Ketika berbagai perundingan antara negara-negara P5+1 dan Iran berlanjut, keprihatinan seputar hak asasi manusia di bawah kekuasaan rejim Iran masih menjadi persoalan pinggiran.
Pemerintahan Obama pun sudah menentukan sikap yang jelas terkait dengan penolakan berbagai organisasi hak asasi manusia. Yaitu bahwa AS, di bawah Obama tidak berupaya mengubah jatidiri rejim Iran. Lebih daripada itu, negosiasi langsung dimaksudkan untuk mencapai kompromi yang bisa disepakati seputar berlanjutnya aktivitas pengayaan nuklir Iran. Walau sekedar nama, batas akhir negosiasi terakhir adalah 30 Juni 2015.
Republik Islam Iran merupakan negara sponsor terorisme terbesar dunia terorisme yang dikenal jahat. Organisasi-organisasi wakilnya mencakup Hizbulah di Libanon, Hamas di Jalur Gaza dan para pemberontak Houthi di Yaman. Dukungan rejim Iran terhadap barbarisme terefleksi di Iran termasuk ketika para pemimpinnya mendukung penyalahgunaan hak asasi manusia setiap hari.
Ketika batas akhir negosiasi itu hanya beberapa hari lagi terlaksana, maka Juni 2015 pun sama sekali tidak bisa dikecualikan.
Menurut keterangan pers organisasi Hak Asasi Manusia Iran (IHR) yang "mendukung perjuangan rakyat Iran untuk mendapatkan hak-hak asasi manusia serta untuk memperbesar suara mereka di panggung internasional," rejim Iran mengesekusi mati seorang narapidada setiap dua jam selama bulan ini.
"Menurut berbagai laporan yang dikumpulkan IHR sampai sebegitu jauh, selama Juni 2015, sedikitnya 206 narapidana sudah dieksekusi mati di berbagai kota Iran. Sebanyak 60 eksekusi mati sudah diumumkan oleh sumber-sumber resmi sementara IHR berusaha mengkonfirmasi kebenaran dari 146 ekseksusi mati lain yang belum diumumkan oleh pihak berwenang."
"Sampai sebegitu jauh selama 2015, lebih dari 560 narapidana telah dieksekusi mati di negeri itu. Dan kami baru saja tepat berada dalam paruh pertama tahun ini," urai Mahmood Amiry-Moghaddam, Jurubicara IHR dalam sebuah wawancara. "Ini baru pertama kali terjadi dalam 25 tahun terakhir! Yang menyedihkan, rakyat di Iran merasa bahwa komunitas internasional sudah menutup mata terhadap apa yang sedang berlangsung."
Eksekusi mati hanya ujung puncak derek (crane). Seperti dilaporkan IHR Rabu pagi, Mohammad Moghimi, seorang pengacara pembela aktivis masyarakat sipil, Atena Faraghadani dijadwalkan akan dibebaskan dari penjara pada 16 Juni, setelah tiga hari dipenjara. Apakah persisnya kejahatannya?
"Mohammad Moghimi didakwa melakukan "hubungan tidak sah bukan perzinahan (non-adultery illegitimate relations). Soalnya, dia berjabatan tangan dengan klien perempuannya," tulis IHR. Moghimi pernah pergi ke Penjara Evin menemui Atena sekaligus mempersiapkan permintaan banding untuk 12 hukuman penjaranya." Menurut sumber-sumber IHR, jabatan tangan terlarang itu "terjadi di hadapan dua anggota Garda Revolusioner dalam sebuah ruangan. Atena sudah meminta maaf atas persoalan itu, saat itu juga di dalam ruangan... tetapi kedua agen itu tidak mau melepaskan kasus itu begitu saja. Mereka sebaliknya membawa dia kembali ke penjara lalu menahan Moghimi saat itu juga."
Pembebasan Moghimi dilaksanakan dengan syarat harus membayar denda yang secara kasar berjumlah $60.000 (atau sekitar Rp 780 juta).
Dan mengapa Faraghadani dipenjara? Karena tulisan-tulisannya di Facebook. Akibat tulisannya, sebuah Pengadilan Revoilusioner di Teheran menjatuhkan hukuman 12 tahun dan 9 bulan penjara kepadanya. Alasannya, postingan di media sosial itu menentang pemerintah, yang termasuk "berkumpul dan bekerja sama melawan keamanan nasional", "propaganda melawan negara," dan "menghina Pemimpin Tertinggi, Presiden, Para Anggota Parlemen dan dua agen Garda Revolusiner (IRGC) penjaga Bangsal- 2 penjara tempat dia ditahan," urai IHR.
"Yang sedang kita saksikan di Iran kini tidak banyak berbeda daripada apa yang dilakukan ISIS," urai Amiry-Moghaddam. "Bedanya, pihak berwenang Iran melakukannya dengan cara lebih terkontrol dan mereprsentasikan negara anggota penuh komunitas internasional yang mempunyai hubungan diplomatik yang baik dengan Barat."
Kini, Barat, dengan kemungkinan melakukan perjanjian nuklir, setuju memperbesar posisi diplomatik Iran --- tetapi sama sekali tidak memperhatikan persoalan hak-asasi manusia sedikitpun.
Ketika para perunding AS berjabatan tangan dengan para diplomati Iran selama putaran lanjutan perundingan di Jenewa, warga negara Iran tidak bisa berjabatan tangan antarmereka sendiri tanpa takut terhadap bertahun-tahun dipenjara. Ketika para pejabat itu, baik dari Barat dan dari Iran sama-sama memperbarui tulisan mereka di media sosial, rakyat Iran di negerinya sendiri justru menghadapi masa hukuman penjara karena posisinya yang dianggap salah dalam tulisan-tulisan di Facebook.
Jika rejim Iran tidak bisa percaya dengan jabatan tangan rakyatnya sendiri, bagaimana bisa Barat percaya kepada rejim Iran dan alat-alat pengurai uraniumnya?
Daniel Mael adalah mitra Gatestone Institute dan Salomon Center.