video itu menjelaskan umat Koptik sebagai "mangsa favoritnya" sehingga bersumpah hendak "membunuh setiap orang kafir" dan "membebaskan Kairo." Dalam gambar video, kelompok itu mengancam hendak memusnahkan "para penyembah salib," yang secara khusus merujuk kepada Paus Koptik serta umat Koptik yang kaya. Ratusan umat Koptik dilaporkan meninggalkan Sinai sebagai tanggapan atas meningkatnya kekejaman serta rasa takut selama Februari, bersamaan dengan ancaman-ancaman ISIS. Secara keseluruhan, populasi umat Kristen Timur Tengah merosot."
Nigeria: Tanggal 7 September. Menyusul pembakaran hidup-hidup atas seorang pastor, istrinya beserta anak-anaknya di tangan penggembala Fulani Muslim, Rev. Ezekiel Dachomo muncul dalam sebuah video pendek. Di dalamnya, dia terlihat dikelilingi segerombolan massa yang meratap histeris sambil membawa jenasah seorang wanita Kristen lain yang dibunuh. Dengan penuh semangat dia meminta bantuan Amerika Serikat, Inggris dan PBB, dengan mengatakan;
"Amerika, tolong bantu kami. Kami sekarat...Tolong, ijinkanlah kami bertahan hidup. Kami tidak punya siapa-siapa. Hanya Tuhan di surga yang mampu membantu kami. Tolonglah, saya memohon padamu. Perserikatan Bangsa-Bangsa, sikap diammu semakin parah...Tolong, tolong, saya memohon kalian memihak orang-orang yang tidak berdaya. Kemarin, salah seorang kolega saya, seorang pendeta, dibantai bersama isteri dan anak-anaknya. Dan saya tepat berada di sana...Lihatlah para wanita; mereka langsung bersimpati setelah penggembala Muslim Fulani membakar seluruh dua desa...Siapakah yang membantu kami? Tidak ada orang. Semua orang ...Kini kami siap mengadakan doa terakhir [kami] karena agenda Islam tengah mengambil alih negeri ini...Mereka sudah menandai tanah-tanah kami...Desa-desa kami sudah dialokasikan kembali bagi para penggembala Fulani dan tidak seorang pun berbicara soal ini. Para pendeta kolega saya pun bahkan diam. Para wanita sekarat setiap hari, laki-laki sedang sekarat. Apakah yang kau ingin kami lakukan? Tolonglah, tolonglah, saya memohon kepadamu, para anggota kongres [para laki-laki] dari London...tolonglah, saya memohon kepadamu, bantulah orang-orang yang tidak berdaya. Tidak ada orang [lagi]!"
Niger: Para terduga ekstremis menyandera seorang pastor Italia, meninggalkan berbagai komunitas Katolik yang sudah dilayaninya selama 11 tahun panik dan berdukacita." Pastor Pier Luige Maccalli, 57 tahun, diculik oleh delapan laki-laki bersenjata yang memasuki pastorannya di Bamoanga, tengah malam kemudian menyeretnya turun dari tempat tidurnya. Dua suster juga dibawa saat itu, walau berbagai berita awal mengindikasikan bahwa mereka berhasil meloloskan diri. Mengetahui adanya penculikan itu, beberapa komunitas berkumpul di sekitar pastoran di Bamoanga. Menurut Walikota Bamoanga, Diara Banyoura:
"Duka melanda mereka. Puluhan orang berkumpul dalam diam. Orang-orang lainnya lagi nyaris tidak bisa menyembunyikan perasaan mereka. Mereka menangis kala berupaya mengungkapkan emosi mereka. Kata mereka; 'Bagaimana bisa ini terjadi atas orang yang selalu membantu orang-orang yang berkekurangan?"
Jihad atas Umat Kristen di Pakistan:
Para Muslim lokal menjarah serta membakar sebuah rumah umat Kristen --- satu-satunya rumah umat Kristen di lingkungan Gujar Khan---. Alasannya, karena mereka tidak ingin ada umat Kristen tinggal dekat mereka. "Ayah kami, Mashir Masih, petugas kebersihan urai anak laki-laki keluarga itu, Fiaz Masih.
"Beberapa tahun silam, dia mendirikan rumah ini, ketika dia pensiun dari pekerjaannya. Bagaimanapun, umat Muslim tidak bisa menerima bahwa ada umat Kristen tinggal di rumah bagus, besar dan penuh perlengkapan seperti ini. Kami satu-satunya keluarga Kristen di lingkungan ini. Mereka ingin merebut harta kami. Karena itu, mereka mulai mengancam kami supaya meninggalkan rumah dan jika tidak, mereka akan [menuduh kami] melakukan penghinaan terhadap Islam."
Pada 20 September lalu, orang kuat setempat Muhamad Kamran mendobrak rumah keluarga itu lalu menghajar orangtuanya yang sudah lanjut usia. "Ayah saya menderita luka-luka. Tangan mama saya patah," urai Fiaz. Muhamad Kamran kerapkali mengancam kami akan menanggung akibatnya jika tidak meninggalkan rumah itu. Kata-katanya yang kasar sekaligus mengancam terekam dalam handphone." Keesokan harinya;
"[sebuah] kelompok Muslim bersenjata dibawa pimpinan Muhamad Kamran mendobrak masuk rumah [keluarga] itu siang bolong lalu memukul seluruh anggota keluarga...Para penyerang memukul para laki-laki, wanita dan anak-anak keluarga itu sehingga beberapa dari kami menderita luka parah. Mereka membakar rumah, termasuk tempat tidur, perlengkapan, sofa, lemari, televisi, kulkas, AC, kipas angin serta mengobrak-abrik tempayan serta barang-barang lain. Satu kendaraan baru dibakar sedangkan barang-barang berharga lain [termasuk] uang kontan, perhiasan, surat-surat berharga (prize bonds), handphones dijarah."
Menurut kisah selanjutnya:
"Keluarga melaporkan insiden itu kepada polisi setempat di Markas Polisi Gujar Khan. Saat itu, polisi menolak pendaftaran kasus kejahatannya. Sebaliknya polisi memberitahu Masih bahwa jika ingin mendapatkan Laporan Informasi Pertama (FIR), mereka sendiri yang justru akan dituntut dengan penistaan agama...Polisi memaksa keluarga yang kebingungan lalu meneror mereka sehingga mereka sendiri takut dengan kemungkinan tuntutan penistaan agama (blasphemy)."
Terpisah, seorang laki-laki Muslim melempari seorang wanita Kristen berumur 18 tahun, Binish Paul namanya. Dia dilempar dengan baru dari atap rumah karena menolak beralih agama dan menikahi laki-laki pelemparnya. Pengacaranya mengaku kliennya menderita, "patah kaki dan tulang belakang yang parah" akibat lemparan batu itu kemudian menjelaskan: "Berbulan-bulan Taheer [pelamar Muslimnya] memaksa Binish masuk Islam. Berkali-kali juga, sang gadis menolak. Penolakan ini memuncak pada aksi kejam." Bukan saja polisi setempat mengabaikan permohonan keluarga itu untuk turut campur dalam kasus ini, tetapi mereka juga mendapat ancaman serius dari keluarga pelaku. Jika kasus itu tidak ditutup, maka mereka semuanya akan dituduh melakukan penodaan agama."
Seorang mahasiswa muda Kristen, yang dilaporkan satu matanya kehilangan penglihatan saat gerombolan Muslim secara terpisah menyerang rumah keluarganya pada 28 Agustus, ternyata buta kedua-duanya, tulis sebuah berita 5 September silam. Vikram Alvin, sang korban, menjelaskan dalam sebuah wawancara:
"Tidak bisa saya percaya ini terjadi pada saya. Saya akan selesaikan kuliah saya dalam bidang teknik sipil tahun ini dan sekarang kesempatan itu direnggut dari saya. Setelah selesai kuliah, saya sudah mendapat pekerjaan yang sedang menunggu dengan perusahaan besar. Tapi masa depan yang stabil yang saya lihat di depan saya kini benar-benar tidak pasti .... Saya tidak berbuat apa-apa sehingga pantas menerima perlakuan seperti itu. Saya hanya bisa tetap setia kepada Tuhan, namun orang-orang jahat ini mulai iri dengan keberhasilan keluarga kami. Kebencian mereka atas iman kami mendidih.... Saya belum menikah. Beberapa wanita akan ingin menikahi saya. Tetapi sekarang yang tersisa dari hidup saya akan sangat sulit. "
Akhirnya, sebagai indikator dari meluasnya perundungan atas orang Kristen di Pakistan, sebuah berita yang terbit 13 September lalu berhasil "mendokumentasikan 14 kasus penganiayaan berat, pelanggaran hak asasi dan kekerasan atas orang Kristen" hanya dalam bulan sebelumnya saja:
"Dalam waktu kurang dari 31 hari, empat orang Kristen terbunuh....Tiga wanita diperkosa ... dan tiga lagi dipaksa masuk Islam....Seluruh komunitas Kristen juga sangat menderita, karena sebuah komunitas di Kasur diserang dan dipukuli karena berusaha melindungi gereja mereka... Ada 11 orang Kristen...dipukuli dan disiksa dengan kejam di seluruh Pakistan....Para dokter di Khanewal juga harus mengeluarkan rahim seorang remaja Kristen yang diperkosa secara brutal oleh tiga pria. "
Serangan atas Gereja dan Makam Kristen
Indonesia: Tanggal 27 September 2018, pihak berwenang menutup tiga gereja di Pulau Sumatera. "Pihak berwenang mengutip pelanggaran atas tertib publik serta peraturan ijin bangunan. Puluhan jemaat menangis ketika gereja mereka ditutup," tulis sebuah berita. "Kami beribadat di sini sejak tahun 2004 dan memenuhi semua persyaratan ijin bangunan," urai pastor salah satu gereja yang ditutup. "Kami bahkan membangun hubungan yang baik dengan pihak otoritas setempat. Namun, ijin pembangunan tidak diberikan. Pertumbuhan gereja yang cepat di kawasan selama dekade terakhir mungkin menyebabkan mayoritas Muslim sekitar resah." Sumber lokal lainnya mengatakan gereja ditutup guna mencegah terjadinya protes yang sudah direncanakan oleh kaum Muslim:
"Lurah [Muslim] mengeluh kepada pihak berwenang di atasnya lalu galang dukungan dukungan dari Fron Pembela Islam untuk memprotes gereja. Sehari sebelum gereja ditutup, ada surat disebarluaskan. Isinya mengatakan bahwa seribuan penduduk Muslim akan berpawai di depan tiga gereja, pada Hari Jumad, 28 Desember. Karena itu, pemerintah memutuskan untuk menyegel gereja-gereja untuk mencegah huru-hara.
Berkaitan dengan mengapa gereja tidak mendapat ijin yang diperlukan, "pemerintah setempat," urai Pendeta Gomar Gultom, Sekretaris Persatuan Gereja Indonesia (PGI) "terus-menerus menunda proses untuk memperoleh ijin atau sekedar menolaknya tanpa memberikan alasan."
"Ada ribuan tempat ibadat [Muslim] lainnya yang tidak mendapatkan ijin, tetapi terus saja beroperasi. Saya hanya tidak pahami mereka tidak membiarkan kami mendirikan gereja. Bisa saya pahami jika [pemerintah setempat] melarang kami mendapatkan ijin jika kami menggunakan bangunan-bangunan itu untuk aktivitas criminal, tetapi kami menggunakanya untuk memuji Allah."
Menurut berita:
"Gebrakan para pejabat Desa Kenali Barat, Distrik Alam Barajo, Propinsi Jambi itu menjadi gebrakan terakhir untuk menutup gereja. Ia menjadi gebrakan yang mengikuti penutupan lebih dari 1.000 gereja dalam lebih dari satu dekade. Sampai saat itu, Indonesia terkenal karena interpretasi Islamnya yang menganut toleransi agama. Tetapi kaum ekstrimis Muslim mendesak supaya hukum Islam diterapkan di seluruh Indonesia, sehingga menciptakan perpecahan agama. "
Mesir: Karena "menghalangi kehadiran gereja di sebuah kawasan" ratusan umat Muslim melakukan kerusuhan menyerang rumah-rumah umat Kristen. Mereka juga menikam dua umat Kristen. Yang seorang ditikam di kepalanya dan yang lainnya di wajahnya. Menurut berita:
"Empat rumah [Kristen] dirampok, dijarah dan sebagian dibakar oleh sekelompok massa Muslim selama tiga jam serangan yang dilaporkan sebagai protes terhadap salah satu bangunan yang digunakan sebagai rumah gereja. Sebuah sumber lokal...mengatakan bahwa komunitas Koptik kecil itu sudah diperingatkan soal adanya serangan pada 31 Agustus itu beberapa hari sebelum terjadi. Meski ancaman itu dilaporkan kepada polisi, para polisi tidak menanggapinya sampai serangan hampir usai."
Serangan terjadi di Desa Dimshau Hashim. Sekitar 450 dari 30.000 penduduknya beragama Kristen. "Serangan serupa karena alasan yang sama terjadi di desa tetangga beberapa minggu sebelumnya," tulis berita lainnya.
Setahun setelah pemerintah membentuk komisi untuk memberikan dampak atas undang-undang tahun 2016 supaya mempercepat mengesahan pembangunan gereja, hanya 220 yang disahkan. Padahal ada 3.730 gereja menunggu pengesahannya, ungkap sebuah berita lain. Dengan demikian, pada tingkat ini, diperlukan waktu 17 tahun sebelum semua gereja disahkan. Padahal, banyak di antara gereja-gereja itu telah menunggu antara 15-20 tahun.
Akibat sangat kurangnya gereja, "Umat Kristen Koptik di berbagai tempat di Mesir tidak punya pilihan selain menyelenggarakan ibadat pemakaman di jalan-jalan karena gereja-gereja mereka ditutup, "urai Harian Watani, Mesir. Sebagai contoh, karena menolak dan menyerang keberadaan gereja yang berusaha menggunakan sebuah rumah sebagai gereja, pemakaman seorang Kristen berusia 68 tahun diselenggarakan di jalanan Dimshau Hashim --- di tempat itu kaum Muslim pernah menyerang rumah-rumah umat Kristen yang disebutkan di atas. Upacara yang diselenggarakan 6 September lalu itu dijaga ketat (video dan gambar-gambarnya bisa dilihat di sini). Beberapa hari sebelumnya, di Desa Qasr Haidar, pemakaman seorang laki-laki lainnya juga diselenggarakan di jalanan setelah gereja desa itu ditutup menyusul protes dan kerusuhan dari kaum Muslim. Masih dalam contoh lain, "ibadat pemakaman seorang pria Koptik dilakukan di luar Gereja St. Moses di Kota Dairout. Gereja itu ditutup 20 tahun silam dan sejak itu, komunitas Kristen tidak bisa mendapatkan ijin untuk membukanya kembali."
Aljazair: Sejumlah kaum Muslim radikal diduga menajiskan lebih dari 30 makam umat Kristen di Makam Perang La Reunion, satu dari beberapa makam Kristen yang tersisa di negara Muslim itu. Menurut sebuah berita:
"Makam dirusak dan batu-baru nisannya dihancurkan. Penyelidik yakin motif Muslim radikal berperan di sana. Tatkala pemerintah negeri itu tengah melakukan investigasi, penajisan makam ini terjadi ketika para pihak berwenang Aljazair sedang gencar-gencarnya merundung gereja. Selama tahun silam, sejumlah gereja ditutup oleh pihak berwenang, dengan berbagai alasan keamanan yang sangat luas maknanya. Walau beberapa gereja sudah kembali dibuka, masih luas diyakini bahwa penutupan gereja-gereja ini merupakan bagian dari strategi pemerintah yang lebih luas guna memisahkan umat Kristen. Aljazair adalah negara mayoritas Muslim, yang diperintah berdasarkan Hukum Islam."
Makam Kristen lainnya sudah dirusak dan dicoret-coret beberapa pekan sebelumnya.
Pakistan: Sebuah berita pendek dengan beberapa rinciannya mencatat bahwa para pembakar tidak dikenal membakar sebuah gereja Kristen yang sedang dibangun di sebuah lahan kecil, 25 September lalu, di negeri dengan 97% mayoritas Muslim itu.
Raymond Ibrahim adalah pengarang buku baru, Sword and Scimitar, Fourteen Centuries of War between Islam and the West (Pedang dan Badik, Empat Abad Perang antara Islam dan Barat) ,adalah Mitra Senior pada Gatestone Institute Middle East Forum.
Tentang Seri Ini
Memang tidak semua, atau bahkan tidak bisa dikatakan sebagian besar, kaum Muslim terlibat namun penganiayaan terhadap umat Kristen terus meningkat. Seri "Kaum Muslim Menganiaya Umat Kristen" dikembangkan untuk mengumpukan berbagai contoh aksi penganiayaan yang mengemuka setiap bulan walaupun tentu saja tidak semua.
Seri ini mendokumentasikan berita-berita yang tidak berhasil dilaporkan oleh media-media arus utama. Ia pun memperlihatkan bahwa penganiayaan tidaklah dilakukan secara acak tetapi sistematis dan terjadi dalam semua bahasa, etnis dan lokasi.