Bulan Februari menyaksikan peningkatan yang sangat signifikan terhadap penganiayaan umat Kristen yang disetujui negara di Iran. Di Kota Rasht (lihat gambar),Sembilan umat Kristen ditangkap. Salah seorang dari mereka adalah seorang pastor yang menggantikan pendahulunya yang ditangkap, namun ternyata dia sendiri juga tertangkap 10 Feruari lalu ketika sedang memimpin ibadat di gereja. (Sumber foto:Ahmadrizo/Wikimedia Common). |
Pembantaian Umat Kristen
Nigeria: Sejumlah serangan teror Islam yang fatal menyasar umat Kristen terjadi sepanjang Februari:
10 Februari: Para penggembala Muslim Fulani membunuh sepuluh umat Kristen serta seorang bayi yang belum lahir. Dalam jumlah besar para penggembala bersenjata itu mengepung sebuah desa Kristen. Sekitar pukul 11 malam, malam sebelumnya. "Kami mendengar suara tembakan senjata. Insiden ini memaksa saya dan keluarga bertahan di tempat tidur. Kami sulit berlari keluar rumah," kata seorang penyintas. "Orang Fulani bersenjata mengepung rumah kami, menembakinya sambil meneriakkan, 'Allahu Akbar. Mereka membunuh ayah, ibu, dua saudara serta salah seorang saudari ipar saya." Serangannya sangat mengejutkan. Bahkan bagi pimpinan desa sekalipun: "Tidak pernah terjadi salah paham antara kami dengan penggembala Suku Fulani. Karena itu, saya tidak tahu mengapa mereka menyerang desa kami," kata kepala desa. "Sepuluh anggota komunitas saya, termasuk seorang wanita hamil terbunuh selama serangan berlangsung. Dengan demikian anak yang belum lahir sebagai korban kesebelas."
12 Februari: Di kawasan Nigeria timur laut, jihadi Boko Haram menyerang empat komunitas Kristen, menewaskan beberapa umat Kristen dan memporakporandakan banyak orang lainnya. "Saya melihat seorang laki-laki yang saya tahu Kristen anggota Gereja Para Saudara (Church of Brethren) di Shuwa, kota kelahiran saya ditembak mati," urai seorang saksimata. Selain itu, "Bulama, seorang pemimpin komunitas di Madagali juga ditembak mati bersama banyak umat Kristen."
26 Februari: Para penggembala Muslim Fulani membantai sedikitnya 32 orang di Maro, sebuah desa Kristen di kawasan tengah utara Nigeria. Gereja-gerejanya juga dirusak dan sebuah sekolah berasrama ditutup. "Kami lari keluar gedung gereja ketika tembakan berlangsung," urai seorang wanita yang sedang mengikuti pelajaran Kitab Suci ketika serangan dimulai. "Banyak yang terbunuh. Dan, saya belum melihat anggota keluarga saya sejak pagi. Saya meloloskan diri keluar dari kawasan gereja." Seorang umat Kristen setempat mengaku, "Para penggembala bersenjata menembak siapa saja yang mereka temukan kemudian membakar rumah-rumah beserta bangunan gereja."
Laporan pada 25 Februari: Para penggembala Muslim menyerang pesta pernikahan Kristen sehingga menewaskan 12 orang. "Dari balik bukit yang membentang mengarah ke desa ini, muncul penggembala Fulani bersenjata yang menembak secara serampangan umat Kristen dari berbagai gereja di sini, di tempat pesta," urai seorang warga lokal. "Dua belas umat Kristen, anggota berbagai gereja ditembak langsung mati, sementara lima umat Kristen lainnya terluka." Enam dari orang-orang yang dibunuh adalah anak-anak.
Burkina Faso: Para teroris Muslim membantai seorang misionaris Kristen berusia 72 tahun di negara Afrika berpenduduk mayoritas Muslim itu. Menurut berita, "Antonio Cesar Fernandez sedang bepergian bersama dua koleganya dari Togo untuk kembali menuju komunitas mereka di Ibukota Ouagadougou, ketika sekelompok jihadi menghentikan mobil mereka. Setelah menggeledah kendaraan, mereka menyuruh pria 72 tahun itu keluar dari mobil dan membawanya menuju sebuah hutan. Beberapa menit kemudian, terdengar suara tembakan." Fernandez padahal sudah menjadi misionaris di Afrika sejak 1982.
Serangan atas gereja-gereja
Ethiopia: Gerombolan Muslim yang marah menyerang sepuluh gereja Kristen negeri itu. "Masa yang sedang marah itu terdiri dari para pemukim Muslim dari berbagai umur dari seluruh kota berbaris menuju gereja-gereja sambil menyanyikan 'Allahu Akbar.' Aksi itu mereka lakukan setelah diberi informasi salah bahwa sebuah masjid di lingkungan pedesaan dibom sehingga terbakar," urai seorang warga lokal. "Semua isi gereja dikeluarkan dari bangunan gereja kemudian dibakar di jalanan."Menurut berita:
"Salah satu gereja yang diserang adalah Meserete Kristos. Dengan demikian gereja itu kembali diserang. Dan, umat Kristen kawasan itu pun menghadapi intimidasi dan ancaman...Sementara itu, bangunan Gereja Kale Hiwot Galeto dirusak pada 9 Februari. Sembilan gereja lainnya tidak dirusak. Para tenaga kerja pemberi bantuan yakin sembilan bangunan gereja lain tidak dibakar karena berisiko terhadap bangunan milik kaum Muslim di sekitarnya. Polisi kotamadya hadir nyaris hampir dalam setiap serangan tetapi tidak bertindak sama sekali ...Lebih dari 9.900 jemaat diperkirakan menjadi jemaat 10 gereja. Sejumlah kecil umat Kristen menderita luka-luka ringan dan kembali ke rumah setelah mendapatkan perawatan rumah sakit, termasuk dua umat penderita yang mengalami luka serius...Banyak harta-benda dirusak, termasuk Alkitab, buku nyanyian, alat musik, bangku dan kursi."
Prancis: Hanya dalam dua pekan pertama Februari, "sedikitnya 10 insiden vandalisme serta upaya penajisan Gereja-gereja Katolik sudah dilaporkan terjadi di Prancis," tulis sebuah berita 15 Februari lalu. Di antara berbagai aksi menajiskan barang-barang relijius, para perusak menghancurkan patung, menggulingkan tabernakel, membuang atau merusak Sakramen Ekaristi, membakar pakaian altar dan menghancurkan salib di berbagai Gereja Katolik di seluruh penjuru negeri itu. Gereja Katolik St. Nicholas di Houilles dirusak dalam tiga kesempatan yang berbeda selama Februari lalu. Sebuah Patung Bunda Maria dari abad ke-19 dianggap "tidak bisa diperbaiki lagi" karena "benar-benar hancur lebur," urai seorang klerus sementara sebuah salib yang tergantung dihempaskan ke lantai. Para perusak juga menajiskan dan menghancurkan salib beserta patung di Katedral Saint-Alain di Lavaur; mereka meremukkan lengan Kristus yang tersalib dengan sikap penuh cemooh; pakaian altar pun juga mereka bakar. "Tuhan akan memaafkan. Bukan saya," urai walikota kota itu. Keesokan harinya, para perusak menjarah gereja kemudian menggunakan kotoran manusia untuk menggambar sebuah salib di Gereja Notre Dame des Enfats di Nimes. Hosti suci ditemukan berserakan di tempat sampah di luar bangunan. Menurut Rm. Emmanuel Pic dari Paroki Notre-Dame, "Tidak ada barang berharga yang dihancurkan. Tetapi niatnya itu yang sangat mengejutkan. Inilah yang memberikan ciri pada penajisan benda-benda relijius." Lembaga The Observatory on Intolerance and Discrimination against Christians di Europe menambahkan bahwa "Harapan kami tulus bahwa para pelakunya diadili. Juga bahwa kesadaran tentang semakin meningkatnya sikap permusuhan anti-Kristen di Prancis sudah mencapai ranah publik."
Turki: Minggu, 23 Februari, pesan-pesan graffiti penuh ancaman ditemukan di pintu masuk utama Gereja Armenia, di Gereja Bunda Allah Yang Suci di Istanbul. Patriarkat Amernia Konstantinopel dalam statemennya mengatakan bahwa, "ada pernyataan tertulis bernada rasis dan benci dalam Bahasa Inggris dan Arab yang [mengatakan], tamatlah kalian!". Seorang penulis Armenia pun membagikan foto-foto vandalisme di Twitter. "Tembok dan pintu Gereja Armenia Balat Surp. Kami membangun pintu masuknya dengan bebatuan dari gereja bersejarah di Iznik (Nicea), tempat konsili bertemu [Konsili Nicea pada 325]...Kini mereka katakan, "TAMATLAH KALIAN.' Tidak ada masyarakat setempat [Armenia] yang tersisa. 'Turki Baru!'" Ketika berkomentar tentang serangan gereja yang terakhir, seorang Anggota Parlemen dari Gereja Armenia mentwit:
"Setiap tahun, sejumlah serangan yang penuh kebencian dilakukan terhadap berbagai gereja dan sinagoga. Bukan saja para pelakunya, tetapi juga orang-orang di balik mereka seharusnya dibereskan. Dan bagian yang terpenting, politik yang menghasilkan kebencian seharusnya diakhiri."
Mesir: Menyusul penutupan gereja mereka, Desember 2018 lalu, umat Kristen Koptik melaksanakan pemakaman ketiga mereka di tengah jalan, Februari lalu. Sudah sekian lama mereka berupaya mendapatkan ijin yang perlu untuk mendaftarkan gereja mereka yang tidak resmi, tetapi tidak berhasil. Menurut berita:
"Desa itu sudah tidak punya gereja akhir-akhir ini. Padahal, ada kira-kira 2.500 umat Kristen Koptik berdiam di sana. Polisi menutup gereja mereka guna menenangkan kaum Musliam radikal yang memanfaatkan mikrofon masjid di dekatnya, untuk menggerakkan kaum Muslim desa melawan umat Kristen... Sayangnya, situasi di Kom al-Raheb itu sudah menjadi hal yang umum di seluruh penjuru Mesir. Pihak kepolisian kerapkali tunduk kepada tuntuan kaum Islam radikal garis keras, daripada berusaha melindungi hak umat Kristen untuk secara bebas menjalankan agama mereka. Ketika gereja-gereja ditutup, umat Kristen dibiarkan untuk beribadat dan menjalan upacara agama (seperti upacara pemakaman) di jalanan."
Serangan atas Orang Yang Pindah Agama, Penghina Agama dan Evangelis
Kenya: Para laki-laki Muslim memukul serta memperkosa seorang wanita Kristen, ibu empat anak karena meninggalkan Islam. Wanita 41 tahun itu sudah menjadi penganut Kristen rahasia sejak 2017 lalu. Namun pada 2018, ancaman mulai beredar setelah kaum Muslim Somalia melihat dia di gereja. "Sudah tahu kami bahwa kau Kristen. Satu dari kami pernah melihat kau keluar dari gereja pada Hari Minggu," tulis sebuah pesan. "Jika kau terus datang ke gereja, kami akan segera datang memenggal kepalamu." Mendapatkan ancaman itu, dia dan empat anaknya, yang sudah beralih masuk Kristen, segera berpindah tempat. Ternyata, pada 2 Januari, empat Muslim Somalia itu memaksa masuk ke dalam rumah keluarga Kristen itu:
"Saya dihajar habis-habisan lalu diperkosa empat laki-laki yang mengancam saya. Mereka menyuruh saya supaya tidak berbicara soal siksaan yang saya alami. Ketika mau meninggalkan rumah pada pukul 1 pagi, salah seorang dari mereka mengatakan, 'Kami bisa saja bunuh kau karena kau itu aib bagi Islam karena masuk Kristen, yang bertentangan dengan agama kami. Tetapi karena kau ibu tunggal, kami putuskan untuk membiarkan kau hidup dengan syarat kau tidak sebutkan nama-nama kami.'"
Pakistan: Pada 19 Februari, empat wanita Kristen secara ngawur dituduh menghina agama. Akibatnya, "umat Muslim yang marah" beraksi rusuh dan mengusir sekitar 200 keluarga Kristen keluar dari desa. Persoalan muncul ketika seorang pemilik rumah sewaan Kristen meminta sepasang suami istri Muslim untuk meninggalkan rumah sewaannya karena mereka "membuat masalah di antara keluarga-keluarga Kristen di komunitas itu," urai orang-orang setempat yang dikutip. Sebagai balasan, istri pasangan Muslim itu malah menuduh keempat wanita Kristen itu --- tiga dari mereka adalah putri pemilik rumah---- menajiskan Al-Qur'an. Ketika berita tuduhan itu menyebar, sekelompok Muslim yang marah berkumpul... kemudian menyerang beberapa rumah umat Kristen, termasuk rumah [pemilik rumah] serta gereja di dekatnya. Massa juga membunuh binatang piaraan, ternak serta merusak beberapa rumah umat Kristen dengan lemparan batu." Segera setelah penyelidikan polisi mulai, "terungkap bahwa Samina Riaz [wanita Muslim yang menuduh] meminjam Al-Quran dari pemilik toko di dekatnya," urai seorang warga setempat yang terlibat dalam kasus itu. "Sesampai di rumah, dia melemparkan Al-Qur'an ke dalam bak air kamar mandi. Dia kemudian sengaja menuduh para wanita Kristen menajiskan Kitab Suci Islam." Walau Samina Riaz sudah mengaku menjebak umat Kristen, "massa tetap menolak membiarkan umat Kristen untuk membuka gereja mereka", tulis sebuah berita.
Sementara itu, Asia Bibi, seorang ibu Kristen yang dipenjara --- dan sudah antri menunggu hukuman mati---selama hampir satu dekade, akhirnya dibebaskan, pada penghujung 2018 lalu. Bagaimanapun, tampaknya untuk meredakan hati puluhan ribu kaum Muslim yang marah melakukan kerusuhan memprotes di seluruh Pakistan, pihak berwenang masih tetap mempertahankannya sebagai narapidana. Dalam sebuah berita 9 Februrai lalu yang hingga akhir-akhir ini menuliskan informasi terakhir tentang keberadaan Asia, Kantor Berita AP mengutip pernyataan seorang jurukampanye hak asasi manusia yang berhubungan dengannya. Dikatakannya, pemerintah meminta dia dan suaminya dikunci dalam sebuah ruangan. "Pintu hanya dibuka saat diberi makan." Dia diijinkan menelepon pagi dan malam hari. Biasanya kepada para putrinya, "Dia tidak punya petunjuk kapan akan pergi... Mereka pun tidak katakan kepadanya mengapa dia tidak bisa pergi." Karena, banyak Muslim bersumpah mau membunuhnya, "Sekarang ini, dia dijaga petugas keamanan. Tetapi dia bisa menghadapi persoalan setiap saat, kapan saja dan itu bisa terjadi sangat cepat, " urai orang yang jadi penghubung itu. Ternayata, 8 Mei lalu, dilaporkan bahwa Bibi akhirnya meninggalkan Pakistan dan sekian lama berkumpul kembali dengan keluarganya di Kanada.
Ethiopia: "Seorang perwira polisi Ethiopia ditangkap, dipecat dan dipaksa pindah ke bagian lain negeri itu setelah berkisah tentang iman Kristennya kepada teman-temannya," tulis sebuah berita. Lelaki 25 tahun yang menggunakana nama samaran Adane itu memang tumbuh besar di Ethiopia timur, di kawasan Somalia, yang "hampir 100 persen penduduknya Muslim." Walau menjadi Kristen dua tahun silam, persoalan atasnya mulai muncul ketika seorang polisi lain "baru-baru ini mengajukan keluhan melawan dia kepada Kantor Hak-Hak Asasi Manusia Negara Somalia. Dia terdengar pernah berbicara tentang agama barunya, Agama Kristen saat masih berseragam." Wakil Ketua Kantor Hak Asasi Manusia, yang juga dari suku Somalia, dilaporkan "sangat terkejut ketika menemukan bahwa ada umat Kristen dalam sukunya." Dia pun menasehati Adane untuk kembali masuk Islam. Adane menolak, mengaku berhak secara konstitusional untuk bebas beragama, Karena itu, dia ditangkap. Setelah Kepala Kantor Hak Asasi Manusia turut campur tangan, Adane dibebaskan, hanya untuk mendapatkan diri bahwa dia dipecat dari korps kepolisiannya. Kepala Kantor HAM menasehati Adane untuk pindah ke tempat lain, karena dia sudah terlampau banyak membuat musuh di tempat itu......"
Iran: Bulan Februari 2019 menyaksikan peningkatan signifikan penganiayaan umat Kristen dengan dukungan negara. Di Kota Rasht, sembilan umat Kristen ditangkap dan ditahan. Salah satu dari mereka, seorang pastor yang mengambil alih tugas setelah pendahulunya ditangkap, malah ditangkap 10 Februari lalu ketika sedang memimpin upacara keagamaan di gerejanya. Kota Rasht mengalami cukup banyak penganiayaan --- sedikitnya tiga umat Kristen dari sana, baru-baru ini dijatuhi hukuman 80 cambukan. "Bulan lalu memperlihatkan gelombang penangkapan paling berat yang diketahui secara publik di Rasht dalam tiga tahun terakhir," urai berita itu. "Pemerintahan Islam punya kebijakan untuk tidak menjebloskan ribuan umat Kristen dalam penjara," urai Dr. Hormoz Shariat, seorang aktivis hak asasi manusia . "Kebijakan mereka itu adalah hendak menangkap beberapa umat Kristen dan menjatuhkan hukuman yang maksimal atas pelanggaran-pelanggaran kecil [seperti misalnya menyelenggarakan pertemuan gerejani di rumah]. Kemudian, mereka mempublikasikannya supaya umat Kristen takut. Strategi mereka adalah untuk membangkitkan ketakutan dan perasaan isolasi."
Dalam insiden lain, dilaporkan lima wanita, bekas Muslim yang beralih menganut Agama Kristen ditangkap 1 Februari lalu. Salah seorang wanita, yang berusia 65 tahun, ditangkap di rumahnya sendiri. Menurut berita:
"Pihak berwenang menyita beberapa barang pribadinya, termasuk alat elektronik Kristen (seperti Alkitab) ketika menggeledah tempat tinggalnya. Dia pun ditahan selama sepuluh hari dan diinterogasi selama masa itu. Untuk sementara waktu dia dibebaskan setelah membayar uang jaminan 30 juta Toman (sekitar Rp 8,4 juta). Belakangan dia malah didakwa 'bertindak melawan keamanan nasional.' Jaksa Penuntut memaksa dia untuk mengunjungi seorang pemimpin agama Islam yang menawarkan peluang kepadanya untuk kembali masuk Islam."
Wanita yang beralih agama (apostate) lainnya menghadapi dakwaan "mengganggu ketertiban umum dengan mempropagandakan Agama Kristen, serta berhubungan dengan lembaga-lembaga asing." Jika dihukum, semua umat Kristen itu bakal menghadapi hingga sepuluh tahun di penjara.
Tajikistan: UU Agama negara mayoritas Muslim itu yang baru diamandemen digunakan untuk semakin lebih ketat lagi mengawasi komunitas Kristen negeri itu. Sebuah berita Februari lalu menjelaskan, "Pihak berwenang Tajik menjalankan undang-undang agama baru yang melarang anak-anak mengikuti ibadat agama [gereja]. Selain itu, mereka juga sudah membakar [lima] ribu kalender yang berisi ayat-ayat Alkitab."
Permusuhan serta Kekerasan Terhadap Umat Kristen
Jerman: Pada 15 Februari, "di Distrik Neukölln, Berlin yang dihuni oleh manusia dari berbagai budaya, seorang pria Irak dihajar wajahnya oleh seorang Muslim...kemudian diancam dengan pisau karena ada tato bernuansa Kristen di tubuhnya," urai sebuah berita, 17 Februari lalu (yang sudah diterjemahkan). Kala itu, dua laki-laki mendekati seorang umat Kristen Irak berusia 27 tahun. "Karena tatonya yang bernuansa agama," dia kemudian dipaksa memberikan uang. "Dia tidak penuhi permintaan ini. Salah satu [laki-laki] yang tidak dikenal lalu memegangnya sementara yang lainnya menghajar wajahnya beberapa kali," sembari menodongkan pisau. Laki-laki Kristen itu akhirnya berhasil meloloskan diri. Salah seorang penyerang berhasil ditangkap. Menurut laporan polisi, "orang yang tertangkap mengaku beragama Muslim."
Pakistan: Para siswa Muslim menikam sehingga nyaris menewaskan seorang siswa Kristen di Karachi. Problem bagi remaja itu, Haroon Ifhan, berawal pada 15 Februari lalu, ketika melaporkan kepada kepala sekolahnya bahwa teman kelasnya Muhamad Madjid mencuri dan merusak buku catatan pelajarannya. Ketika ditemukan dalam tas punggungnya, Majid malah marah-marah merasa dihina," urai ayah Haroon. Dua hari kemudian, pada 17 Februari, "Ketika Haroon sendirian di jalanan, Madjid beserta lima orang lainnya menghajarnya," sambung sang ayah. "Serangannya begitu mengerikan sehingga ginjal Haroon terobek menjadi dua bagian" akibat tikaman tambah seorang aktivis setempat. Setelah tergesa-gesa dilarikan ke rumah sakit, "para dokter dipaksa untuk membuang ginjalnya." Seperti biasa terjadi dalam kasus-kasus seperti itu, polisi beserta otoritas setempat malah berupaya menekan keluarga itu agar tidak menggugat para pemuda Muslim itu. Pihak keluarga ngotot. "Kami inginkan keadilan," bahkan jika berisiko nyawa mereka sendiri sekalipun.
Dalam sebuah insiden lain, sebuah dewan distrik di Propinsi Khyber Pakhtunkhwa, secara bulat memilih agar hanya mempekerjakan umat Kristen sebagai tukang sapu rumah sakit. Dengan demikian, ia "memperkuat stereotip yang melihat umat Kristen sebagai warga kelas dua," tulis sebuah berita.
"Para anggota Dewan Distrik Swabi dengan suara bulat menerapkan langkah kemudian menuntut bahwa semua Muslim yang sekarang ditempatkan sebagai tukang sapu dialihkan kepada pekerjaan lain seperi anggota satuan pengamanmisalnya... Akibat luasnya diskriminasi agama, umat Kristen Pakistan kerapkali diperlakukan sebagai warga kelas dua. Bagi banyak Muslim Pakistan, umat Kristen secara spiritual dianggap terpolusi dan tidak boleh disentuh karena agama anutan mereka. Dalam lingkungan professional, status diskriminatif ini membuat umat Kristen diberi pekerjaan yang kasar dan kotor....Walau hanya membentuk 2% populasi seluruh Pakistan, mereka justru merepresentasikan 80% tukang sapu serta penjahit Pakistan."
Mesir: Para teroris Islam menyandera lelaki Kristen lainnya di Kota El Arish, Sinai. Lelaki itu sedang bepergian dengan bus ketika, menurut sebuah berita 6 Februari, "para laki-laki bersenjata menghentikan bus... kemudian menyelidiki KTP semua penumpang, mencari-cari para anggota polisi atau militer. Ketika menemukan KTP seorang umat Kristen, mereka menarik dia keluar bus dan membiarkan bus meninggalkannya. Pihak keluarga mengatakan, dia pernah dipaksa meninggalkan Al Aris, Februari 2017 lalu bersama 355 keluarga Kristen lain, setelah teroris yang bertautan dengan ISIS mengeksekusi mati tujuh umat Kristen kota itu dalam waktu kurang dari sebulan. Dia kembali ke sana untuk urusan bisnis pribadi. "Diyakini bahwa laki-laki itu sejak itu sudah dibunuh. Insiden yang sama terjadi pada 2018 lalu, ketika seorang umat Kristen lain, yang meninggalkan Al-Arish pada 2017, kembali untuk urusan bisnis hanya untuk ditembak mati oleh para militan yang bertopeng. Pada Bulan Februari tahun itu, teroris yang terkait ISIS mengancam hendak membantai semua umat Kristen yang ditemukan di Sinai.
Dalam sebuah insiden terpisah, seorang gadis Kristen berusia 18 tahun yang berdiam di selatan Luxor dilaporkan hilang. Pihak keluarga menuduh seorang lelaki Muslim setempat menculiknya. Umat Kristen lain berkumpul di depan kantor polisi setempat memprotes kasus hilangnya sang gadis, tetapi tidak berhasil sama sekali. Kehilangan para gadis Kristen menjadi sebuah epidemi yang tengah berkembang di Mesir kini. Pada 2017, seorang mantan penyandera menjelaskan proses sistematis bagaimana para gadis Kristen disasar untuk diculik, dipaksa berpindah agama kemudian "menikahi" laki-laki Muslim. Menurut berita, laki-laki yang dikenal hanya sebagai "G" itu mengaku masuk dalam sebuah jaringan yang aktif menyasar para gadis Kristen Koptik selama bertahun-tahun sebelum dia meninggalkan Islam." Walau jaringan seperti ini sudah ada sejak era 1970-an, mereka mencapai "tingkat tertinggi mereka" sekarang ini, pada masa Presiden Sisi," jelasnya. Berikut ini sebagian kesaksiannya:
"Sekelompok penculik bertemu di masjid mendikusikan para korban potensial. Mereka kemudian mengamati dari dekat rumah-rumah Kristen, mengawasi apa saja yang sedang terjadi sana. Berdasarkan pengamatan itu, mereka menebarkan jaringan laba-laba sekitar [para gadis]...Saya ingat seorang gadis Kristen Koptik dari keluarga kaya kenamaan di Minya. Dia disandera oleh lima lelaki Muslim....Mereka menahannya di sebuah rumah, menelanjanginya dan memfilmkannya dalam keadaan telanjang. Dalam video, salah seorang penyandera juga telanjang. Mereka ancam hendak mengedarkan video kejadian kepada masyarakat jikalau sang gadis tidak mau menikahinya....Para penyandera menerima banyak uang. Banyak cara polisi bisa membantu mereka. Ketika dilakukan, mereka mungkin juga menerima sebagian upah finansial yang dibayarkan kepada para penyandera oleh organisasi-organisasi pelaku Islamisasi. Dalam beberapa kasus, polisi malah memberikan narkoba sitaan kepada para penyandera. Narkoba dicekokkan kepada para gadis itu guna memperlemah perlawanan mereka ketika ditekan. Saya bahkan tahu berbagai kasus di mana polisi menawarkan diri membantu memukul para gadis supaya bersedia mengucapkan Syahadat Iman Islam. Dan nilai upah pun meningkat ketika para gadis itu punya jabatan. Sebagai contoh, ketika dia putri seorang pastor atau berasal dari keluar terkenal... Kelompok Salafi yang saya tahu menyewa apartemen di berbagai kawasan Mesir supaya bisa menyembunyikan umat Koptik yang disandera. Di sana, mereka ditekan dan diancam supaya masuk Islam. Dan, ketika para gadis itu sudah mencapai usia yang sah menurut hukum, wakil Islam yang sudah disiapkan khusus dibawa masuk. Mereka buat supaya upacara masuknya sang gadis menjadi penganut Islam menjadi resmi, kemudian mengeluarkan sertifikat dan mengubah KTP korban. Jika semuanya berjalan sesuai rencana, para gadis juga dipaksa menikahi seorang Muslim yang keras. Para suami mereka tidak mencintai mereka, hanya menikahi mereka untuk menjadikannya Muslim. Dia akan dipukul dan dihina. Dan jika mencoba melarikan atau kembali beralih memeluk agama aslinya, dia akan dibunuh."
Indonesia: Dalam sebuah wawancara, pada 6 Februari lalu, "Santoso", seorang warga Kristen membahas evolusi negatif dari interaksi Muslim – Kristen. "Dalam kurun waktu dua tahun terakhir, kami kini menyaksikan bahwa Islam semakin radikal. Mereka berupaya menyatukan politik dengan agama," katanya. "Jadi, mereka berusaha membuat agenda mereka. Seperti sebelumnya, mereka buat [dalam] agenda mereka bahwa pada 2020 Indonesia [bakal] menjadi negara Islam. Tetapi upaya itu tidak terjadi. Namun, mereka masih berusaha. Radikalisasi Islam di Indonesia semakin besar sekarang." Sebagai contoh, meski Muslim biasanya mengucapkan Selamat Natal kepada umat Kristen," kini banyak imam dan pemimpin Islam lainnya di Indonesia melarang Muslim untuk mengakui hari libur itu dalam pidato sekalipun."
Ada contoh lain dari kebencian yang berkembang di Indonesia. Seorang pria Muslim yang berupaya membom sebuah gereja bertahun-tahun silam lalu, tetap tidak menyesali perbuatannya. Padahal sebagian badannya sudah cacat akibat perbuatan kejinya itu. "Saya tidak menyesali apa yang terjadi," katanya dalam sebuah wawancara Februari lalu. Delapan belas tahun sebelumnya, Taufik Abdul Halim dan rekan-rekannya jihadi mencoba membom beberapa sasaran. Salah satu temannya yang seharusnya mengebom sebuah gereja menarik diri. "Jadi saya putuskan membomnya sendiri," kata Halim. "Tapi paket bom itu meledak sebelum mencapai sasaran yang dituju." Bom itu, yang disembunyikan dalam kotak Dunkin 'Donuts, meledak sebelum waktunya. Ledakannya menghancurkan bagian kaki kanan Halim dan melukai enam orang lainnya. Meskipun ia juga berakhir menjalani hukuman 12 tahun penjara, berita yang terbit 2 Februari lalu menunjukkan bahwa pengalamannya tidak banyak membantunya meredam kebenciannya.
- Raymond Ibrahim, adalah pengarang buku baru, Sword and Scimitar, Fourteen Centuries of War between Islam and the West (Pedang dan Badik, Empat Belas Abad Perang antara Islam dan Barat), adalah Mitra Senior Kenamaan di Lembaga Kajian Gatestone Institute dan Middle East Forum.
Tentang Seri Ini
Memang tidak semua, atau bahkan tidak bisa dikatakan sebagian besar, kaum Muslim terlibat namun penganiayaan terhadap umat Kristen terus meningkat. Seri "Kaum Muslim Menganiaya Umat Kristen" dikembangkan untuk mengumpukan berbagai contoh aksi penganiayaan yang mengemuka setiap bulan walaupun tentu saja tidak semua.
Seri ini mendokumentasikan berita-berita yang tidak berhasil dilaporkan oleh media-media arus utama.
Ia pun memperlihatkan bahwa penganiayaan tidaklah dilakukan secara acak tetapi sistematis dan terjadi dalam semua bahasa, etnis dan lokasi.