Dalam sebuah serangan paling kurang ajar terhadap umat Kristen Mesir, seorang lelaki Muslim membantai seorang Uskup Kristen, di siang bolong. Video kamera keamanan merekam, seorang laki-laki bersenjatakan parang penjagal besar mengejar lalu menikam Uskup Samaan Shehata. Serangan bertubi-tubi itu dilancarkan atas kepala, leher dan badan korban di jalanan Kota Kairo, 12 Oktober tahun silam. Menurut para saksimata, "penyerangnya melihat Shehata berada dalam mobilnya, lalu menghentikannya dengan paksa kemudian memaksanya keluar dari mobil dan mulai menikam leher dan badannya. Shehata melarikan diri. Penyerang mengejarkan sampai memasuki gudang kemudian menghentikan serangannya di sana, dengan beberapa kali memukul kepala korban." Kemudian, ketika berdiri di atas korbannya, "penyerang menggunakan darah uskup malang itu untuk menggambar tanda salib di kening korban." Sebuah ambulans perlu waktu 90 menit untuk sampai ke tempat kejadian. "Uskupnya masih hidup selama satu setengah jam pascapenyerangan sehingga masih bisa diselamatkan jika ambulans tiba pada waktunya."
Sejumlah orang yang kenal dengan pembunuhnya mengatakan bahwa Ahmad Said Ibrahim akhir-akhir ini, "mulai berdoa di jalanan, berteriak keras-keras serta mengatakan umat Kristen itu kafir." Sedangkan mengenai motifnya, sebuah laporan mengatakan, "dia memutuskan untuk membunuh imam Koptik manapun. Setelah itu, dia membeli pisau lalu duduk menunggu orang yang melewati tempat itu, di sebuah jalan menuju gereja setempat." Ayahnya "lebih sebagai seorang teroris dibanding anaknya," tambah seorang wanita. "Biasanya, dia menghentikan anak-anak yang berjalan pulang gereja. Kepada mereka dia katakan, 'Kalian berkembang berlipat ganda, semoga Allah hancurkan rumah-rumah kalian lalu membakar kalian semuanya. Kalian penuhi lingkungan kami dengan kotoran yang najis.'"
Sama seperti dalam kasus yang sama, pihak berwenang Mesir mengatakan Ahmad "gila" sehingga mendorong seorang umat Koptik bertanya:
"Mengapa orang yang membunuh umat Kristen dianggap gila? Orang yang membunuh dua umat Kristen dalam kereta api, gila. Kita biasa gunakan kata ini dan berharap [pembunuhnya] bakal segera dibebaskan juga. Kami tidak ingin bersikap tidak adil atas seseorang tetapi Ahmad Said itu tidak gila. Dia ekstremis agama."
Seorang wanita yang sedang menunggu kunjungan dari pihak kepolisian mengatakan:
"Di Internet kita saksikan seorang sheik mengatakan bahwa semua orang Kristen harus disiksa dan tidak dihukum sampai mati, bahkan sebelum darah sang imam dingin, karena orang-orang membunuh umat Kristen itu lebih baik dari kita. Tetapi jika umat Kristen melakukan sesuatu, dia dieksekusi mati, rumahnya dibakar dan keluarganya diterlantarkan...Apa yang salah dilakukan oleh imam yang mati itu? Umat Kristen selalu tidak punya hak..."
Kisah selama bulan Oktober lainnya seputar penyiksaan oleh kaum Muslim atas umat Kristen di seluruh dunia, termasuk, namun tidak terbatas pada kisah-kisah berikut ini:
Umat Muslim Membantai Umat Kristen
Pakistan: Pada 9 Oktober, tujuh polisi Muslim menyerang sebuah sekolah, memukul sampai mati seorang anak lelaki Kristen yang menolak dipaksa untuk pindah agama. Menurut ayahnya, "Mereka semua mulai memukul Arsalan dengan pukulan, tendangan dan popor senjata." Setelah membunuhnya, "tim polisi itu melemparkan jenazah Arsalan ke tepi jalan lalu melarikan diri." Empat bulan sebelumnya, Arsalan, berkelahi dengan rekan sekelasnya yang Muslim yang memaksanya meninggalkan Agama Kristen dan menerima Islam. "Saya tidak tahu soal perkelahian sampai baru-baru ini," jelas sang ayah. Arsalan dilaporkan memukul seorang anak lak-laki yang pamannya, Sardar alias Billy, adalah polisi di Distrik Polisi Sheikhupura. Billu menyimpan dendam atas Arsalan dan itu sebabnya, dia membawa teman-temannya polisi untuk memberikan satu pelajaran kepada anak laki-laki miskin itu." (Seorang remaja Kristen lainnya dipukul sampai mati oleh para murid Muslim yang marah karena orang kafir yang "tidak bersih" itu minum dari sumber air yang sama yang digunakan oleh murid-murid Muslim beberapa pekan sebelumnya, pada Bulan September.)
Dalam insiden terpisah, seorang laki-laki Muslim membunuh saudarinya. Aksi kejam itu dilakukan, karena saudarinya mau menikahi seorang laki-laki Kristen. Mubeen Rajhu, 24, dari Lahore, mengaku mau menembak mati Tasleem, 18 tahun. Dikatakannya, pembunuhan itu, sebagian besar dilakukan sebagai tanggapan terhadap olok-olokan sesama temannya pekerja yang kini berlangsung bahwa saudarinya terlibat dengan satu lelaki kafir. Satu dari teman-temannya pernah mengatakan, "Dia biasa katakan kepada kami, 'Jika kau tidak menghentikan hubunganmu, saya akan bunuh diri. Hentikan!' Teman-temannya di sini memberi tahu dia, "Lebih baik membunuh saudarimu.'" Pada suatu titik, Rajhu mendesak supaya saudarinya bersumpah di atas Al-Qur'an tidak akan menikahi laki-laki kafir: "Saya katakan kepadanya, saya akan kehilangan muka untuk datang ke pabrik, untuk memperlihatkan diri kepada tetangga-tetangga. Karena itu, jangan lakukan. Jangan lakukan. Tetapi dia tidak dengarkan. Saya tidak bisa biarkan ini terjadi. Itulah yang semuanya bisa saya pikirkan. Saya harus bunuh dia. Tidak ada pilihan. Tidak ada teriakan, tidak ada teriakan. Saya benar-benar menembak dia mati." Ayah mereka pun mengecam saudari perempuan laki-laki pembunuh itu. "Keluargaku hancur. Semuanya hancur karena gadis memalukan ini. Bahkan sesudah matipun, keluarga saya hancur karena dia."
Suriah: Para militant ISIS diyakini telah mengeksekusi mati dua penjuang bayaran Rusia ---Roman Zabolotny, 39 and Grigory Tsurkanu, 38—karena menolak melepaskan Agama Kristen lalu menganut Islam. Ketika mengomentari penampilan mereka dalam sebuah video propaganda ISIS, seorang anggota parlemen senior Rusia, Viktor Vodolatsky mengatakan:
"Sangatlah menyedihkan bahwa 99 persen sudah Roman Zabolotny tidak selamat, demikian juga tahanan kedua. Sebelum memfilmkan video itu, mereka diberikan pernyataan yang harus mereka bacakan. Dalam teks ini, mereka menolak Agama Orthodoks mereka, menolak tanah kelahiran mereka dan menjadi Muslim kemudian bergabung dengan ISIS. Mereka tetap setia kepada iman Orthodox dan Ibu Pertiwi mereka sampat detik-detik terakhir. Karena itulah mereka dibunuh oleh para penjahat itu."
Secara terpisah, dalam apa yang saksimata lukiskan sebagai "pembunuhan yang mengejutkan," Negara Islam menghabiskan waktu 20 hari untuk secara sistematis membantai masyarakat di desa Kristen al Qaryatain. Menurut sebuah laporan:
"Kelompok militan membunuh sedikitnya 116 warga sipil [sumber yang belakangan mengatakan 128 orang] dalam berbagai eksekusi mati yang dilancarkan selama hari-hari menjelang rejim Suriah kembali menaklukan kota itu...ISIS berhasill kembali berkuasa atas kota itu tiga pecan silam, kemudian pembunuhan pun dimulai. Pasukan rejim Suriah, dengan kekuatan udara Rusia, datang membebaskan kota, 21 Oktober 2017 lalu setelah puluhan pejuang ISIS mengundurkan diri. Pada titik itu para korban ekseskusi mati yang tersisa ditemukan. Setelah rejim kembali menguasai kawasan, penduduk kota menemukan jenasah-jenasah di jalanan. Mereka ditembak mati atau dieksekusi mati dengan pisau."
Irak: Seorang pria Bagdad yang beralih menganut Kristen dibantai oleh anggota keluarganya sendiri. Menurut laporan, "setelah Muhamad mengisahkan kisah Alkitab dengan ibunya, dia malah berbicara kepada ayahnya sehingga ayahnya marah. Sang ayah lalu memberi waktu dua hari kepada anaknya untuk bertobat atau dibunuh." Ketika Muhamad menolak, "para sepupunya pun membunuh dia begitu saja."
Dalam contoh lain dari tindakan ISIS, sebuah laporan terpisah menjelaskan bahwa:"Tiga tahun silam, ada 73 suster dari Ordo Dominikan dari Santa Katarina. " Tetapi" [sejak] ISIS menduduki Dataran Niniveh tahun 2014, sepertiga dari suster itu tewas," yaitu sekitar 24 suster. Seorang penyintas, Suster Silvia mengatakan:
"Sebagai suster, kami berdoa bagi mereka [para teroris ISIS] setiap hari. Kami berdoa bagi mereka, bagi orang-orang yang membawa perdamaian, bagi tentara kami, bagi orang-orang yang membantu orang untuk mendapatkan kehidupan yang lebih baik. Doa ini membantu kami mengampuni ---tidak untuk melupakannya, karena kami tidak bisa melupakannya, tetapi untuk tidak membenci orang lain. Jika kami membenci orang lain, maka itu berarti kami melakukan apa yang diinginkan oleh setan, bukan apa yang Yesus inginkan."
Komunitas para suster tersebut sudah ada di Dataran Niniveh dan kawasan Kurdistan Irak selama 120 tahun. Tetapi sekarang, mereka dipaksa meninggalkan tempat itu, Agustus 2015. Selama ISIS menduduki Dataran Niniveh, sekitar 100 tempat ibadah dihancurkan, sebagian besar adalah gereja-gereja Kristen."
Nigeria: Sebuah laporan menyingkap ciri dan kerapnya kaum Muslim Fulani melakukan razia atas desa-desa Kristen. Dalam 13 serangan terpisah, para penggembala Islam itu membantai 48 orang---termasuk wanita dan anak-anak---serta menghancurkan 249 rumah. "Semua umat Kristen di desa-desa sekitar sini tercerai-berai. Rumah ibadat ditinggalkan. Beberapa gedung gereja dihancurkan oleh para penyerang, urai seorang warga salah satu desa itu. "Serangan-serangan ini dilakukan setiap hari," urai seorang penduduk dari desa lainnya. "Setiap hari (blessed day) kami saksikan serangan, pembunuhan orang-orang kami serta penghancuran atas rumah-rumah mereka."
Dalam sebuah serangan lain, "Seorang wanita Kristen beserta dua anaknya dibunuh...tiga hari setelah seorang pastor yang disandera dibunuh oleh para penyanderanya di barat daya negeri ini." Kami terus diserang oleh para penggembala Fulani karena kami Kristen," urai Gyang Dahoro, seorang penatua Kristen. "Desa-desa kami dibinasakan. Rumah serta gereja kami dihancurkan. Dan, dalam sebagian besar kasus, para gembala ini mengambil alih desa-desa, umat Kristen sendiri yang sudah tercerai-cerai."
Pada hari lainnya, seorang laki-laki bersenjata memberondong rumah misi Gereja Apostolik Kristus karena mencari Pendeta Oluwarotimi Akinroveje. Setelah menemukannya, pembunuhnya pun langsung menembaknya. Menurut seorang saksimata, pembunuhnya tidak melarikan diri dari sana sampai memastikan bahwa pendeta itu benar-benar meninggal. Tidak ada barang yang dicuri oleh pembunuhnya. Tampaknya, dia memang hanya menyasar Akonroveje. Meskipun motivasi pembunuhnya belum diketahui, beberapa pemimpin Kristen sama-sama menjadi sasaran di Nigeria dan tempat lain dengan dalih bahwa mereka berhasil membuat orang Muslim beralih menjadi Kristen.
Sebuah laporan terpisah, Oktober tahun lalu mengutip pernyataan seorang warga Kristen Nigeria yang bertanya-tanya:
"Mengapa mereka [masyarakat Barat] berpikir Islam adalah agama damai? Orang-orang ini telah membunuh kami selama beberapa dekade dan media kalian mengabaikannya begitu saja. Kini mereka membunuh kalian. Dan, masih saja Presiden Obama kalian [pernah] katakan itu agama damai. Kami saksikan para pemimpin Barat mengatakan itu berulang-ulang kali. Mengapa?"
Jihad Warga Mesir atas Gereja Kristen
Minggu, 15 Oktober 2017, sekelompok militan Islam di kawasan Sinai menyerang St. Georgius, sebuah Gereja Kristen Koptik. Serangan dilakukan sebagai bagian dari sebuah operasi yang dilancarkan untuk mengecoh pasukan keamanan sementara kelompok militan lain berhasil merampok bank di dekatnya. Serangan dilakukan dengan lemparan granat dan saling menembak antara para penjahat dengan tentara dan Satpam bank. Insiden itu menyebabkan tiga warga sipil, termasuk seorang anak kecil, tiga Satpam Bank dan seorang tentara tewas serta 15 orang lainnya, sebagian besar wanita dan anak-anak, terluka. Gereja yang tidak ditempati itu berhasil bertahan tidak rusak dari berbagai serangan teror sebelumnya. Namun, setelah pastor gereja itu terbunuh tahun silam, jemaat gereja pun melarikan diri.
Dalam empat insiden terpisah, pihak berwenang Muslim menanggapi kerusuhan massa Muslim atas empat gereja di Minya dengan menutup rumah-rumah ibadah Kristen dengan tuduhan umat Kristen menghasut terjadinya aksi rusuh yang kejam. Dalam satu insiden umat Kristen dilempari batu ketika beribadat. Akibatnya, ribuan umat Kristen di kawasan padat Kristen di Propinsi Minya dibiarkan tidak punya rumah ibadat.
Dalam salah satu kerusuhan yang terjadi Minggu, 22 Oktober 2017, segerombolan massa sekitar 60 laki-laki Muslim keluar dari sebuah masjid sambil mengambuk, berpawai menuju Gereja St. Musa di dekatnya. Mereka semua berteriak-teriak, "Tidak peduli apapun, kami akan hancurkan gereja," dan "Islam, Islam". Artinya, desa itu harus sepenuhnya Islam, tidak ada tempat untuk orang kafir. Menurut laporan, "Para penyerang berupaya masuk dalam gereja menyerang lantai pertama gedung tersebut. Lantai satu adalah Tempat Penitipan Anak Prasekolah [yang melayani 38 Balita dan anak-anak usia 2 sampai 4 tahun] serta menyerang ruang resepsi. Ketika tidak bisa masuk ke dalamnya, mereka lalu membakar pintu gerbang besi serta merusak kamera CCTV di atas pintu gerbang." Mereka juga melemparkan batu ke rumah-rumah umat Kristen serta membakar mobil seorang warga Kristen Koptik. Segera setelah kerusuhan, polisi menutup desa tersebut memulihkan keamanan tetapi tidak menangkap satu penjahat pun." Pihak berwenang terus bertindak dengan menutup gereja, sehingga 1.000 umat Kristen lokal tidak lagi punya tempat ibadat
Saksimata Kristen lain melukiskan serangan rombongan lain dengan istilah-istilah yang sama:
"Menyusul Sholat Jumat [27 Oktober] banyak umat Muslim berkumpul membentuk sebuah gerombolan lalu menyerang kami. Mereka melempari rumah-rumah kami dengan batu. Akibatnya, pintu dan jendela beberapa rumah rusak dan seorang wanita Koptik terluka...lalu membakar tiga kandang kuda milik umat Koptik. Mereka kemudian bergerak menuju gereja dan mencoba menyerangnya, tetapi Satpam yang ditugaskan di sana menghadapi mereka sehingga mencegah mereka mendekati gereja."
Selain itu, untuk menyenangkan hati perusuh Islam, petugas keamanan malah menutup gereja. Dengan demikian, mereka menolak tempat itu sebagai tempat ibadah dari 1,800 umat Kristen penduduk kawasan itu.
"Apakah yang kami umat Koptik lakukan sehingga gereja kami diserang dan ditutup sehingga umat Kristen dilarang berdoa di dalamnya," tanya warga Kristen lainnya.
"Kami sangat damai. Kami tidak buat masalah apapun dengan mereka. Apakah ini karena kami Kristen? Mereka tidak ingin kami punya tempat ibadat, Tujuan mereka adalah menutup gereja kami. Mereka anggap kami kafir. Mereka katakan tidak ada tempat bagi orang kafir untuk berdoa di desa kami. Ketika melemparkan batu ke rumah-rumah kami Jumat lalu, mereka berteriak, 'Allahu Akbar, Allahu Akbar. Kami tidak ingin ada satu gereja desa Islam kami.'"
Menanggapi aksi rusuh umat Muslim atas gereja-gereja itu ---yang berlanjut dengan penutupan gereja-gereja, Uskup Agung Gereja Orthodoks Koptik Minya, mengeluarkan pernyataan, 29 Oktober lalu sebagai berikut:
"Selama dua minggu kami diam setelah gereja ditutup. Harapan kami para pejabat melakukan apa yang pekerjaan mereka tugaskan mereka lakukan oleh negara. Bagaimanapun, sikap diam membawa kami kepada sesuatu yang lebih parah, seolah-seolah berdoa itu sebuah kejahatan sehingga umat Koptik harus dihukum untuk itu...gereja lalu ditutup, umat Kristen Koptik diserang dan harta benda mereka dirusak tanpa ada dicegah."
Dia melanjutkan pernyataannya dengan mengatakan tanggapan pihak berwenang Mesir itu "mengecewakan" sehingga mengatakan; "menutup gereja itu menghukum para korbannya namun mengukuhkan keinginan dari gerombolan yang kejam."
Kaum Muslim Menyerang Gereja-Gereja Kristen
Pakistan: Para teroris Islam melemparkan granat ke Gereja Iman Injili sebelum melarikan diri dari tempat kejadian. Tidak tidak ada kerusakan berarti. Hanya satu tembok gereja, pintu gerbang serta sebuah mobil yang terparkir di sana yang rusak. Jemaat sudah tinggalkan gereja sehingga tidak ada seorang pun terluka.
Mali: Meski umat Kristen Mali hanya membentuk 2% dari populasi negara mayoritas Muslim negeri itu, gereja-gereja Kristen "diserang secara sistematis oleh kaum ekstremis Muslim." "Pemerintah pun tidak tanggapi krisis itu," urai sebuah laporan. Dalam sebuah serangan "para laki-laki bersenjata menyerang gereja lokal, mengambil salib, peralatan-peralatan altar dan Patung Perawan Maria. Mereka lalu membakar barang-barang gereja tepat di pintu gereja." Dalam insiden lain, "Umat Kristen dikejar-kejar dari gereja dengan ancaman bahwa jika mereka terus berdoa, maka mereka bakal dibunuh. Selama beberapa pekan ini, beberapa gereja dibakar di kawasan Moti, di Mali Tengah, sehingga memaksa umat paroki melarikan diri dari sana. "Pada berbagai kesempatan sebelumnya," urai seorang pemimpin Katolik setempat, "pemerintah pernah menyebarkan unit-unit militer di paroki-paroki kami. Tapi tindakan itu belum dilakukan untuk menghadapi serangan-serangan yang baru ini."
Aljazair: Mengaku bahwa UU tahun 2006 yang mengatur ibadat kaum non-Muslim dilanggar, pihak berwenang Muslim negeri itu mengambil tindakan keras atas sedikitnya dua gereja, termasuk sebuah gereja yang menggunakan rumah sewa atas nama Gereja Protestan Aljazair (sebuah lembaga yang resmi diakui pemerintah sejak 1974). Laporan yang memperlihatkan kondisi ini terus memperlihatkan bahwa gereja-gereja menghadapi "intimidasi dan perundungan karena adanya UU tahun 2006" walaupun mereka beroperasi sesuai hukum, sebagaimana bisa dilihat dari afiliasi mereka dengan institusi yang resmi diakui. "Undang-undang itu tidak adil terhadap umat Kristen, Hak mereka untuk beribadat dan peluang mereka untuk membagikan Injil secara bebas tidak diakui," urai seorang pemimpin Protestan. Ditambahkannya bahwa "situasi umat Kristen di Aljazair tidak bakal membaik sampai undang-undang yang benar-benar ngawur, yang tidak bisa dibenarkan lagi itu, dicabut kembali."
Sudan: Minggu, 22 Oktober, 22 polisi bergerak menuju sebuah gereja di Omdurman. Mereka memerintah para pemimpin gereja supaya membatalkan upacara ibadat (worship service). Ketika menolak, kelima pemimpin gereja itu semuanya ditangkap kemudian dipenjara. Di sana, mereka diancam, jika tidak patuh, mereka bakal terus dipenjara. Dua belas jam kemudian, mereka pun dilepaskan.
Nigeria: Sejumlah orang tak dikenal menjarah Gereja Internasional Tabernakel Raja sebelum membakarnya. Menurut laporan, "atap yang terbakar, debu dari seperangkat drum, pipa PVC, kabel listrik, jam dinding dan perabot listrik mimbar yang terbakar tuntas serta karpet pengganti bertebaran di tempat kejadian perkara. Aasap api masih keluar dari barang-barang yang terbakar itu. Para simpatisan dan jemaat gereja berkumpul tidak berdaya menyaksikan api membakar tuntas sebagian bangunan gereja." Serangan itu memang terdaftar sebagai aksi kriminal pencurian. Meski demikian, Nigeria, yang terdiri dari kasarnya separuh kaum Muslim, masih menyaksikan aksi pemboman serta pembakaran ratusan gereja selama beberapa tahun terakhir ini.
Kaum Muslim Menyerang Kebebasan Umat Kristen
Iran: Pihak berwenang Iran terus menyerang orang-orang yang beralih menganut Agama Kristen termasuk menangkap empat umat Kristen serta merazia rumah-rumah mereka. Alkitab serta perlengkapan-perlengkapan Kristen lain juga dijarah. Mohabat News mengatakan, pihaknya "sudah mendapat laporan kuat tentang orang-orang yang dipukul di penjara yang diancam jika tidak meninggalkan iman mereka dalam Kristus kemudian beralih dari iman Kristen, maka mereka akan dipaksa meninggalkan negeri itu atau digebuk sampai mati."
Uganda: Seorang ayah Muslim memukul anak laki-lakinya lalu memaksanya pergi dari keluarga itu setelah tahu anaknya yang berusia 20 tahun itu beralih menjadi Kristen. Sang ayah memang perhatikan bahwa anaknya Magale Hamidu sudah lama tidak pergi ke masjid. Sebaliknya, dia terlihat bersama dengan orang Kristen. Melihat itu, dia memaksa anaknya mengaku. Ketika anaknya tetap diam, "ayahnya mulai memukulnya dengan tongkat." Tidak lama kemudian, "anggota keluarga lain pun mengambil tongkat lalu sama-sama memukulnya. Hamidu pun menjerit-jerit ...para tetangga yang siaga, berhasil menarik keluar anak muda yang berdarah-darah itu dari sana kemudian tergesa-gesa membawanya ke rumah sakit. Setelah serangan itu, seorang tetangga mengatakan, ayah yang tidak kapok itu mengatakan kepadanya, "Saya hanya mau berhenti setelah melepaskan diri dari Hamidu---dia menjadi hal yang sangat memalukan bagi keluarga saya." Pastor Kisense, yang membawa anak-anak lelaki yang terbuang itu ke rumahnya mengaku enggan menggugat karena, "tindakannya bakal memicu kaum Islam radikal menyerang dirinya dan gerejanya..." Sang pastor pernah menerima pesan-pesan penuh ancaman dari kawasan Muslim termasuk, "Kami sadar beberapa anggota Muslim kami diberi akomodasi dari gerejamu. Dan jika kau terus menampung mereka, maka ketahuilah, bahwa gerejamu dan hidupmu sudah ditandai, dan berharaplah sesuatu yang serius bakal segera terjadi."
Indonesia: Pelayanan doa umat Kristen yang sedianya dirayakan di tempat terbuka dibatalkan, menyusul tekanan—dan ancaman--- berbagai kelompok Muslim. Mereka mengklaim bahwa acara umum itu "merupakan rancangan untuk menobatkan umat Muslim supaya menjadi Kristen." "Demi menjaga harmoni antaragama," Gereja Reformed Injili Indonesia dalam sebuah pernyataan menanggapi bahwa "guna menghindari aksi yang tidak toleran, komite memutuskan membatalkan ibadat doa nasional yang menandai 500 tahun Reformasi. " Beberapa bulan sebelumnya, sebuah perayaan Natal juga dihentikan oleh para oknum perusuh Muslim.
Sudan: Sekitar satu juta umat Kristen tidak bisa mendapat Alkitab di negera mayoritas Muslim Sudan. "Mereka butuh Alkitab. Mereka butuh bahan," urai seorang pemimpin senior gereja. "Sangat sulit bagi mereka untuk mendapatkan semua bahan itu sekarang. Pemerintah menolak hak mereka untuk mengetahui keyakinan mereka sendiri sekaligus untuk mempelajari agama mereka sendiri." Sebuah laporan terpisah mengatakan bahwa kiriman Alkitab berbahasa Arab yang dicegat di pelabuhan sudah ditahan pihak berwenang sedikitnya selama dua tahun.
"Barang kiriman yang ditahan itu dikirim ke Ibukota Sudan, Khartoum...Sekarang ini, Bible Society Sudan tidak punya satu Alkitab berbahasa Arab pun di Karthoum. Kiriman Alkitab lain di Port Sudan di Laut Merah, juga ditahan selama lebih dari dua tahun."
Kerajaan Inggris: Satu orang Kristen diserang dan dipukul tanpa belas kasihan oleh para laki-laki Muslim di Derby, Inggris. Korban adalah orang yang melarikan diri dari dunia Islam menuju Barat untuk mencari kebebasan beragama. Para pelakunya marah karena dari spion kiri mobil korban, mereka melihat ada salib bergantung. Tajamal Amar baru siuman lima jam kemudian di rumah sakit dengan hidung patah serta beberapa luka dalam di kepalanya. Menurut laporan,
"Amar, ingat, dia dipelototi sekelompok laki-laki Muslim yang tampaknya terganggu melihat ada salib dalam kendaraannya...Setelah itu, Amar tidak terlalu ingat apa yang terjadi. Sepertinya kepalanya dipukul. Dia semakin menderita aksi yang jauh lebih kejam lagi ketika terbaring tidak sadarkan diri di lantai mobil."
Belakangan, Amar mengatakan:
Beberapa kali orang-orang Pakistan setempat di Derby tersinggung karena faktanya saya Kristen. Ketika pertama kali tahu, banyak dari mereka berhenti berbicara dengan saya. Istri saya dan saya kerapkali dihindari. Pada hari saya diserang, salib dan dua anjing kecil yang duduk tepat di bawah dashboard mobil yang terlihat jelas memicu aksi kejam biadab atas saya. Saya tahu ini karena selama beberapa hari sebelum serangan itu, para laki-laki yang sama memelototi saya setelah mereka perhatikan ada perlengkapan-perlengkapan Kristen saya. Saya melarikan diri dari Pakistan untuk menyelamatkan diri dari kekejaman seperti ini, tetapi semakin banyak aksi kejam yang sama justru berdatangan ke Inggris. Kebebasan beragama harus menjadi hak setiap warga Inggris tetapi hari ini saya merasa tidak aman. Namun, sekarang pun tidak ada yang bakal menghentikan saya untuk pergi ke gereja.
Satu orang Kristen yang melarikan diri ke Barat dari dunia Islam untuk mencari kebebasan beragama diserang dan dipukul tanpa belas kasihan oleh para laki-laki Muslim di Derby, Inggris, Oktober silam. Para penyerangnya marah karena dari spion kiri mobil korban, mereka melihat ada salib bergantung. Foto: Pusat Kota Derby. (Sumber foto: Ray Bradbury/Flickr) |
Warga Pakistan Memperlakukan Umat Kristen dengan Kejam
Tiga lelaki Muslim menculik seorang gadis Kristen berusia 12 tahun, memperkosanya beramai-ramai dan secara sadistik menyiksanya, kemudian menyundutnya dengan rokok. Ketika pada hari yang sama ibu gadis malang itu melaporkan kepada polisi, mereka menolak untuk memulai penyidikan kriminal bahkan untuk mendaftarkan keluhannya. Sambil menjelaskan masalah itu mengerikan bagi kaum minoritas Kristen, umumnya, seorang aktivis hak asasi manusia Shahid Anwar menambahkan:
"persoalannya dua kali lebih buruk [bagi wanita]. Pertama, karena dia minoritas agama. Kedua, karena dia wanita. Lebih lagi, ketika anak kecil pergi ke polisi menyampaikan keluhannya, mereka malah diperlakukan sama seperti warga [Muslim] lain. Keluhan mereka tidak dianggap serius...Di Pakistan, gadis-gadis [Kristen] kerap dibawa, diperkosa kemudian dipaksa berpindah agama masuk Islam. Pihak berwenang yang mampu tidak mengambil tindakan apapun."
Dalam insiden lainnya, para aktivis Kristen menuduh pihak berwenang "gagal melindungi seorang gadis Kristen berusia 17 tahun yang selama bertahun-tahun dirundung secara seksual serta diikuti oleh seorang laki-laki Muslim yang mengancam menyiraminya dengan air keras," menurut sebuah laporan. Dia "diganggu sejak tahun 2013 oleh seorang laki-laki yang 10 tahun lebih tua darinya yang berusaha supaya bisa menikahinya." Dia tampaknya mendekatinya setiap hari dalam perjalanannya ke sekolah...Kesempatan bertemu dengan laki-laki itu justru membuatnya sangat ketakutan. Sebegitu hebatnya rasa takut itu sehingga dia bakal tinggal di rumah meratapi harinya karena seluruh harapannya hilang." Pada hari-hari seperti itu," laki-laki itu juga akan duduk di luar rumahnya sambil memanggil nama sang gadis." Sang gadis akhirnya "berhenti bersekolah. Sepanjang tahun dia tidak tinggalkan rumah. Ia sakit parah dan menderita depresi." Pada suatu titik, laki-laki Muslim itu bahkan "mengeluarkan pisaunya lalu mengejar seorang polisi yang ingin berbicara tentang kasus tersebut. " Bagaimanapun, secara umum, "polisi gagal mengurusi laki-laki itu terlepas dari ancaman-ancamannya, termasuk satu ancaman, ketika dia mengancam untuk menyirami Iqbal dengan air keras." Menurut sebuah kelompok hak asasi manusia:
"Menyedihkan mendengar bagaimana gadis Kristen terpaksa kehilangan ambisi dan mimpinya demi masa depan yang lebih cerah karena takut dengan serangan yang muncul mengintainya. Samina seharunya bebas hidup seperti diinginkannya dan laki-laki ini seharusnya dihukum. Dia menyebabkan gadis itu tidak bisa sekolah sekaligus merusak karirnya yang menjanjikan."
Akhirnya, sebagai bagian dari rencana untuk terus menghindari dari membayar sewa rumah ---dan mungkin supaya bisa mengambil alih bangunan mereka --- Muhamad Arshad, seorang penyewa Muslim, secara ngawur menuduh sebuah keluarga Kristen penyewa rumah kepadanya menyandera seorang gadis kecil Muslim yang baru lahir. Tuduhan ngawur itu membuat keluarga tiga anak tersebut ditangkap dan "disiksa secara mengerikan" di tangan polisi. Menurut sebuah laporan:
"Sudah empat puluh hari tiga umat Kristen ditahan. Terlebih, polisi juga mengintimidasi dan melecehkan anggota perempuan keluarga Kristen tersebut. Para korban mengaku Muhamad Arshad merekayasa kasus palsu atas mereka supaya tidak membayar sewa rumah sejak tujuh bulan silam."
Tentang Seri Ini
Memang tidak semua, atau bahkan tidak bisa dikatakan sebagian besar, kaum Muslim terlibat namun penganiayaan terhadap umat Kristen terus meningkat. Seri "Kaum Muslim Menganiaya Umat Kristen" dikembangkan untuk mengumpukan berbagai contoh penganiayaan yang mengemuka setiap bulan walaupun tentu saja tidak semua.
***
Raymond Ibrahim adalah pengarang buku Crucified Again: Exposing Islam's New War in Christians (Tersalibkan Lagi: Tampilkan Perang Baru Islam Terhadap Kristen) (diterbitkan oleh Regnery bekerja sama dengan Gatestone Institute, April 2013).