Pemerintah Turki membiarkan sekolah teologi Gereja Kristen Ortodoks (Halky Seminari) ditutup selama 47 tahun, ketika pihak Gereja Ortodoks menunggu supaya diijinkan untuk dibuka kembali. Namun, baru-baru ini, pihak berwenang Turki justru mengumumkan bahwa sebuah Pusat Pendidikan Islam akan didirikan tepat di sampaing bangunan Kristen yang ditutup itu. (Darwinek/Wikimedia Commons). |
Umat Kristen Terbakar Hidup-Hidup dan Gereja Dibakar
Etiopia: Sekitar 15 imam Kristen tewas dibunuh dan 19 gereja dibakar selama aksi kerusuhan oleh umat Muslim meledak di kawasan timur Etiopia. Sedikitnya, empat dari lima belas imam itu dibakar hidup-hidup. Kawasan itu adalah pusat dari sebagian besar populasi Muslim negeri itu. Etiopia punya 33% populasi Muslim. "Ketegangan yang sama mendidih di bawah permukaan di berbagai bagian lain Oromnia," yang diperkirakan 50% populasinya Muslim, urai sebuah sumber lokal. "Kami bahkan pernah dengar tentang tempat-tempat di mana kaum Muslim meminta umat Kristen mengosongkan kawasan. Walau seruan itu diselubungkan sebagai persaingan etnis oleh beberapa media dan pengamat politik, pada dasarnya, aksi itu merupakan persoalan keagamaan."
Nigeria: Dalam satu dari delapan razia atas desa-desa Kristen 28 Agustus silam, penggembala Muslim Fulani membakar hidup-hidup seorang pastor Kristen bersama istri serta tiga anak mereka yang masih kecil di rumah mereka sendiri. Dua jemaat yang bukan sanak keluarga sang pastor juga tewas dalam insiden itu. Bersenjatakan pedang dan senapan AK47, para penjarah Islam itu juga menjarah sekaligus menghancurkan 95 rumah serta tiga gereja. Gyang Adamu, salah seorang anak pastor yang lolos dari kematian mengaku, "tahu tentang serangan itu ketika saya membaca satu postingan di FB bahwa Desa Abonong [kampung halamannya] diserang," urainya. Gyang lolos dari maut karena dia tinggal jauh dari rumah, sedang kuliah di Universitas Jos, Nigeria. Ketika pada akhirnya mendapatkan informasi dari seorang warga setempat, dia pun mengatakan, "laporan yang saya terima sangat mengerikan; tidak bisa saya percaya bahwa semua anggota keluarga saya dibunuh secara massal. Sampai di rumah, saya melihat ayah dan adik saya terbakar sehingga tidak bisa dikenali. Menyaksikan insiden berdarah itu membuat saya hancur."
Juga di Nigeria, sekelompok Muslim bersenjata menyerang sebuah Gereja Baptis, sekitar pukul 1 dinihari serta menembak mati pastor gereja itu, kemudian menculik istrinya. "Para penyandera mengatakan kami perlu membayar mereka N5 juta (sekitar Rp 220 juta) sebelum mereka bisa membebaskannya bagi kami, " urai sebuah sumber lokal. "Anda bisa bayangkan mereka kini sudah berani masuk ke rumah orang, membunuh kemudian menyandera dan dengan lancang menuntut uang tebusan. Di manakah dan bagaimana kami bisa mendapatkan uang itu.
Jihad terhadap Gereja Kristen di Mesir
Sebuah upaya serangan bunuh diri terhadap sebuah gereja Kristen persis di luar Kota Kairo digagalkan 11 Agustus 2018 silam, menjelang dimulainya liburan Idul Adha. Setelah polisi melarangnya masuk, pembawa bom pun tewas karena sudah meledakkan ikat pinggang berbahan peledak dekat gereja. Dua orang lain terluka dalam insiden itu. Gereja itu tampaknya disasar hari itu karena penuh pepak dengan ratusan jemaah yang merayakan liburan tahunan. Belakangan ditemukan bahwa sel pejihad bertanggung jawab atas serangan ini, termasuk dua wanita yang "menyapu kukuh jarinya dengan racun, untuk memastikan bahwa ledakan bakal menyebabkan luka-luka yang mengerikan." Menurut seorang guru Kristen, "Kami sudah biasa mengalami ini. Karena itu, menjadi perilaku normal jika setiap pesta atau perayaan, seorang teroris berusaha meledak gereja atau melakukan aksi kekerasan sebagai sebuah hadiah Idul Adha." Mina, seorang insinyiur mesin muda berusia 22 tahun, mengaku, "Akhir-akhir ini saya tidak terlalu tertarik pada insiden-insiden, semuanya omong-kosong. Saya lagi cari peluang untuk meninggalkan negara ini...Saya tidak diterima di sini."
Ada delapan gereja lainnya ditutup hanya di satu propinsi Mesir saja, di Luxor. Tindakan itu diambil "menyusul serangan dari warga desa Muslim yang memprotes keberadaan gereja yang secara hukum diakui," urai sebuah berita 29 Agustus lalu.
Satu contoh , 22 Agustus. Ketika itu, umat Kristen tengah merayakan Hari Pesta Gereja Santa Perawan Maria, sebuah gereka Katolik Koptik. Kala itu, "Sejumlah besar kaum muda Muslim, berusia antara 16–24 tahun dari desa itu dan sekitarnya berkumpul di depan gereja. Mereka meneriakkan Allahu Akbar serta menyanyikan berbagai slogan penuh permusuhan terhadap umat Koptik dan Gereja seperti, "Kami tidak ingin ada gereja di desa Islami kami," kenang seorang anggota gereja. "Mereka berupaya merusak pintu depan...tetapi kami kunci dari dalam. Kami langsung menelepon polisi yang datang membubarkan para demonstran, tetapi tidak menangkap seorang pun. Mereka lalu menutup bangunan gereja, menyegelnya kemudian menempatkan para penjaga keamanan (mereka) di sana."
Pada 25 Agustus, di Desa Beni Suef, seorang "petugas polisi Muslim yang bertugas menjaga gereja dari para ekstremis justru secara aggressif memasuki gereja. Dia memaki-maki jemaat dan mengatakan mereka kafir," urai sebuah berita. "Polisi lain dilaporkan tetap berada di luar gereja selama insiden itu terjadi..." Ibrahim, seorang jemaat gereja mengatakan, "Umat Kristen desa sangat sedih dan menginginkan sikap yang tegas dari petugas-petugas resmi."
Dalam insiden lain, Jumat, 31 Agustus, kaum Muslim menyerang umat Kristen di al-Minya. Penyebabnya, karena mereka "menentang kehadiran gereja di kawasan itu". Kala itu, ada tiga jemaat Kristen dibawa ke rumah sakit.
Ketika mendikusikan berbagai protes penuh kekerasan yang diikuti penutupan gereja secara melawan hukum, Gamil Ayed, seorang pengacara Koptik setempat mengungkapkan apa yang dipikirkan oleh banyak umat Kristen Mesir. "Tidak pernah kami dengar masjid ditutup atau bahwa sholat dihentikan di dalamnya karena tidak ada ijinnya. Itukah keadilan? Di manakah kesetaraan? Di manakah kebebasan beragama? Di manakah hukum? Di manakah lembaga-lembaga negara?" "Berkumpulnya umat Muslim yang menyebabkan gereja-gereja yang sedang dalam proses pengesahannya justru ditutup adalah gertakan --- bukan saja terhadap umat Koptik tetapi juga terhadap negara," urai aktivis hak asasi manusia lainnya. ""Undang-undang yang tidak dijalankan menyebabkan geng orang-orang yang berhaluan keras yang berada di atas hukum mendatangi kami."
Jihad terhadap umat Kristen di Pakistan
Vicky Masih, seorang pria Kristen berusia 35 tahun dibunuh pada hari ulang tahun pernikahannya, 6 Agustus lalu, setelah dia bertemu dengan kenalan Muslimnya dan meminta mereka membayar utang mereka kepadanya. Menurut berita, "Tagihan itu memicu diskusi yang segera berubah menjadi bentrokan kejam. Ketika pertengkaran berlangsung, Muhammad Abbas, salah seorang yang hadir, menembakkan senjata. Dengan perut terburai oleh peluru, Vicky minta dikasihani. Bukannya berhenti, kelompok itu terus saja menghajarnya, mengabaikan jeritan kesakitannya. Akhirnya, lelaki Kristen itu ditinggalkan menderita di jalan sementara kelompok yang bersalah meninggalkan tempat kejadian. "Polisi," kisah saudara korban justru berkomplot dengan para pelaku yang merupakan bagian dari keluarga para penjahat kaya...Kami inginkan keadilan. Kami miskin. Kami tidak punya kekuatan untuk melawan para penjahat ini. Kami meminta umat Allah membantu kami dan berdoa bagi istri Vicky beserta tiga anaknya yang kecil. Kini mereka paling rawan diserang dan tidak bisa mempertahankan diri.
Dalam sebuah insiden terpisah, seorang mahasiswa beragama Kristen, mengalami satu matanya menjadi buta dalam sebuah serangan bersenjata oleh kaum Muslim atas rumah tangganya yang Kristen. Berbulan-bulan sebelum serangan terjadi, tetangga Muslim menekan keluarga Kristen itu --- satu-satunya keluarga Kristen di jalan itu---untuk tinggalkan tempat itu dengan menyiksa anak muda itu karena menjadi Kristen. Menurut kepala keluarga, Alvin John, "Segera setelah kaum Muslim mulai merundung kami, saya putuskan tidak akan membiarkan anak-anak saya menderita dalam lingkungan ini. Saya sedang menunggu kesepakatan sewa selama 12 bulan selesai sehingga kami bisa pindah...dan memulai awal hidup baru...Saya dambakan punya uang untuk bisa tinggalkan lingkungan itu lebih awal." Kemudian, pada malam 28 Agustus, orang-orang Muslim mengepung rumah mereka, melemparinya dengan batu sehingga memecahkan jendela-jendela rumah. "Setelah para penyerang tinggalkan tempat kejadian, saya beritahu beberapa tetangga yang berkumpul di sana bahwa kami berniat mengajukan tindakan hukum sehingga meminta bantuan mereka dalam kasus itu. Bagaimanapun, sekitar jam 11 malam, sekitar 30 orang Muslim bersenjata menyerang rumah kami lagi. Kali ini, mereka memaksa masuk rumah kami. Seseorang telah memberitahu mereka soal niat kami untuk melaporkan kepada polisi, sehingga mereka datang untuk "mengajar kami.""Mereka menghajar sang ayah dan dua anak laki-lakinya --- menyebabkan satu mata anaknya buta ---ketika istri dan puterinya "berteriak kepanikan." Para "penyerang juga merusak perkakas rumah tangga serta menjarah harta milik kami lainnya."
Pada kesempatan terpisah, gerombolan Muslim menyerang sekaligus merampok rumah-rumah umat Kristen, setelah seorang wanita Muslim berumur 19 hilang dan ayahnya, Muhamad Hanif menuduh Waheed, seorang pemuda dari sebuah keluarga Kristen berumur 22 tahun membawa lari putrinya. "Semua penduduk Muslim memaki-maki dan meneriaki kami. Katanya mau bakar rumah-rumah kami kemudian mencincang kami," urai Nasir, saudara laki-laki Waheed. "Imam mengumumkan lebih dari satu kali lewat loudspeaker. Katanya, semua umat Muslim harus berkumpul di pusat desa. Dan, 'Jangan biarkan satu umat Kristen pun hidup di desa.' Mengikuti seruan, sejumlah besar umat Muslim berkumpul. Mereka lalu menyerang rumah-rumah umat Kristen." Meski ngotot mengatakan tidak tahu di mana wanita Muslim itu pergi, "Massa membawa mama saya kemudian memukulnya di depan umum," kisah Nasir. Ia lalu menambahkan bahwa, sebagian besar orang-orang itu dari persaudaraan para buruh, yang sedang bekerja saat itu. "Seseorang mengingatkan polisi, yang menyelamatkan mama saya dari massa tetapi kemudian menahannya guna menekan kami supaya membawa Waheed ke markas kepolisian." Dan, Nasir pun lakukan.
Akhirnya, berita itu mencatat, "Nabila [anak perempuan yang hilang] muncul di pengadilan. Diapun diminta membuat pernyataan. Dalam pernyataannya, dia mengaku melarikan diri supaya bisa menikah dengan Muhamad Nazir Kashif --- atas kemauannya sendiri...Pada titik ini, polisi pun membebaskan Waheed dan ibunya. Tetapi polisi tidak mengajukan gugatan pencurian, perampokan serta penghasutan untuk membenci lewat loudspeaker masjid..." Belakangan Nabila mengajukan banding. Dikatakannya, bahwa dia sebetulnya disandera oleh Waheed dan saudaranya, diperkosa berulang-ulang tetapi berhasil melarikan diri." Tuntutan baru itu dimanfaatkan untuk menekan umat Kristen supaya menarik kembali permohonan aksi hukum mereka yang berupaya menentang penyalahgunaan loudspeaker masjid serta pencurian dan perampokan rumah-rumah kami," urai Nasir. Seorang polisi bahkan mengakui bahwa "Nabila mengubah pernyataannya sehingga kami bertanya-tanya apakah pernyataan yang menjadi pegangannya."
Dalam insiden lain sekelompak pemuda Muslim menghajar Vishal Masih, 18, seorang pemuda Kristen setelah dia berkali-kali mengalahkan seorang remaja Muslim dalam pertandingan gulat, 2 Agustus silam. Marah karena kalah, anak-anak muda Muslim memaki-maki Vishal dan umat Kristen secara keseluruhan. "Bagaimana bisa seorang laki-laki dari komunitas yang kotor kalahkan saya? A Choora, (Yang Tak Tersentuh) mengalahkan seorang Muslim itu tidak bisa diterima. Saya akan beri dia pelajaran." Usai pertandingan, "ketika Vishal sedang dalam perjalanan pulang ke rumahnya, sebuah geng terdiri lebih dari sepuluhan pemuda Muslim mengikuti kemudian menyerangnya. Secara brutal mereka menghajarnya, menyerang rumah keluarganya dan memukul anggota keluarganya," tulis sebuah berita. Kemudian, geng Muslim lain menyerangnya. "Walau lolos dari serangan tersebut, maka itu karena mereka membiarkan Vishal mati. Geng itu kemudian menyandera Vishal yang terluka parah, menguncinya dalam satu ruangan di tempat tinggal mereka. Di sana, mereka berulangkali menghajarnya untuk ketiga kalinya. Setelah serangan itu, Vishal dilaporkan dibawa ke rumah sakit. Keluarganya ditekan oleh tokoh Muslim yang berpengaruh untuk menarik gugatan, jika sebaliknya, bahaya yang jauh lebih besar akan terjadi atas mereka."
Akhirnya, "massa dengan lebih dari 50 orang yang dikomando...menyerang "sekelompok umat Kristen, termasuk anak-anak, karena berjuang mempertahankan tanah gereja mereka. Menurut Bashir Masih, salah seorang korban,
"Ahmad, seorang tuan tanah setempat cecok dengan umat Kristen setempat atas sekeping lahan selama bertahun-tahun. Pengadilan rendah di Kasur sudah mengeluarkan 'perintah berhenti sementara' (stay-order) atas lahan itu untuk para pihak yang bertikai... Bagaimanapun, keluarga Muslim ingin mencaplok tanah gereja dengan memanfaatkan tekanan sosial dan agama mereka...Tanggal 2 Agustus 2018 lalu, Ahmad berusaha membajak lahan dengan traktor milik gereja. Umat Kristen setempat memintanya untuk tidak melanggar perintah pengadilan. Ahmad malah mencaci-maki mereka dan membuat pernyataan yang menghina gereja. Dikatakannya, "Tidak masuk akal membangun gereja.' ...Dalam sekejap, teman-temannya yang bersenjata menyerang para pria, wanita dan anak-anak Kristen dengan senjata dan tongkat. Mereka meninggalkan dua orang yang terluka parah dan beberapa korban yang terluka ringan lainnya. Massa juga melempari gedung yang sedang dibangun dengan batu..."
Gereja itu bernama Gereja St. Mateus. Melayani sekitar 40 keluarga Katolik, gereja dibangun dengan uang komunitas yang miskin itu sendiri. "Ketika umat Kristen melaporkan kepada polisi soal serangan itu, polisi malah menyuruh mereka supaya tetap diam dan menghindari diri untuk tidak mengatakan bahwa itu persoalan keagamaan...Polisi tidak adil dalam persoalan ini," urai seorang warga lokal.
Semakin Banyak Serangan atas Gereja
Uganda: Setelah berbulan-bulan dilempari dengan batu oleh kaum Muslim setempat, sebuah gereja akhirnya menutup pintu-pintunya, Minggu, 4 Agustus 2018 silam. Kemudian, sebuah batu dilemparkan lewat jendela Gereja Cinta yang Lebih Agung (Greater Love), menghantam dahi sang pastor dan membuatnya pingsan. Pastor Mooren Sanyu tengah berkotbah ketika sebuah batu melesat menerobos jendela. "Saya jatuh tidak sadarkan diri," urai pastor wanita itu. "Saat tersadar, hanya ada beberapa jemaat mengelilingi saya---jemaat gereja lain sudah lari ke mana-mana." Akibatnya, tidak ada orang datang pada ibadat Minggu berikutnya. Persis di luar Kampala, ibukota negeri itu, gereja itu berada di kawasan mayoritas berpenduduk Muslim. Karena beberapa Muslim mulai menjadi jemaat gereja itu, Muslim lain mulai melemparkan batu ke gereja itu: "Kami tidak bisa saksikan anak-anak kami bergabung dengan 'gereja' kafir," urai seorang sheik lokal. "Batu-batu yang dilempar memecahkan kaca jendela, merusak panel surya. Juga ada ucapan makian penuh kata-kata ancaman bagi saya dan jemaat gereja saya" urai sang pastor. Gereja itu dibuka, Mei 2017. Namun, karena terus saja dilempari dengan batu, dua bulan kemudian, jemaat gereja itu merosot dari 400 orang menjadi 150 orang. Hingga insiden 4 Agustus lalu, jemaat gereja merosot menjadi nol. "Saya belum siap mati karena menjadi jemaat gereja," aku seorang warga yang tidak ingin disebutkan namanya. "Saya butuh serta dukungan material untuk pindah ke kawasan lain pada masa-masa penuh percobaan ini," keluh sang pastor.
Nigeria: Umat Kristen dilarang memiliki rumah ibadat di seluruh kawasan utara berpenduduk mayoritas Muslim serta berbagai kampus yang dianggap progresif, demikian dikatakan Uskup Katolik Matthew Kukah dalam sebuah kotbahnya.
"Ketika saya berbicara di sini sekarang,... umat Kristen tidak punya rumah ibadat setelah berbagai universitas berada di negeri ini selama 40 tahun ini. Inilah kawasan, tempat para intelektual, orang-orang yang bakal memerintah Nigeria. Inilah tempat mereka berada...hingga sekarang ini, ketika saya berbicara kepada anda sekalian, anda tidak bisa temukan satu gubernur di Nigeria utara pun yang berani menandatangani sertifikat untuk tempat pembangunan gereja. Tidak ada...Nigeria Utara, secara harafiah merupakan sebuah buku yang tertutup. Dan ketidakmampuan kita untuk memahami Nigeria utara secara kolektif sebagai bangsa berdampak terhadap sebagian besar krisis yang masih kita hadapi di negeri ini.
Sementara itu, pendidikan yang diterima oleh anak-anak Muslim di Nigeria utara mengekalkan sikap benci atau permusuhan terhadat rumah-rumah ibadat umat Kristen, urai Uskup lagi;
"Jendela gereja saya pecah karena anak-anak muda melemparkan batu ke katedral. Seorang umat paroki saya menderita buta tiga tahun silam. Rumahnya terletak di pinggir jalan. Anak-anak yang pulang dari belajar Al-Qur'an melempar batu ke rumahnya. Saya pun bertanya-tanya, apakah yang diajarkan kepada anak-anak itu tentang orang lain? Ini krisis yang sangat serius di Nigeria utara."
Serangan terhadap Orang Yang Meninggalkan Islam
Iran: Sebuah pengadilan negeri itu menjatuhkan hukuman kepada 12 umat Kristen selama satu tahun di penjara. Mereka "dituduh melakukan propaganda melawan sistem dan mendukung Agama Kristen Zionis dengan mengadakan pertemuan di rumah-rumah, evangelisme dan mengundang orang untuk menjadi penganut Kristen serta memilih negara Kristen. Sebagian besar dari mereka meninggalkan Islam, demikian diungkapkan sebuah berita 11 Agustus lalu. Payam Kharaman, salah seorang Kristen yang baru beralih dari Islam mengatakan, "tekanan serta perundungan dari pasukan keamanan atas saya dimulai pada awal tahun 2012. Berkali-kali saya dipanggil...diinterogasi seputar evangelisme dan komunikasi dengan pihak luar (negeri). Senantiasa saya ngotot dengan iman Kristen bagi diri saya, tidak untuk mempromosikan Agama Kristen." Tuduhan atas Payam adalah, "Cenderung kepada negara Kristen" mungkin merujuk kepada Islam, tempat Agama Kristen lahir. Penggunaan kata itu mengindikasikan bahwa para pegawai pengadilan "berusaha agar para tertuduh mengaku berkomunikasi dengan pihak luar, khususnya Amerika, Inggris dan Israel. Istilah ini lahir dari persoalan ini." Berita lain menambahkan bahwa, "berdasarkan kasus kami dilacak, maka inilah pertama kalinya tahun ini kami melihat hukuman penjara dijatuhkan berdasarkan tuntutan 'cenderung kepada negara Kristen.' Ini bisa ditafsirkan sebagai rujukan terhadap Israel, tempat Agama Kristen lahir. Selain itu, atas negara itu pula, Iran menerapkan sikap yang agresif."
Terpisah, seorang yang baru beralih memeluk Kristen, Naser Navard Gol-Tapeh, mempertanyakan tuduhan yang didakwakan atasnya. "Tindakan melawan keamanan nasional karena menjadikan rumah sebagai gereja." Pada Agustus 2018 lalu, dalam sebuah surat terbuka kepada pengadilan Iran yang menjatuhkan hukuman sepuluh tahun penjara atasnya, dia bertanya, "apakah pertemuan (fellowship) segelintir saudara dan saudari Kristen di rumah seseorang, menyanyikan lagu-lagu pujian, membaca Alkitab dan menyembah Tuhan itu bertindak melawan keamanan nasional? Bukankah itu jelas pelanggaran terhadap hak sipil dan hak asasi manusia, sehingga benar-benar tidak adil untuk mendapatkan hukuman penjara selama sepuluh tahun karena mengorganisasikan 'gereja rumah...'" Iran secara luas dianggap salah satu dari sepuluh negara paling parah di mana umat Kristen mengalami "penyiksaan yang ekstrim."
Asia Tengah: Seorang ibu Kristen di Asia ( nama persis negara itu disembunyikan demi alasan keamanan) diusir keluar dari rumahnya oleh suaminya yang Muslim. Alasannya, karena dia menolak meninggalkan Kristus untuk kembali menganut Islam. Sameda, 23 tahun, beralih menganut Kristen, tiga tahun silam. Akibat kurangnya penganut Agama Kristen di kawasan itu, dia menikahi Rashid, seorang Muslim moderat yang agaknya acuh-acuh terhadap agama istrinya. "Saya menikahi Rashid karena bagi saya dia tampaknya seorang laki-laki yang baik," urainya. Awalnya, kami sangat bahagia sampai-sampai dia lebih tertarik kepada agama saya. Tentu saja, saya tidak menyembunyikan kenyataan bahwa saya Kristen. Kepadanya saya katakan bahwa suatu ketika, Allah menyentuh hidup saya. Mendengar kata-kata itu, suami saya tampaknya berubah." Dia akhirnya mulai menekannya untuk kembali kepada Islam serta memukulnya beberapa kali --- termasuk ketika dia tengah hamil lima bulan. Setelah melahirkan seorang bayi perempuan, Rashid memintanya kembali kepada ikatan Islam atau apa. "Suami saya tercinta, yang tampaknya senantiasa begitu ramah dan peduli; dia menendang saya keluar rumah dengan seorang bayi berumur sebulan tanpa sarana apapun untuk bertahan hidup! Orang-orang mengatakan bahwa saya terlahir sebagai Muslim [karena menjadi orang Asia] dan harus seperti ini sepanjang hidup saya. Sekarang mereka menyebut saya pengkhianat 'agama serta Nabi Sejati Muhamad.' Tetapi bagaimana bisa saya mengkhianati sesuatu atau seseorang yang tidak pernah saya kenali atau pahami? Ya, saya Kristen tetapi juga masih wanita Asia." Walau Sameda dan bayinya berpindah tinggal bersama ibunya dalam sebuah kamar sempit ---"pihak berwenang menolak memberi mereka rumah baru dengan kondisi yang bagus karena mereka Kristen" tulis sebuah berita---sehingga persoalannya tidak akan selesai. Dia masih saja bisa kehilangan bayinya lewat perceraian, karena banyak negara Muslim memberikan hak asuh pada ayah mereka ---semuanya menjadi jauh lebih lagi jika ibunya kafir.
Indonesia: Anak-anak Muslim seorang janda tua miskin memerintahkan ibu mereka keluar dari rumah mereka karena dia sudah beralih masuk Kristen. Pasca-kehilangan suaminya, Nurul, 68 tahun, hidup dalam sebuah panti asuhan untuk janda dan anak-anak yatim milik misionaris. Di sana, dia akhirnya menganut Agama Kristen. Kemudian, menurut berita, 3 Agustus 2018 lalu, "Nurul belakangan menerima khabar bahwa salah seorang anaknya memutuskan membawanya pulang ke rumah. Awalnya, dia senang bisa berkumpul bersama anggota keluarganya, tetapi setelah keluarga Muslimnya tahu soal iman Kristennya, dia dibiarkan tinggal bersama mereka hanya selama tiga bulan." "Karena dia jadi Kristen, tidak seorang pun yang mempedulikannya. Dia harus keluar dari komunitas," jelas direktur panti asuhan untuk janda dan anak-anak yatim yang membawa Nurul pulang ke tempat itu.
Diskriminasi dan kekerasan terhadap umat Kristen
Chad: "Umat Kristen di Chad diintimidasi dan dipaksa dari kehidupan publik, berdasarkan undang-undang baru yang memprioritaskan Agama Islam yang melanggar dasar sekular negeri di Afrika Utara ini," tulis sebuah berita. Di antara undang-undang itu adalah "sumpah secara Islam [yang] secara eksklusif sehingga mengurangi visi negara sekaligus sebagai cara lain untuk mengeluarkan umat Kristen dari tanggung jawab publik," kata sebuah sumber senior gereja, yang berbicara dengan syarat tidak disebutkan namanya. Prioritas kini diberikan kepada para pejabat yang bersumpah "demi nama Allah yang mahakuasa," sementara beberapa pejabat tinggi Kristen dipecat karena menolak mengucapkan sumpah itu. "Mau menjadi apakah banyak masyarakat Chad yang bukan Muslim atau Kristen? Juga apakah tujuan dari institusi kehakiman (justice) dan aturannya?" tanya sebuah sumber lokal, sebelum menambahkan bahwa situasi menjadi "kritis karena kekuasaan tertinggi memperlihatkan sikap patuh dengan mengalihkan mata buta terhadap pelanggaran hak asasi manusia yang mendasar..." Sumber itu juga mengatakan bahwa "Para pemimpin Katolik takut dengan kehidupan mereka setelah mengkritik perubahan-perubahan konstitusional."
Komoro: (Agama) Islam Sunni resmi diumumkan sebagai "agama negara" menurut sebuah berita 3 Agustus lalu. "Negara mengambil dari agama ini, prinsip dan hukum agama yang dipatuhi oleh masyarakat Muslim Sunni," demikian dikatakan oleh konstitusi negara itu yang baru saja diamandemen. Karena umat Kristen berjumlah sekitar 2% penduduk --- yang 95% Muslim Sunni --- maka perkembangan ini menjadi pertanda buruk, urai umat Kristen setempat. "Sangat sulit bagi umat Kristen pribumi sebelumnya. Dan, spesifikasi seperti ini diharapkan hendak membuat persoalan menjadi lebih sulit bagi mereka," urai satu sumber lokal. Menurut berita,
"Selama bertahun-tahun bangkitnya pemikiran Islam radikal di antara masyarakat, pejabat pemerintah, para pemimpin agama serta kelompok kaum muda Muslim menyebabkan umat Kristen khawatir ...Orang-orang Islam yang beralih menganut Kristen bisa saja dianiaya. Orang-orang yang beralih agama yang ada menghadapi diskriminasi yang sangat luar biasa dari mayoritas Muslim...Negara juga tidak memberi tempat ibadat bagi umat Kristen secara umum. Sebuah kelompok cendekiawan radikal ultra-konservatif ...tengah mendorong negeri itu supaya menjalankan pandangan yang lebih ekstrim tentang hukum Islam (Shariah) di negeri itu dan terhadap umat Kristen."
Turki: Sejumlah pemimpin agama non-Muslim negeri itu menandatangani pernyataan bersama. Pernyataan itu justru mengatakan bahwa, berbeda dari makin banyaknya laporan yang ada selama ini, mereka tidak mengalami penganiayaan di negeri itu. Belakangan, berbagai berita dan para aktivis hak asasi manusia mengatakan pernyataan itu ditandatangani di bawah ancaman ketakutan. Soalnya, pernyataan yang ditandatangani oleh 16 tokoh Kristen dan dua pemimpin komunitas Yahudi itu mengatakan bahwa minoritas agama diijinkan menjalankan agama mereka secara bebas, sehingga "pernyataan yang menuduh dan/atau menyinggung soal penindasan, sungguh tidak benar." Juga bahwa "banyaknya penderitaan yang dialami pada masa silam sudah diselesaikan." Bagaimanapun, dalam pernyataannya 4 Agustus lalu, Dr. Anthony J. Limberakis, ketua sebuah organisasi yang terdiri dari para tokoh gereja Ortodoks kenamaan di Amerika Serikat mengatakan:
Ordo Santo Andreas, pimpinan 9 wilayah Pariarkat Ekumenis (Archons of the Ecumenical Patriarchate ) menyesalkan tekanan yang jelas-jelas pemerintah Turki timpakan pada agama minoritas negeri itu supaya bisa mendapatkan pernyataan tentang kebebasan beragama dari mereka ..... Mengingat ... penderitaan yang dialami minoritas agama di Turki, maka jelas bahwa Erdogan bertindak sebagai diktator kemudian pergi kepada berbagai agama minoritas meminta mereka supaya menandatangani pernyataan (paper) yang memungkiri kenyataan ketika mereka tidak dalam posisi untuk menolak, karena takut situasi mereka bahkan memburuk lebih parah... .. Kami berdoa dengan sungguh-sungguh bagi para saudara-saudari Kristen kami yang menderita dan bagi semua orang yang dianiaya hanya karena mengaku iman mereka di Turki dan di tempat lain.
Berita lain mencatat bahwa "Yang memimpin daftar para penandatangan adalah Patriark Ekumenis Ortodoks Yunani Bartholomew I dari Konstantinopel. Pendorong utamanya adalah karena komunitasnya sudah menunggu 47 tahun sekarang ini untuk meminta sekolah teologinya [Halki Seminary] dibuka kembali." Namun, kira-kira pada waktu bersamaan ketika pernyataan itu ditandatangani, dan mungkin untuk membuat persoalan semakin runyam, pihak berwenang Turki mengumumkan bahwa sebuah Pusat Pendidikan Islam yang penting akan dibangun tepat di sebelah gedung Kristen yang ditutup. Menurut arsitek, Korhan Gümüş, gebrakan ini merupakan suatu bentuk "antagonisme agama .... Seminari Halki sudah dibangun di sana pada masa lalu. Pembangunan Pusat Pendidikan Islam tepat di sebelahnya mengungkapkan perasaan balas dendam. Ini seperti perasaan takut lama yang kembali menghantui kita di Turki."
Raymond Ibrahim adalah pengarang buku baru, Sword and Scimitar, Fourteen Centuries of War between Islam and the West (Pedang dan Badik, Empat Abad Perang antara Islam dan Barat) ,adalah Mitra Senior pada Gatestone Institute Middle East Forum.
Tentang Seri Ini
Memang tidak semua, atau bahkan tidak bisa dikatakan sebagian besar, kaum Muslim terlibat namun penganiayaan terhadap umat Kristen terus meningkat. Seri "Kaum Muslim Menganiaya Umat Kristen" dikembangkan untuk mengumpukan berbagai contoh aksi penganiayaan yang mengemuka setiap bulan walaupun tentu saja tidak semua.
Seri ini mendokumentasikan berita-berita yang tidak berhasil dilaporkan oleh media-media arus utama. Ia pun memperlihatkan bahwa penganiayaan tidaklah dilakukan secara acak tetapi sistematis dan terjadi dalam semua bahasa, etnis dan lokasi.